Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Peran Media dalam Membentuk Perilaku Panic Buying

14 April 2020   08:00 Diperbarui: 7 Juli 2021   07:01 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Status dari penyebaran pandemi wabah Covid-19 memang sudah sangat mengkhwatirkan di Indonesia. Berdasarkan data yang dikutip dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, sampai dengan hari Jumat (10/4/2020) sudah ada sekitar 3.296 pasien yang dinyatakan positif dengan komposisi, 252 pasien sembuh dan 280 pasien meninggal dunia. Tingginya angka trend pasien positif dan mortalitas ini kemudian menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa memang penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.

Tingginya angka infeksi dan juga mortalitas ini kemudian menciptakan banyak sekali perubahan dalam sendi kehidupan dan aktivitas masyarakat. Salah satunya adalah pemberlakukan social distancing dan penerapan sejumlah kebijakan, seperti merumahkan segala bentuk dan aktivitas masyarakat layaknya bekerja, belajar dan beribadah. 

Kebijakan-kebijakan seperti ini memang akan membawa dampak yang positif untuk mengurangi penyebaran virus, namun apakah memang selalu demikian? Pembatasan gerak sosial dan merumahkan segala aktifitas masyarakat tentu akan menimbulkan banyak konsekuensi, termasuk timbulnya perasaan insecure dari masyarakat untuk tidak meninggalkan rumah. 

Perasaan insecure ini kemudian diikuti dengan sikap masyarakat untuk bertahan lebih lama dirumah dengan cara membeli segala macam produk-produk penunjang dalam jumlah yang sangat besar dan kemudian disimpan sebagai persediaan dalam jangka waktu yang lama. Tindakan seperti ini lebih populer dikenal oleh masyarakat sebagai tindakan panic buying. 

Panic buying menurut Harahap (2020) dimaknai sebagai jenis perilaku yang ditandai dengan peningkatan secara cepat dalam volume pembelian yang biasanya dapat menyebabkan harga suatu barang meningkat dan berpotensi menimbulkan inflasi. 

Panic buying pada prinsipnya murni terjadi karena adanya ransangan psikologis atas perasaan stress, emosi dan ketidakpastian sehingga masyarakat melakukan tindakan tersebut semata-mata untuk bisa mengkontrol situasi dan keadaan yang sedang dihadapi. 

Ada banyak faktor kuat yang bisa memantik perilaku seperti ini. Salah satu faktor itu datang dari peran serta media massa dan online yang membentuk serta merangkai berita-berita mengenai wabah Covid-19 yang tak jarang menimbulkan rasa gelisah, stress dan perasaan tidak mengenakan lainnya.

Pada dasarnya media massa maupun online memiliki kekuatan dan legitimasi untuk mampu mendikte kita dengan cara membuat kita mudah sekali percaya dengan segala macam berita-berita yang mereka produksi tanpa kita harus repot-repot untuk melakukan verifikasi data dan informasi atas berita-berita yang kita konsumsi. 

Kekuatan dan legitimasi yang dimiliki oleh sebuah media biasanya tertuang dalam banyak hal, seperti nama dari perusahaan media, kekuatan jaringan yang dimiliki, peringkat rangking yang dimiliki oleh suatu perusahaan media tersebut dan faktor-faktor lainnya. 

Selain didukung oleh berbagai macam faktor yang demikian, bagi orang-orang yang pernah belajar mengenai ilmu komunikasi dan media, ada sebuah teori yang seringkali dipakai oleh media untuk dapat menciptakan rasa percaya dan membentuk sikap tertentu secara instan di masyarakat dengan isu tertentu yang digunakan secara kontinu oleh media. Teori itu bernama teori jarum hipodermik.

Ilustrasi dari teori jarum hipodermik | slideshare.net/iainbruce
Ilustrasi dari teori jarum hipodermik | slideshare.net/iainbruce
Teori jarum hipodermik adalah sebuah teori yang menjadi konsep awal untuk melihat fenomena mengenai efek komunikasi massa pada tahun 1970-an. Onong Uchjana (2003, hal. 84) menyebutkan bahwa secara harafiah, kata hipodermik memiliki arti “di bawah kulit”. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun