Mohon tunggu...
Thoriq Ahmad Taqiyuddin
Thoriq Ahmad Taqiyuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Audaces Fortuna Iuvat

Hidup dimulai dari mimpi, dilanjutkan dengan membaca, memetakan, merencanakan, melaksanakan lalu terus berimprovisasi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat sebagai Ibu Kandung dari Ilmu Pengetahuan

4 Maret 2022   23:51 Diperbarui: 5 Mei 2022   09:29 2686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dan tentu saja ini argumentasi yang tepat. Dimulai dari pertanyaan kenapa, dan dilanjutkan degan proses untuk mencari kebenaran dari pertanyaan yang kita ajukan itu. Jawabannya bisa jadi beragam, dan varietas dari jawaban itu yang dinamakan probabilitas. Namun yang terpenting adalah proses mencari kebenaran dalam filsafat yang tidak pernah berhenti untuk menemukan titik kebenaran yang mendekati kesepakatan umum.

Keraguan dan kerancuan adalah hal yang didalami dalam keilmuan filsafat, karna kebernaran bisa jadi tidak berlaku secara universal. Sebagai contoh, hukuman mati tidak dibenarkan di banyak di Eropa dan Amerika. Alasannya?

Kalau kita telusuri dari latar sejarah, hukuman mati adalah hukum purba yang masih digunakan hingga era modern. Apabila di masa lalu hukuman dilakukan dengan hukuman gantung dan pancung, kemudian Guilontine (Alat Jagal yang berasal Perancis), di kemudian hari hukuman mati diberlakukan dengan hukum tembak ataupun dengan menyuntikan racun yang mematikan ke dalam tubuh.

Namun seperti sebagaimana banyak orang yakini, hukuman mati adalah cara penghukuman yang cukup primitive, dengan menghilangkan nyawa dari seseorang pelaku kejahatan. Namun kajian tentang kejahatan ini kembali ditanyakan dengan "Mengapa seseorang melakukan kejahatan ini?"

Jawabannya bisa jadi sangat variatif dan kebenaran yang mendekatinya pun relative. Tapi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang umumnya berasal dari alam bawah sadar, pengaruh lingkungan social (misalnya dalam kasus konspirasi) dan kebutuhan individu (misalnya dalam kasus perampokan). Kedua hal tersebut adalah dorongan bawah sadar yang terjadi atas kebutuhan dasar seorang manusia, tentu sangat tidak adil untuk menghukum mati seseorang yang terdorong alam bawah sadarnya. Beberapa kasus hukuman mati dinyatakan salah tuduh, sehingga menghukum mati orang yang tidak bersalah, sebagai contoh kasus Collin Campbel, ataupun kasus Timothy Evans.

 Begitupun pandangan yang percaya bahwa tidak ada satupun manusia yang berhak untuk mencabut nyawa orang lain, dan ini berkenaan dengan konsep Hak Asasi Manusia (Human Rights) yang juga berdasarkan landasan filosofis terkait hak hidup dan kekhawatiran akan kemungkinan adanya fitnah di ruang pengadilan.

Terakhir, sikap ketiga seseorang saat mendengar filsafat (yang saya tuliskan di awal). Hal ini merupakan karakter seorang penganut Pragmatisme, yang dalam filsafat pandangan pragmatis cenderung mengedepankan cara-cara yang praktis untuk menggapai tujuan yang maksimal. Bisa jadi ia adalah seorang pedagang yang memiliki urusan untuk memenuhi keperluan materil nya dan tak inggin berjibaku dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis. Tentu saya hanya memperkirakan, hanya pembaca yang mengetahui alasannya masing masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun