Namun, seiring berkembangnya jaman dan permintaan konsumen semakin meningkat pesat, Basis dan Gidah pun akhirnya memutuskan untuk mengganti bahan baku.
Meski bahan bakunya tergantikan, namun Basis memegang prinsip untuk tidak akan pernah menghilangkan cara memasak roti kembang waru secara tradisional dari dapurnya. Hal ini dikarenakan roti buatan Basis memiliki cita rasa yang tidak tergantikan dan selalu menjadi incaran banyak turis.
Sebelum pandemi Corona menghantam Indonesia, Basis bercerita di awal tahun 2020, toko rotinya kebanjiran turis mancanegara asal Belgia dan Perancis.
Basis menjelaskan, turis-turis mancanegara sangat senang ketika mereka bersentuhan dengan sesuatu yang tradisional. Bisa itu seperti bangunan arsitektur, jalan setapak ataupun kuliner lokal yang masih menggunakan bahan baku sederhana dan cara memasaknya yang masih sangat tradisional.
“Jadi saya waktu itu turis-turis dari Belgia dan Perancis datang membawa 20 becak. Mereka itu sangat senang kalau ketemu yang seperti itu. Saya pengalaman itu pernah nenerima turis paaling jauh dari Alaska sama Rusia”, tutur Basis.
Roti kembang waru mungkin tampak seperti panganan yang mudah untuk dibuat. Namun, pengalaman dari Basis mengajarkan kita bahwa diperlukan banyak hal untuk bisa membuat roti kembang waru yang bercita rasa khas. Tanpa adanya rasa yang dicurahkan secara utuh, mungkin roti kembang waru hanya akan menjadi suatu identitas gastronomi lokal. Sehingga, penting bagi kita untuk semakin melestarikan kekayaan kuliner lokal, sebagai identitas masyarakat kebudayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H