Selain komunikasi, asas kekeluargaan dan gotong royong di dalam koperasi menurut analisis Ngudidapat mendorong tumbuhnya serta terwujudnya inovasi dan kontribusi dari anggota koperasi untuk menemukan suatu ide yang mampu menjawab permasalahan konsumen dan mampu mengikuti perkembangan zaman. Sebagai contoh, di era digital seperti sekarang, beberapa koperasi telah membuat akun-akun media sosial yang bertujuan menjadi etalase dari produk-produk yang dijual.Â
Adapun beberapa koperasi juga telah membuat terobosan unik, seperti membuat layanan simpan pinjam online selayaknya sistem m-banking, membuat aplikasi layanan antar barang, dan lainnya. Adanya inovasi-inovasi seperti ini dapat mempermudah pelayanan koperasi, mempermudah pengecekan data keuangan, dan dapat memperkaya citra dari koperasi yang sering mendapat stigma miring dari masyarakat sebagai cara berekonomi yang usang.
Untuk dapat menciptakan dan mengembangkan inovasi-inovasi yang kreatif dan berbeda, Ngudi menyatakan bahwa koperasi butuh sokongan tenaga dan ide dari anak-anak muda, khususnya generasi Z yang terkenal dengan daya kreativitas digitalnya, guna memajukan inovasi dan inspirasi koperasi agar adaptif dalam persaingan digital. Anak-anak muda sendiri menurut Ngudi masih mempunyai kertarikan yang cukup besar sebetulnya untuk bergabung serta belajar tentang dunia koperasi.
Ketertarikan itu muncul dari banyaknya anak-anak muda di beberapa daerah di Yogyakarta yang ingin menocba belajar untuk bisa menjadi seorang entrepreneur. Namun, menurut Ngudi, koperasi bukanlah suatu bentuk kegiatan usaha yang bisa menghasilkan jiwa-jiwa entrepreneur yang saat ini menjadi goals utama anak-anak muda generasi Z, karena faktanya mentalitas entrepreneurship sendiri lebih mengarah pada menciptakan jiwa-jiwa penguasaha yang lekat dengan kompetisi, berbanding terbalik dengan koperasi.
"Kalau pola pikirnya kayak gitu, sama aja kita mengarahkan mereka ke bentuk ekonomi kapitalis, artinya mereka kaya sendiri, besar sendiri, dan berkuasa sendiri. Koperasi ga seperti itu, karena yang selalu ditekankan adalah semangat gotong royong, musyawarah, keterbukaan,dan kekeluargaan, jadi ya memang konteks bisnisnya adalah bisnis bersama atau bisnis yang semangatnya gotong royong," tutur Ngudi.
Permasalahan soal salah paham dan salah tafsir dari anak-anak muda mengenai koperasi masih sering terjadi. Menurut Ngudi, anak-anak muda ini harus diberikan pemahaman jauh lebih dalam dan mendasar, khususnya terkait dengan apa itu koperasi, esensi dari koperasi itu apa, apa perbedaan antara koperasi dengan bisnis pada umumnya, dan bagaimana seharusnya mereka bersikap dan bertindak ketika bekerja atau berkarya pada sebuah koperasi.Â
Ngudi menegaskan bahwa setiap anak-anak muda yang sungguh-sungguh ingin bergabung dan ingin terlibat dalam dinamika koperasi, pertama-tama harus memahami dan belajar terlebih dahulu dasar-dasar dari koperasi, semangat koperasi, tujuan koperasi, bagaimana cara koperasi bekerja, dan yang terpenting adalah tidak asal ikut-ikutan orang lain. Hal ini bertujuan agar tidak ada salah kaprah dalam memandang dan memahami koeprasi sebagai suatu unit usaha ataupun strategi dalam berekonomi.
Sebagai aktivis koperasi, Ngudi menjelaskan soal hal unik dari sebuah koperasi. Menurut pengalamannya, koperasi adalah bentuk usaha yang sebetulnya tidak akan mengalami kebangkrutan atau pailit. Alasannya adalah karena koperasi selalu mendapatkan suntikan uang setiap bulannya, melalui beban kewajiban simpanan wajib dan simpanan pokok atau kewajiban-kewajiban lainnya yang harus dipenuhi oleh setiap anggota suatu koperasi.
Berbagai kewajiban berupa pembayaran simpanan inilah yang dapat difungsikan sebagai modal untuk melakukan inovasi atau mengembangkan strategi bisnis. Berbagai simpanan ini nantinya akan diputar untuk kepentingan usaha dan kemudian akan dikembalikan lagi kepada setiap anggota dalam bentuk insentif atau upah bagi anggota koperasi. Sampai sejauh ini, Ngudi mengakui  belum pernah mendengar apalagi melihat sebuah koperasi tutup atau bangkrut. Namun, stigma koperasi itu buruk karena korupsi.Â
"Yang saya tahu, hanya ada dua penyebab kenapa koperasi itu gagal. Yang pertama karena memang anggota dan kepengurusannya jelek serta kasus seperti halnya korupsi yang dilakukan oleh anggota koperasi," tutur Ngudi.