Pasal 7 Perda RTRW menegenai tujuaan tata ruang wilayah Kota Malang menyebutkan jika Kota Malang dianggap dengan kota terbaik harus adanya sarana prasanana yang harus mendukung dan berkesinambungan yang dapat diakses warga kota, pemaknaan pasal tersebut jika dihadapkan dengan kondisi Kota Malang yang padat dengan volume kendaaran sehingga angkutan kota yang terintegrasi dibutuhkan guna untuk mengurangi kemacetan akibat angkot yang berhenti sembarangan, dan kondisi angkot yang tidak layak pakai yang membuat para penumpang tidak minat menjadi moda transportasi utama masyarakat. Terwujudnya program pemkot BTS tersebut menjadi wujud berhasilnya dari makna pasal tersebut.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Bermotor Umum.
Dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 Perda Kota Malang No 5 Tahun 2011 yang menjelaskan mengenai mekanisme pengangkutan, pembayaran dan hak penumpang. Dalam pasal tersebut memberikan penguatan bahwa terdapat tempat-tempat yang menjadi sasaran pengangkutan orang, penumpang diharuskan membayar biaya yang sebagaimana telah ditetapkan. Pasal-pasal tersebut menjadi dasar hukum untuk penentuan teknis cara dari penyelenggaraan angkutan kota yang terintegrasi Kota Malang. Awalnya pengemudi angkutan kota tidak tertata manajemen transportasinya dari segi seragam, pembayaran, dan pelayanan dari pengemudi angkot. Penyelenggaraan angkutan kota terintegrasi mewajibkan pengemudi memakai seragam yang diberikan oleh pemerintah, pengemudi mendapatkan gaji UMK yang pasti karena ada kerja samanya dengan Pemkot Ma,ang. Pengemudi angkutan kota tidak harus berhenti lama untuk menunggu penuhnya penumpang tetapi pengemudi beroperasi sesuai dengan jadwalnya. Dalam pembayarannya masyarakat hanya menggunakan E-Money dengan tarif harga yang murah dan penarikannya tidak di patok harga langsung dengan pengemudi angkotnya tetapi untuk harganya sudah diatur dengan sistem.
Peraturan Daerah Kota Malang No. 7 Tahun 2010 Tentang Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin)
Sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf l yang memaparkan bahwasanya terminal/pool kendaraan/ Gedung parkir harus memiliki analisis dampak lingkungan guna untuk mengurangi kemacetan. Ketika dihadapkan dengan kondisi Kota Malang yang letak terminalnya sudah sesuai namun operasional angkutan kota yang masih kurang sesuai, seharusnya angkutan kota menunggu penumpang dan berhenti mangkal di terminal tetapi kenyataannya tidak sesuai dan masih tetap saja mangkal di pinggir jalan. Di dalam pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat serta kegiatan pembangunan khususnya di Kota Malang tentu saja dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelancaran lalu lintas di sekitar kawasan ataupun lokasi pembangunan tersebut, apabila tidak dilakukan penataan teknis manajemen dan rekayasa lalu lintas yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kiranya perlu pemerintah Kota Malang mengambil langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak negatif terhadap kelancaran lalu lintas. Oleh sebab itu, penyelenggaraan angkutan kota terintegrasi di Kota Malang sangatlah dibutuhkan
Tanggapan Masyarakat
Masyarakat lokal serta masyarakat perantauan sangat setuju dengan program tersebut dikarenakan memiliki manfaat serta harga yang ditawarkan lebih ekonomis. Serta para sopir angkot sangat setuju, sebab dengan program BTS ini membuat angkot menjadi eksis kembali karena adanya peremajaan kendaraan dan kesejahteraan sopir lebih diperhatikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H