Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Politik Mimikri Kuliner Keraton Yogyakarta

5 November 2019   09:03 Diperbarui: 23 September 2022   18:26 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenampakan dari smoor atau semur | tasteatlas.com

Kenampakan dari smoor atau semur | tasteatlas.com
Kenampakan dari smoor atau semur | tasteatlas.com

Semur adalah salah satu kuliner khas dari Keraton Yogyakarta yang bersumber dari proses hibridasi dan mimikri budaya. Semur merupakan menu makanan yang cukup populer di era pemerintahan kolonial Belanda. Menurut Gradjito (2010), kata semur berasal dari bahasa Belanda, yakni smoor. Smoor sendiri mengandung arti sebagai teknik memasak yang mengandalkan konsep low dan slow cooking. Proses memasak secara low and slow ini karena pada saat itu belum ditemukannya panci bertekanan tinggi untuk mengempukan dan memarinasi daging secara maksimal. 

Sehingga proses memasak yang lama dan perlahan menjadi pilihan terbaik untuk menghasilkan semur yang berkualitas. Semur mengalami proses hibridasi dan mimikri budaya, utamanya dari bumbu dan rempah yang digunakan. Menurut Rizal dalam Sari (2011) dan Gardjito (2010), smoor dan semur memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Warna hitam pekat dari smoor biasanya didapatkan dari anggur merah atau red wine, yang dituangkan ke dalam panci bekas menggoreng daging smoor, yang selanjutnya dicampur dengan pasta tomat serta kaldu dasar atau mirepoix, yang terbuat dari wortel, celery, bawang putih, bawang bombai, dan tulang sapi. 

Sedangkan, warna hitam pekat semur berasal dari kecap manis, yang pada awalnya merupakan produk kuliner asimilasi dari kebudayaan dapur Tionghoa dengan kedelai hitamnya dan kebudayaan dapur orang Nusantara yang terkenal dengan aneka rempah semerbak serta aneka produk gula dari pohon aren atau nira (Rizal dalam Agmasari, 2016). Selain itu, semur Indonesia juga identik dengan penggunaan rempah-rempah segar, utamanya kayu manis, cengkeh, pala, kembang lawang, dan lada hitam. Saat ini, kita dapat menemukan semur dalam berbagai variasi, yakni semur ayam, semur glatik, semur sapi, semur lidah, dan lainnya. 

2. Zwaart-Zuur (Suwar-Suwir)

Kenampakan dari zwaart-zuur atau suwar-suwir yang terbuat dari daging bebek | pisangsusu.com 
Kenampakan dari zwaart-zuur atau suwar-suwir yang terbuat dari daging bebek | pisangsusu.com 

Apakah pembaca pernah mendengar istilah suwar-suwir? Ya, suwar-suwir pada dasarnya merupakan bahasa serapan dari bahasa Belanda, yakni zwaart-zuur dan merupakan makanan yang mengalami hibridasi serta mimikri budaya. Menurut Gardjito (2010), masyarakat Jawa kesulitan untuk melapalkan nama zwaart-zuur, karena dalam bahasa Jawa secara mayoritas tidak mengenal abjad Z tapi abjad S, sehingga menjadi suatu kesulitan tersendiri bagi mereka untuk mampu melapalkan nama tersebut. Maka dari itu, masyarakat Jawa memilih untuk menyebutnya dengan bahasa perasan yang jauh lebih mudah, yakni suwar-suwir.  

Suwar-suwir pada dasarnya mengacu ke suatu teknik memasak, yakni mencincang suatu bahan makanan yang sudah diolah sebelumnya, biasanya merupakan produk hewani yang telah dimasak sebelumnya, seperti direbus, digoreng, dikukus, atau dipanggang yang kemudian cacah dengan menggunakan pisau atau tangan sampai berbentuk seperti serat-serat daging yang cukup halus untuk dikunyah. Sehingga, bisa dipahami jika suwar-suwir bukan nama menu makanan, namun dia merupakan teknik memasak untuk dapat menghasilkan suatu bentuk masakan tertentu. 

Awalnya, zwaart-zuur atau suwar-suwir dibuat dari daging bebek bagian dada yang digoreng atau dipanggang dan kemudian dipotong dalam ukuran kecil memanjang secara horizontal. Zwaart-zuur awal mulanya dalam membuatnya sama seperti membuat smoor, yakni dengan menggunakan red wine, pasta tomat, rempah-rempah, dan kaldu sapi. Namun, dalam perkembangannya, zwaart-zuur (suwar-suwir) berkembang menjadi menu makanan yang semakin beragam dan lebih dekat dengan masyarakat lokal, yakni suwar-suwir ikan, suwar-suwir ayam, suwar-suwir sapi, suwar-suwir kambing, dan lainnya. 

3. Biefstuk (Bistik)

Kenampakan dari bistik atau biefstuk | tribunnews.com
Kenampakan dari bistik atau biefstuk | tribunnews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun