Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Soekarno dan Kitab Kulinernya

17 Agustus 2020   07:00 Diperbarui: 18 Agustus 2020   09:00 2187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam laporan tersebut, FAO menyatakan bahwa Indonesia memiliki persediaan pangan yang rendah. Temuan dari FAO kemudian menyulut Soekarno untuk mencari strategi agar bangsa Indonesia dapat dipandang secara politis sebagai bangsa yang makmur dan kaya dari segi ketahanan pangannya. 

Sedikit untuk diulas, Production Yearbook FAO sejatinya hanya mengulas produk pangan yang jenisnya sangat umum diproduksi dan dikonsumsi dalam jumlah massal.

Kecukupan stok beras yang dimiliki oleh Indonesia menjadi perhatian utama FAO untuk mengkritik pemerintahan Soekarno yang tidak becus dalam menyediakan kebutuhan pangan yang cukup bagi rakyatnya.  

Dari sinilah Soekarno memulai proyek politiknya untuk memproduksi Mustikarasa sebagai alat tanding untuk menunjukkan jika Indonesia adalah negara yang kaya akan pangan dan tidak melulu makan nasi sebagai panganan pokok.

Lewat penandatanganan memo 98/Kabmen pada 12 Desember 1960 yang dilakukan oleh Menteri Pertanian saat itu, Brig. Djen. Dr. Azis Saleh yang ditunjukan kepada Sekretaris Djendral Pertanian, proyek untuk membuat buku Mustikarasa resmi dimulai.

Disinilah impian politik terbesar dari pemikiran Soekarno, yakni menciptakan self-reliance atau percaya kepada kekuatan sendiri dan self-supporting atau swadaya dalam memanfaatkan bahan pangan yang ada.

Self-reliance dan self-supporting sebetulnya menjadi dua misi Soekarno untuk mencari panganan pokok alternaltif yang dapat berfungsi sebagai pengganti beras sebagai makanan pokok. 

Buku Mustikarasa kemudian dijadikan alat untuk memberikan panduan dan pengetahuan bagi masyarakat supaya mereka lebih mengetahui aneka bahan pangan yang bisa menjadi pengganti beras. Semangat self-reliance adalah tidak bergantung pada beras saja sebagai panganan pokok.

Potret dapur Gudeg Yu Djum yang masih menggunakan metode memasak tradisional dengan kayu bakar| Dok. pribadi/Thomas Panji
Potret dapur Gudeg Yu Djum yang masih menggunakan metode memasak tradisional dengan kayu bakar| Dok. pribadi/Thomas Panji

Jika semangat dari self-reliance ini kemudian berjalan, maka selanjutnya Soekarno akan melaksanakan self-supporting untuk dapat memproduksi beras secara mandiri dan tidak bergantung pada negara manapun untuk mengimpor. 

Soekarno tahu betul bahwa rakyatnya sudah sangat kencaduan dengan beras sebagai panganan pokok. Alasan ini lah yang kemudian mendesaknya untuk menemukan panganan alternaltif bagi rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun