Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marjinalisasi Perempuan dan Feminisme Marxis

3 Maret 2021   08:00 Diperbarui: 9 September 2022   16:55 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari pelacuran yang banyak menimpa kaum perempuan | tagar.id

Seseorang yang merasa teralienasi, sejatinya merasakan suatu hal yang tidak bermakna, menganggap dirinya sendiri tidak berarti atau tidak mampu mempertahankan rasa bermakna dan rasa penghargaan diri sendiri. Friedrich Engels dalam Lisa (2017), menyatakan bahwa pernikahan antara laki-laki dan perempuan itu pada hakikatnya bukan semata-mata mengarah pada bentuk subordinasi perempuan, namun melainkan sebagai tanda kekuatan ekonomi perempuan.

Status ini bisa muncul karena bergantung pada posisi dan kedudukan perempuan di masa lalu. Namun, dengan seiring meningkatnya produksi yang dikerjakan laki-laki, yang melampaui produksi yang dikerjakan oleh perempuan, maka laki-laki berperan sebagai aktor yang bisa menarik keuntungan dan kemudian memiliki modal. Sehingga perempuan tidak memiliki kekuatan lagi dan tidak mempunyai akses untuk mengelola keuangan secara mandiri.

Keadaan ini tentu saja dapat menimbulkan sebuah situasi khusus, dimana hubungan yang saling melengkapi dalam sebuah pernikahan dan hidup berkeluarga, pada akhirnya akan semakin mengalami penuruan arti. Dimana, peran perempuan juga sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan keluarga yang sukses dan sehat. Jika masalah ini terus bergulir, maka sudah pasti keadilan gender yang selama ini diperjuangkan hanya akan menjadi suatu keadilan semu.

Akhirnya, kita bisa menyimpulkan satu hal, yakni posisi gender perempuan mungkin akan selamanya mendapatkan perlakuan subordinat dari masyarakat luas. Hal ini sudah tentu karena perempuan selalu dikonstruksi sebagai pihak yang paling lemah dan harus dilindungi. Maka dari itu, hanya ada satu cara juga untuk bisa melawannya, yakni dengan terus menerus melakukan emansipasi, demi mendorong lebih banyak literasi digital mengenai keseimbangan peran.

Keseimbangan peran lewat literasi digital diharapkan dapat semakin membuka banyak mata, bahwa posisi; peran; dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki sama pentingnya di dalam masyarakat, dan mereka hanya dipisahkan oleh perbedaan biologis saja. Secara organik, keseimbangan peran akan membawa dampak baik, mulai dari kesehatan secara sosial; kesehatan ekonomi, kesehatan industri dan kayanya inovasi. Jadi, apakah kita akan mulai sekarang juga?

Daftar Pustaka:

Lefebvre, H. 2015. Seri Panduan Marxisme.Yogyakarta. JALASUTRA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun