Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Senjata Biologis" Sang Sultan Agung

22 Juli 2020   08:00 Diperbarui: 22 Juli 2020   08:09 3684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan ilustrasi penyerbuan Mataram ke Surabaya | soekapoera.or.id

Mojokerto adalah salah satu daerah taklukan Mataram yang dilewati oleh Sungai Brantas yang menjadi induk bagi Sungai Mas, sungai yang menjadi sumber air baku bagi penduduk Kota Kadipaten Surabaya. 

Dalam Babad Tanah Jawi Mulai dari Nabi Adam Sampai Pangeran Purbaya karya Olthof (2016) dan dalam buku karya H.J De Graaf yang berjudul Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung (2002), Tumenggung Mangun Oneng menjadi pemimpin dalam peristiwa penaklukan Kadipaten Surabaya pada tahun 1620-1625.

Ilustrasi lukisan mengenai suasana lingkungan Keraton Mataram Islam | akarasa.com
Ilustrasi lukisan mengenai suasana lingkungan Keraton Mataram Islam | akarasa.com

Mojokerto pada saat itu adalah wilayah paling dekat dengan Kadipaten Surabaya dan berfungsi sebagai daerah pangan. Dikuasainya Mojokerto oleh Mataram dimanfaatkan dengan merusak lahan persawahan milik warga untuk memutus rantai logistik dan mendesak penduduk Kota Surabaya agar menyerah dan mengakui kedigdayaan Mataram.

Jaraknya yang dekat dengan Kadipaten Surabaya menjadikan Mojokerto sebagai tempat yang strategis untuk mendirikan pusat komando dan perkemahan pasukan Mataram. Tumenggung Mangun Oneng kemudian mendapatkan ide untuk membangun sebuah bendungan yang kelak dinamakan dengan ‘bendungan Jepara’ untuk menyumbat aliran air dari Sungai Brantas menuju Sungai Mas Surabaya (Graaf, 2002).

Bendungan ini dibuat karena Mataram perlu mencari cara lain yang lebih efektif dan jauh lebih merusak pertahanan Surabaya tanpa harus mengerahkan pasukan seperti perang terdahulu yang sering diwarnai dengan kekalahan. Menurut Rickfles (2008), pertahanan militer Surabaya di dukung oleh kekuatan meriam dan dikelilingi parit. Hal inilah yang menyebabkan kenapa pasukan Mataram selalu kalah dan perlu mencari cara lain.

Strategi ‘bendungan Jepara’ yang diusulkan oleh Tumenggung Mangun Oneng terbuat dari potongan kelapa dan bambu yang ditumpuk bersusun dari dasar hingga ke permukaan sungai. Saat air sungai sudah tersumbat, pasukan Mataram kemudian memasukan bangkai hewan yang dapat menyebabkan bau busuk dan penyakit seperti diare serta mengikatkan buah aren pada batang pohon bambu yang dapat mengakibatkan penyakit gatal-gatal.

Tercemarnya Sungai Mas oleh ‘senjata biologis’ sang Sultan lewat taktik Tumenggung Mangun Oneng semakin memperparah keadaan masyarakat Kota Surabaya yang sebelumnya sudah dilanda wabah kelaparan karena dikuasainya jalur logistik Sukadana dan Madura oleh Mataram. Sungai yang sudah tercemar kemudian menimbulkan wabah penyakit, seperti diare, disentri, batuk dan penyakit lainnya.

Taktik ini pada akhirnya membuahkan hasil. Keadaan kondisi masyarakat Surabaya yang semakin sengsara membuat penguasa Kadipaten Surabaya, Pangeran Jayalengkra mengutus Pangeran Pekik, putra mahkotanya untuk menemui Tumenggung Mangun Oneng dan menyatakan kekalahannya atas Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1625.  Dikuasainya Kadipaten Surabaya resmi membuat Mataram semakin memiliki kedigdayaannya di bagian timur Pulau Jawa.

‘Senjata biologis’ milik Sultan Agung setidaknya dapat menyadarkan kita, bahwa perang dan penderitan memang membawa sejarah luka yang mendalam. Tetapi, tanpa adanya perang dengan senjata biologis di masa lampau, mungkin tidak akan ada aturan perang yang mengatur penggunaan senjata biologis dan ini jelas berbahaya bagi peradaban manusia. Cukup senjata biologis Sultan Agung saja yang membuat penderitaan perang di masa lampau, jangan ada lagi senjata biologis dalam perang, karena berdamai dan bersahabat itu lebih indah, percayalah.

Daftar Pustaka:
Rickfles. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Jakarta. PT Serambi Ilmu Semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun