Sebagai contoh, Haryo menjelaskan sebuah berita bencana alam. Media saat ini memiliki kapasitas untuk menyampikan informasi-informasi terkini berdasarkan update yang terjadi di lapangan. Namun, orang-orang yang membaca koran Harian Kompas pada dasarnya adalah mereka yang lebih suka menunggu perkembangan berita selanjutnya di esok hari. Sedangkan, pembaca yang ada di Kompas.id kebanyakan adalah mereka yang masih tergolong dalam usia muda namun sangat suka dengan konten-konten yang berbau serius.
Haryo juga bercerita bahwa ada sebuah fenomena unik di Kompas.id, dimana pembaca yang sebagian besar di dominasi oleh anak-anak muda ini, sejatinya sangat menggemari konten-konten opini di Kompas.id. Kebanyakan dari pembaca ini sangat berkeinginan untuk bisa menaruh tulisan opini mereka di Kompas.id.
“Kebanyakan anak-anak muda yang baca di Kompas.id itu umur sekitaran 24-30 tahunan. Memang banyak dari mereka memilih untuk membaca Kompas.id karena mereka menilai jauh lebih praktis dan efesien,” tutur Haryo.
Di akhir perkuliahan daring, Haryo kemudian menjelaskan dan menceritakan tentang apa yang ingin di capai oleh Kompas.id di masa depan. Seperti yang sudah disinggung diatas, Kompas.id akan meniru pola bisnis yang serupa seperti New York Times yang pendapatan medianya diperoleh dari pembaca yang berlangganan.
Namun Haryo kemudian menegaskan bahwa pendapatan media dari pembaca berlangganan pada dasarnya tidak akan berhasil jika media tidak menciptakan berita berdasarkan orientasi yang diinginkan oleh pembaca. Haryo kemudian bercerita bahwa New York Times bisa demikian karena mereka berhasil menciptakan berita-berita yang berorientasi kepada kepentingan dan kebutuhan pembacanya.
Kemudian, Haryo membuktikan hal tersebut dengan mengajak untuk melihat kolom komentar yang ada di New York Times. Ia menjelaskan bahwa interaksi antara pembaca dengan media itu sangat kritis dan aktif, bahkan hanya dari komentar saja mereka bisa membuat sebuah artikel berita baru. Sehingga dengan demikian pembaca lebih mendapatkan esensi dan manfaat beritanya bagi kehidupan mereka.
Di samping berhasilnya menjaring atensi dan daya kritis pembaca di kolom komentar, hal yang tidak kalah penting adalah menciptakan gathering antara pembaca dengan wartawan yang menulis sebuah berita. Menurut Haryo, gathering dinilai menjaid sebuah sikap yang positif dan solutif karena pembaca dapat berinteraksi, berdikusi, bertukar pikiran dan bahkan dapat menciptakan berbagai macam kemungkinan-kemungkinan baru dalam sebuah peliputan berita.
Sebagai contoh yang sederhana, Haryo menjelaskan bahwa gathering kegiatan g bisa dilakukan ketika wartawan menyambangi sebuah daerah tertentu dan kemudian masyarakat dan wartawan sepakaat untuk membuat sebuah forum diskusi yang santai namun berbobot. Dengan demikian, pembaca yang berlangganan akan merasakan dampak yang luar biasa. Tidak hanya berasal dari membaca berita saja, tetapi juga ada diskusi nyata yang bisa di utarakan yang semoga bisa membentuk sudut pandang yang kebaruan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H