Bandung - Ketupat dan leupet adalah makanan yang menjadi ciri khas di hari raya Idul Fitri bagi umat Muslim. Biasanya orang-orang hanya membuat ketupat di bulan Ramadhan menjelang idul Fitri.
Namun, berbeda dengan Blok Kupat yang berlokasi di RW13 Kelurahan Babakan. Di daerah tersebut mata pencaharian utama warganya adalah dengan memproduksi ketupat dan leupet.
“Disini mah setiap hari buat ketupat untuk dijual dan dieksport keluar,” Kata Ibu Neni selaku ketua RT 06 di Blok Kupat.
Warga Blok Kupat biasanya membuat kupat dari bahan mentah hingga siap untuk disantap. Harga jualnya mulai dari Rp 8,00 – Rp 1,000.
“Kalau hari Lebaran, kalau jualannya lagi bagus paling dikit biasanya nerima pesanan sampai 5000 buah ketupat,” Tutur Pak Topa selaku pengrajin Ketupat di Blok Kupat.
Awal dari membuat ketupat atau leupet adalah membuat cangkang atau wadahnya terlebih dahulu. Wadah tersebut terbuat dari daun kelapa muda atau biasa disebut janur. Daun ini biasa didapatkan dari daerah Cianjur dan Tasikmalaya.
Setelah daun janur dipotong, dimulailah proses pembuatan wadah ketupat. Prosesini membutuhkan keahlian khusus dan kecekatan tangan untuk membentuk wadah ketupat.
Jika wadah sudah siap, tahap selanjutnya adalah memasukkan beras ke wadah tersebut. Beras yang digunakan biasanya adalah beras Vietnam . Alasan beras jenis tersebut digunakan adalah karena lebih pulen dibanding beras biasa.
Ketupat atau leupet harus diisi beras hingga ½ penuh. Hal ini bertujuan agar ketika dimasak nanti beras akan mengembang pas seukuran dengan wadahnya.
Setelah semua ketupat atau leupet terisi. Tahap selanjutnya adalah proses perebusan. Proses ini memakan waktu hingga 7 jam. Satu kali rebusan dapat memuat hingga 1,000 hingga 1,300 ketupat.
Jika ketupat sudah matang, barulah dikirimkan sesuai dengan alamat pesanan.
Selain menjadikan tradisi Ngupat dan Ngaleupet ini sebagai sumber mata pencaharian utama. Warga Blok Kupat RW 13 Kelurahan Babakan ini juga menjadikannya sebagai hiburan.
“Bahkan 17 Agustus aja ada lombanya, biasanya warga buat ketupat sambil jalan di jalanan. Yang paling banyak buat dia yang menang,” Ucap Bu Nani selaku warga lokal.
Semangat serta kegigihan para warga Blok Kupat dalam melestarikan budaya mereka secara turun temurun adalah hal yang patut kita contoh.
Zaman boleh bergerak maju, namun tradisi harus tetap dijaga.