3. Upah pekerja dan harga bahan baku yang sangat murah.
4. Kurang tajamnya persaingan, karena hampir semua pengusaha rokok kretek merupakan keturunan dari etnis Tionghoa.
Dengan keadaan seperti ini, industri rokok kretek Kudus pada saat itu mengalami kemunduran yang cukup signifikan. Namun, setelah beberapa tahun berjalan, industri rokok kretek di Kudus kembali menemukan jati dirinya saat memasuki tahun 1932. Hal ditandai dengan munculnya berbagai perusahaan dan pabrik rokok baru di kota Kudus. Dengan begitu, Kudus kembali mendapatkan marwah sebagai kota Kretek terkemuka di Indonesia hingga hari ini.
Akhirnya kita bisa menyimpulkan, bahwa ada sejarah panjang yang membuat Kudus dapat menjadi sebuah sentra industri rokok terkemuka hingga hari ini. Zaman memang terus berganti, tapi perjalanan sejarah yang kental akan persaingan, inovasi dan tradisi bisnis turun temurun yang menjelma ke dalam sebatang rokok kretek adalah sesuatu yang selalu membuat Kudus tidak akan pernah kehilangan marwah dan derajatnya. Jadi, apakah kita siap untuk terus melestarikannya?
Daftar Pustaka:
Budiman; Onghokham. 2016. Hikayat Kretek. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H