Meski Facebook menurut hasil survei tersebut adalah media sosial yang paling banyak memiliki disinformasi dan misinformasi di dalamnya, namun ternyata Facebook bukanlah media sosial yang paling dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Kenyataannya, Whatsapp justru menjadi media sosial yang paling dipercaya oleh masyarakat, yakni dengan presentase sebesar 55,2%. Di Peringkat kedua terdapat Facebook sebesar 27%; dan kemudian yang terakhir Instagram sebesar 11,9%.
Maraknya peredaran disinformasi dan misinformasi (hoaks) di media sosial, pada dasarnya dipengaruhi oleh aktivitas dari citizen journalism yang tidak memahami bagaimana kaidah jurnalisme yang baku dalam mencari; meliput; menulis; dan menyampaikan hasil berita atau informasi bagi masyarakat (Zaenudin, 2012). Kaidah jurnalisme dalam pengertian yang lebih luas bersinggungan dengan pemahaman dan implementasi etika jurnalisme.
Meskipun banyak dari citizen journalism yang dalam praktiknya tidak memahami kaidah jurnalisme yang baku, dalam mencari; meliput; menulis; dan menyampaikan hasil berita, namun menurut Annur dan Yudhapramesti (2020), karena citizen journalism adalah bagian dari jurnalisme maka seharusnya citizen journalism mematuhi etika jurnalisme yang berlaku, agar mereka dapat baik secara moral dan dapat menghasilkan artikel yang berkualitas bagi masyarakat.
Menurut Savitri (2017) kegiatan citizen journalism pada dasarnya tidak bisa terlepas dari etika jurnalistik. Namun, karena citizen journalism adalah kegiatan jurnalisme yang cenderung bebas, dan terbuka, maka dalam praktiknya ada berbagai produk informasi dari citizen journalism yang sulit dipertanggungjawabkan, baik dari segi keabsahan berita maupun dari bagaimana mereka memahami dan menerapkan etika jurnalisme dalam membuat konten yang berkualitas.
Meski etika jurnalisme terdengar cukup formal untuk diterapkan di dalam praktik citizen journalism, namun sejatinya etika jurnalisme tetap dan akan sangat diperlukan di dalam setiap kegiatan jurnalisme apapun, termasuk citizen journalism. Menurut Antonius Darmanto, selaku peneliti BPSDMP Kominfo Yogyakarta, menjelaskan bahwa jurnalisme warga (citizen journalism) adalah suatu fenomena yang lahir dari otonomi pesan.
Otonomi pesan kini memampukan siapapun untuk dapat memproduksi pesan; mereproduksi suatu isu; melakukan kegiatan jurnalisme amatir; berbagi informasi; dan lainnya. Selain membawa keuntungan, otonomi pesan juga menjadi titik awal dari semakin berkembang dan terbukanya demokrasi dan kebebasan bersuara di abad ke-21, yang mana salah satu hasil dari perkembangan dan merebaknya otonomi pesan adalah lahirnya fenomena citizen journalism di masyarakat.
Namun, banyak dari para pelaku citizen journalist yang lupa, jika kegiatan jurnalisme yang mereka lakukan tetap akan dihitung dan diakui sebagai suatu kegiatan jurnalisme yang sah, karena telah menyandang nama "jurnalisme" di dalamnya. Maka, sudah seharusnya jika kegiatan dari citizen journalism juga memegang teguh idealis dan tunduk pada etika jurnalisme, khususnya dalam memproduksi berita yang sehat serta memberikan good share value pada masyarakat luas.
"Jadi, jika ditanya apakah mereka (citizen journalist) harus atau tidak menaati etika jurnalisme yang berlaku, ya jawabannya tentu saja harus. Namun sayangnya, banyak dari mereka yang tidak memperdulikan itu dan sikap seperti itu tentu saja akan semakin mencederai kebijaksanaan dan profesionalitas kerja pers", jelas Darmanto.
Pernyataan dari Darmanto juga didukung oleh pendapat Santana (2017: 12), yang menyatakan bahwa praktik citizen journalism tidak bisa lepas dari etika jurnalisme. Para citizen journalism harus mempelajari dan memahami dasar dari ilmu jurnalistik dan etika jurnalisme, sehingga harapannya mereka semakin memahami bagaimana cara membuat suatu berita yang akurat, objektif dan seimbang serta mampu memberi konteks pada suatu peristiwa secara mendalam.
Etika jurnalisme adalah etika dasar yang mendasari keseluruhan para jurnalis dalam pekerjaannya, yakni mencari berita, mengumpulkan berita, dan menyajikan berita. Karena citizen journalism juga melaksanakan pekerjaannya persis seperti halnya wartawan, maka dalam hal ini sudah menjadi suatu keharusan bagi seluruh citizen journalist untuk dituntut bekerja sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik (etika jurnalisme) yang berlaku (Wibawa, 2020).