Kelompok 3: Sekolah Anda relatif homogen. Ada calon siswa dari aliran agama atau kepercayaan minoritas yang oleh sebagian orang dituduh sesat. Apakah akan diterima?
Kelompok 4: Pemilihan ketua OSIS. Salah satu kandidat kuat adalah siswa dari agama minoritas. Beberapa orang keberatan dan menginginkan ketua OSIS itu berasal dari agama mayoritas.
Pada kegiatan ini, setiap mahasiswa dalam suatu kelompok ada yang berperan sebagai kepala sekolah yang demokratis tapi plin plan, pihak yayasan yang birokratis, guru yang kreatif tapi sibuk, ketua forum orang tua yang konservatif, dan siswa yang eksploratif. Adapun kelompok 5 bertugas sebagai observer dan komentator dari permainan peran masing-masing kelompok. Pada akhir permainan peran, mahasiswa diminta untuk berdiskusi dan merenungkan terkait perbedaan di sekolah, hambatan yang muncul, dan bagaimana menangani hambatan sehingga tercipta kebhinekaan di sekolah.
Topik 5
Pada topik terakhir ini membahas bagaimana kita dapat menuju sekolah yang damai, tentunya kita sebagai guru mendambakan lingkungan sekolah yang damai bagaimana menciptakan suasana kelas menjadi nyaman bahkan untuk menciptakan sekolah yang maju dan damai banyak sekali pertimbangan yang harus diputuskan dengan bijaksana. Untuk menjaga kedamaian sekolah diperlukan peningkatan kapasitas dan mengurangi kerentanan sehingga risiko sekolah yang tidak damai menjadi lebih kecil. Ancaman dan kerentanan tersebut dapat berasal dari faktor internal maupun eksternal, namun ancaman tidak dapat dikendalikan sedangkan kerentanan dapat dikendalikan. Dengan keseimbangan tersebut maka akan menciptakan lingkungan sekolah yang damai. Sekolah yang damai adalah sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan, dan menciptakan budaya damai, sehingga dengan adanya sekolah yang damai memiliki kerentanan yang rendah dari diskriminasi, pemaksaan, ujaran kebencian, kekerasan, dan lainnya. Maka dari itu, dalam keperluan menciptakan, membangun, dan menjaga perdamaian, dibutuhkan peran aktif dari guru, orang tua, masyarakat, serta siswa dalam menciptakan lingkungan sekolah yang damai.
PenutupÂ
Pesan yang dapat mahasiswa ambil dari diadakannya diklat tersebut yakni kami sadar bahwa keberagaman bukanlah untuk saling memisahkan, tetapi untuk saling memberi warna dan melengkapi kekurangan satu sama lain. Berbagi rasa adalah jembatan untuk mengenali, memahami, dan akhirnya tumbuhlah rasa empati, kasih sayang serta sikap toleransi didunia yang penuh keberagaman ini. Harapannya kedepan ketika sudah terjun di masyarakat, mahasiswa sebagai generasi bangsa dapat menjadi role model bagi lingkungan sekitar dalam menggalakkan sikap-sikap penuh toleransi dan saling menghargai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI