Rencana Pemkot Malang Revitalisasi Transportasi PublikÂ
Pada bulan Juli 2024, Pemerintah Kota Malang merencanakan revitalisasi transportasi publik yaitu angkutan kota (angkot). Awal mula revitalisasi tersebut karena angkot kurang diminati oleh para penumpang yang beralih ke moda transportasi ojek online yang hemat dan nyaman, dari hal tersebut membuat para sopir angkot kurang mendapatkan pendapatannya. Secara teknis revitalisasi angkot tersebut nantinya para sopir angkot digaji oleh Pemkot Malang, meremajakan kendaraan angkot dengan menambah fasilitas pendukung sebagai penunjang kenyamanan penumpang, serta jadwal pemberangkatan yang terstruktur. Program perencanaan tersebut dinamai dengan Buy The Service (BTS) yang akan terealisasikan tahun 2025, program tersebut digadang-gadang hampir sama dengan Program Jaklingko di Jakarta.
Pada saat sebelum pencetusan program revitalisasi angkot oleh Pemkot Malang pada bulan Juli 2024, penulis dalam hal ini Irfany Thoriqul Widianto, Sindi Amelia Sari, dan Sabrina Diva F.N selaku mahasiswa Fakultas Hukum UMM serta Peserta Magang CoE Asisten Advokat di Kantor Advokat Suwito Joyonegoro & Partner, pernah mengkaji permasalahan tersebut terlebih dahulu, mengingat Kota Malang sering macet di area publik seperti area pendidikan (Sekolah/Universitas), area perekonomian (Pusat Perbelanjaan dan Pasar), serta area wisata. Kemacetan Kota Malang dikarenakan pertumbuhan penduduk semakin pesat dengan dibarengi masyarakat perantauan dengan tujuan bekerja dan/atau melanjutkan pendidikannya, selain itu angkot yang sering mangkal sembarangan di bahu jalan di iringi dengan volume kendaraan pribadi masyarakat meningkat. Penulis berpendapat bahwa program perencanaan revitalisasi angkot alangkah baiknya di imbangi dengan pencetusan Raperda Kota Malang tentang Penyelenggaraan Angkutan Kota Terintegrasi.
Dalam pengkajian Raperda Kota Malang Tentang Penyelenggaraan Angkutan Kota Terintegrasi ini kita benturkan dengan pasal-pasal yang berkaitan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (selanjutnya disingkat UU LLAJ), Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 20011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030, Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Bermotor Umum, dan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Bermotor Umum.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)
Dalam pemaknaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang menjelaskan tujuan yang mana penyelenggaraan lalu lintas yang berwujud aman, selamat tertib, lancar dan terpadu guna menjamin penegakan hukum dan kepastian hukum, jika pemaknaan pasal tersebut di benturkan dengan kondisi fakta pada saat ini di Kota Malang yang masih banyak angkutan kota yang menyebabkan kemacetan dengan berhenti di ruas jalan sembarangan, pelayanan yang tidak baik, fasilitas yang kurang layak pakai, dan dikhawatirkan membawa dampak negatif dalam keselamatan penumpang.
Pasal 40 menjelaskan aspek-aspek yang harus di penuhi dalam pembangunan terminal yang paling penting adalah harus adanya analisis dampak lalu lintas dan analisis dampak lingkungan, secara fakta pembangunan terminal di Kota Malang sesuai dengan analisis dampak lalu lintas serta analisis dampak lingkungan, tetapi kembali lagi yang problematika adalah angkot yang berhenti sembarangan baik menurunkan dan/atau menaikkan secara sembarangan serta diimbangi dengan kendaraan pribadi yang membeludak yang membuat volume lalu lintas padat.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 20011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030 (Perda RTRW)
Pasal 7 Perda RTRW menegenai tujuaan tata ruang wilayah Kota Malang menyebutkan jika Kota Malang dianggap dengan kota terbaik harus adanya sarana prasanana yang harus mendukung dan berkesinambungan yang dapat diakses warga kota, pemaknaan pasal tersebut jika dihadapkan dengan kondisi Kota Malang yang padat dengan volume kendaaran sehingga angkutan kota yang terintegrasi dibutuhkan guna untuk mengurangi kemacetan akibat angkot yang berhenti sembarangan, dan kondisi angkot yang tidak layak pakai yang membuat para penumpang tidak minat menjadi moda transportasi utama masyarakat. Terwujudnya program pemkot BTS tersebut menjadi wujud berhasilnya dari makna pasal tersebut.
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Bermotor Umum.
Dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24 Perda Kota Malang No 5 Tahun 2011 yang menjelaskan mengenai mekanisme pengangkutan, pembayaran dan hak penumpang. Dalam pasal tersebut memberikan penguatan bahwa terdapat tempat-tempat yang menjadi sasaran pengangkutan orang, penumpang diharuskan membayar biaya yang sebagaimana telah ditetapkan. Pasal-pasal tersebut menjadi dasar hukum untuk penentuan teknis cara dari penyelenggaraan angkutan kota yang terintegrasi Kota Malang. Awalnya pengemudi angkutan kota tidak tertata manajemen transportasinya dari segi seragam, pembayaran, dan pelayanan dari pengemudi angkot. Penyelenggaraan angkutan kota terintegrasi mewajibkan pengemudi memakai seragam yang diberikan oleh pemerintah, pengemudi mendapatkan gaji UMK yang pasti karena ada kerja samanya dengan Pemkot Ma,ang. Pengemudi angkutan kota tidak harus berhenti lama untuk menunggu penuhnya penumpang tetapi pengemudi beroperasi sesuai dengan jadwalnya. Dalam pembayarannya masyarakat hanya menggunakan E-Money dengan tarif harga yang murah dan penarikannya tidak di patok harga langsung dengan pengemudi angkotnya tetapi untuk harganya sudah diatur dengan sistem.
Peraturan Daerah Kota Malang No. 7 Tahun 2010 Tentang Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin)
Sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf l yang memaparkan bahwasanya terminal/pool kendaraan/ Gedung parkir harus memiliki analisis dampak lingkungan guna untuk mengurangi kemacetan. Ketika dihadapkan dengan kondisi Kota Malang yang letak terminalnya sudah sesuai namun operasional angkutan kota yang masih kurang sesuai, seharusnya angkutan kota menunggu penumpang dan berhenti mangkal di terminal tetapi kenyataannya tidak sesuai dan masih tetap saja mangkal di pinggir jalan. Di dalam pertumbuhan perkotaan yang sangat pesat serta kegiatan pembangunan khususnya di Kota Malang tentu saja dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelancaran lalu lintas di sekitar kawasan ataupun lokasi pembangunan tersebut, apabila tidak dilakukan penataan teknis manajemen dan rekayasa lalu lintas yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kiranya perlu pemerintah Kota Malang mengambil langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak negatif terhadap kelancaran lalu lintas. Oleh sebab itu, penyelenggaraan angkutan kota terintegrasi di Kota Malang sangatlah dibutuhkan
Tanggapan Masyarakat
Masyarakat lokal serta masyarakat perantauan sangat setuju dengan program tersebut dikarenakan memiliki manfaat serta harga yang ditawarkan lebih ekonomis. Serta para sopir angkot sangat setuju, sebab dengan program BTS ini membuat angkot menjadi eksis kembali karena adanya peremajaan kendaraan dan kesejahteraan sopir lebih diperhatikan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI