Doktrinisasi lewat media dan pemberitaan sangat berguna dalam melanggengkan pengaruh atas status superioritas Barat sebagai bangsa yang selalu menduduki puncak menara gading dan menjadi mercusuar bagi bangsa lainnya. Doktrinisasi ini di satu sisi juga semakin melanggengkan kolonialisasi pikiran pada masyarakat yang pernah mengalami penjajahan, yang berdampak pada membudayanya perasaan inferior kita dalam melihat dan merepresentasikan bangsa Barat.
Dalam konteks ini, kita dapat melihat hubungan antara poskolonialisme dengan world system theory tadi dalam video reaction yang dibuat oleh Uncle Roger. Sebagai contoh, dalam video tersebut kita dapat melihat adanya dikotomi nasi goreng, antara nasi goreng versi Asia yang totok menurut Uncle Roger dengan nasi goreng versi Asia namun menggunakan pendekatan dan kreasi ala Eropa yang disesuaikan dengan selera lidah Eropa Jamie Oliver.
Meski memang terlihat lumrah untuk berkreasi, namun perilaku tersebut akhirnya memunculkan ruang dikotomi, khususnya dikotomi cita rasa dan akar budaya dari nasi goreng itu sendiri. Menurut Gardjito et al (2019), dalam memahami suatu cita rasa makanan dalam lingkup gastronomi, pengetahuan lokal (local knowledge) mengenai bahan baku, cara memasak, dan bahkan esensi dari masakan itu sendiri harus dipelajari serta diilhami terlebih dahulu.
Sebab, tanpa adanya pengetahuan lokal mengenai ke semua hal tersebut, akan sangat mustahil rasanya bagi seseorang untuk mampu menciptakan makanan yang layak dan sesuai dengan semangat filosofis dari masakan itu sendiri. Dari video tersebut, kita dapat melihat jika Jamie Oliver sebagai seorang celebrity chef tidak mempelajari terlebih dahulu sejarah, esensi, dan bahkan local knowledge dari nasi goreng itu sendiri.
Ketidaktahuannya itu memang tampak terlihat jelas dari kurangnya pemahaman soal cara pengolahan nasi menurut orang Asia yang menyajikan nasi sebagai panganan pokok, penggunaan bahan bumbu dasar yang mewakili nilai ke lokalan, dan teknik memasak yang justru membuat nasi goreng kreasinya terlihat "aneh" serta "sembrono". Dengan demikian, perilaku ini justru menggambarkan bahwa ada mentalitas superior di Jamie Oliver.
Sebab, Jamie Oliver terlihat seperti menolak nilai-nilai ke lokalan nasi goreng yang pada akhirnya justru membuat identitas dan esensi dari nasi goreng itu sendiri keluar dari pakemnya atau bahkan mungkin melawan pakem dari nasi goreng itu sendiri. Cara pandang dan penolakan Jamie Oliver terhadap nilai-nilai kebudayaan ini tentu itu tidak terlepas dari konsepsi bangsa Inggris yang ada dilingkaran negara core dengan bangsa Tionghoa yang ada lingkaran negara semi periphery.
Dari cara pandang tersebut, kita telah melihat sendiri bahwa ada banyak hal yang justru mencederai esensi dan identitas dari nasi goreng yang terkenal sebagai salah satu hidangan comfort food. Mentalitas Jamie Oliver sebagai orang Barat dalam video tersebut pada akhirnya mencederai identitas budaya kuliner bangsa lain dan sajian nasi goreng dalam video tersebut tak ayal mengubah hidangan comfort food menjadi sampah di dalam tubuh.
Penolakan dan adanya miskreativitas yang dilakukan oleh Jamie Oliver pada akhirnya dikhawatirkan dapat menciptakan pandangan yang semakin salah dari kebanyakan orang dalam memahami dan mengkonsepsikan apa yang dimaksud dengan nasi goreng yang autentik. Di masa sekarang, kita juga tidak dapat menafikan bahwa media sosial memainkan peran penting dalam mempertahankan hegemoni teori sistem dunia dan poskolonialisme.
Dengan kombinasi antara Jamie Oliver yang secara rekam jejaknya terkenal sebagai seorang celebrity chef dan adanya video mengenai kreasi nasi gorengnya yang tidak sesuai dengan pakemnya itu, pada akhirnya dikhawatirkan memunculkan perubahan persepsi dari orang-orang khususnya masyarakat Eropa mengenai apa yang dimaksud dengan nasi goreng dan bagaimana seharusnya nasi goreng itu dibuat sesuai dengan autentisitasnya.
Pada akhirnya, kitaa bisa melihat bahwa kritik yang disampaikan oleh Uncle Roger melalui judul dan khususnya video reaction-nya itu adalah sebuah hal yang harus diapresiasi. Sebab, apa yang dilakukannya adalah suatu langkah kecil untuk mempertahankan apa yang dimaksud dengan otentisitas dan identitas budaya suatu bangsa, yang dalam hal ini adalah sajian nasi goreng yang keberadaannya telah membumi di mana-mana.