Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Peran Media dalam Membentuk Perilaku Panic Buying

14 April 2020   08:00 Diperbarui: 7 Juli 2021   07:01 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di lain hal selain breaking news, berita harian pun juga sering menampilkan berbagai macam pemberitaan penting mengenai penyebaran wabah Covid-19 yang tak jarang juga dapat menimbulkan rasa cemas dan khawatir. Seperti berita yang ditulis oleh Suprapto (wartakota.tribunnews.com) menyebutkan bahwa jika peneliti dari China telah menemukan sebuah fakta baru dari Covid-19 dimana virus ini bisa bermutasi dan mampu bertahan selama 49 jam. 

Lalu ada juga berita yang ditulis oleh Azzanela (kompas.com) yang menyebutkan jika saat ini WHO menganjurkan semua orang untuk menggunakan masker selama diluar ruangan. 

Adapun juga berita yang ditulis oleh Arnani (kompas.com) yang menyebutkan bahwa penularan virus Covid-19 saat ini tidak hanya berasal dari droplet batuk dan bersin tetapi bisa datang dari orang ketika berbicara atau bahkan saat bernapas dan juga berita-berita lainnya.

Susanna Indrayani, pemilik toko yang viral karena menolak panic buying | kompas.com
Susanna Indrayani, pemilik toko yang viral karena menolak panic buying | kompas.com

Berita-berita yang seperti itu pasti akan menciptakan rasa takut dan cemas bagi masyarakat. Sehingga hal ini mengakibatkan masyarakat mengkonsumsi berita secara searah tanpa memperdulikan berita yang lain yang sejatinya bisa membantu masyarakat untuk bisa berpikir dan bertindak secara bijak dalam menghadapi situasi yang terjadi. Situasi seperti ini bisa semakin kacau jika faktor dari massa komunikan yang saling terpisah itu terjadi. 

Tanpa adanya kegiatan diskusi dan bertukar pikiran antara komunikan, maka tindakan panic buying bisa saja terjadi karena setiap orang ingin berlomba-lomba untuk bisa bertahan hidup dan mengkontrol situasi ditengah sebuah keadaan yang tidak menentu. 

Sebagai contoh, seperti berita yang ditulis oleh Maullana (kompas.com), pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo beserta di damping oleh Menteri Kesehataan Terawan Agus Putranto mengumumkan secara resmi kasus pertama dari virus corona didalam negeri. Sontak, akibat dari pemberitaan itu akhirnya banyak sekali orang datang berbondong-bondong untuk membeli berbagai macam barang kebutuhan pokok seperti mie instant, beras, biskuit dengan kebutuhan lainnya.

Adanya tindakan panic buying praktis akan menimbulkan banyak masalah, seperti terciptanya kelangkaan barang, inflasi, dapat memicu penjarahan, tindakan penimbunan semakin marak dan lainnya. 

Kegiatan diskusi dan bertukar pikiran pada hakikatnya memiliki peran dan fungsi yang sangat penting, yakni untuk dapat menciptakan semangat gotong royong, membuat suasana tidak gaduh, memastikan setiap orang masih bisa makan dengan layak, menjamin semua orang bisa hidup sehat dengan anjuran-anjuran pola hidup sehat dan lainnya. 

Sehingga, kesimpulan yang bisa ditarik adalah media massa dan online memiliki peran yang besar untuk memicu sebuah tindakan panic buying. Percayalah, tindakan panic buying bukanlah jalan keluar yang tepat untuk bertahan hidup. Namun, dengan bekerjasama dan gotong royong, kita bisa bersama-sama keluar dari masalah ini dengan mantap dan percaya diri.

Daftar Pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun