“Saat ini, jenazah dari Ki Ageng Mangir dimakamkan di makam raja Mataram Kotagede. Kuburannya pun juga unik, karena sebagian badan kuburan masuk ke areal komplek dan sisanya keluar area komplek,” cerita Pajarno.
Laweyan Putih dan Empat Bahasa Asing
Watu Gilang sebagai singgasan raja dan peninggalan sejarah mungkin selalu digambarkan sebagai tenpat yang sakral dan menakutkan. Namun siapa sangka, dibalik semua hal tersebut Watu Gilang pernah menjadi saksi bisu dari sebuah ikatan persahabatan antar bangsa yang ditandai dengan empat buah tulisan bahasa asing yang masih menjadi teka-teki hingga sekarang.
Pajarno kemudian menceritakan kepada saya perihal empat bahasa asing tersebut. Pajarno sendiri mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui pelafalan dan arti dari empat bahasa asing tersebut.
Menurut travel.tempo.co (Rudiana, 2019), ke-empat bahasa asing itu masing-masing ditulis secara melingkar dalam bahasa Belanda (ZOO GAT DE WERELD); bahasa latin (ITA MOVETUR MUNDUS); bahasa Perancis (AINSI VA LE MONDE) dan bahasa Italia (COSI VAN IL MONDU). Ke-empat kalimat itu pada dasarnya memiliki kesamaan arti yakni “demikianlah perubahan dunia”.
Pada bagian tengahnya terdapat tulisan Latin “AD AETERNAM SORTIS INFELICIS” yang artinya “untuk memperingati nasib yang kurang baik”. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana bisa ada beberapa tulisan bahasa asing diatas sebuah singgasana raja yang sakral?
Pajarno kemudian mulai menceritakan sejarah dari kehadiran tulisan asing ini. Dahulu (tidak disebutkan tahunnya) Panembahan Senopati sangat gemar untuk bermeditasi di pantai selatan.
Saat sedang bermeditasi, kemudian Panembahan Senopati menemukan ada dua orang terdampar di pantai selatan. Dua orang tersebut berkulit putih dan kemudian beliau menganggap bahwa dua orang kulit putih itu adalah laweyan putih atau orang asing berkulit putih yang tidak diketahui dari mana asalnya.
Singkat cerita, dua orang asing yang terdampar ini terlihat sangat sekarat. Kemudian, Panembahan Senopati membawa dua orang asing tersebut untuk dirawat dan dipelihara di Kotagede sampai keadaan mereka pulih.
Setelah sekian lama menetap di Kotagede, dua orang asing ini kemudian menjelaskan asal usul mereka kepada Panembahan Senopati. Dua orang asing ini menurut cerita Pajarno berasal dari Portugis dan Italia.