Mohon tunggu...
Ilham Tiswan
Ilham Tiswan Mohon Tunggu... Freelance Programmer -

Lakukan Segala Sesuatu Semaksimal Mungkin Sebelum Datang Penyesalan Di Akhir Perjalanan Kita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

PHD...

21 Januari 2016   20:54 Diperbarui: 21 Januari 2016   21:12 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebelumnya pasti sudah tidak asing bagi anda mendengar kata PHD, apakah phd itu? PHD yang saya maksud disini bukanlah PHD yang anda bayangkan atau mungkin anda berpikir itu adalah akronim dari Pizza Hut Delivery. Mohon maaf sebelumnya akan tetapi PHD yang saya maksud pada artikel bukan itu melainkan PhD yg merupakan salah satu jenis gelar yang di dapat melalui jenjang pendidikan Strata 3 (S3). Lalu apakah beda nya dengan gelar Doktor? Tentu beberapa dari pembaca akan terpikirkan pertanyaan tersebut, oleh karena itu mari kita lanjutkan pada pembahasan lebih lanjut mengenai PhD.

1. Apakah PhD itu?

PhD atau panjangnya Doctor of Philosophy merupakan gelar yang diberikan pada seseorang yang telah menyelesaikan studi tingkat doktoral (strata 3). Dari gelarnya dapat dilihat bahwa orang dengan gelar ini -seharusnya- berkemampuan dan berkemauan untuk menjadi seorang doktor (dalam bahasa aslinya berarti pengajar / guru) dan menguasai bidang ilmunya secara mendalam. Tidak sekedar tahu rumus-rumus dan metode-metode, tetapi mengerti benar dasar, tujuan, dan alasan dari semua rumus dan metode tersebut. Salah satu definisi lain, yang rasanya tidak salah, menyebutkan PhD sebagai Permanent Head Damage.

2. Apa bedanya gelar PhD dengan Doktor?

Tergantung bidang ilmu dan jenis studinya, ada macam2 gelar doktor, misal PhD, ThD, Doctor of … dst. Dalam penggunaan sehari2, kita menyapa orang dengan Dr A, Dr. B, bukan A, PhD. Embel2 PhD hanya disertakan di keperluan surat menyurat resmi. Atau di surat undangan nikah dan iklan kematian, kalau kamu orang Indonesia.

Di Indonesia, perbedaan PhD dan Doktor menjadi penting karena universitas2 di Indonesia belum diakui secara internasional untuk menganugerahkan gelar PhD pada seseorang. Itu sebabnya gelar yang diberikan kalau lulus S3 dari univ di Indonesia adalah Doktor, dan bukan PhD. Beberapa dosen saya di ITB dulu ga pernah mau gelarnya ditulis Doktor. Maunya PhD. Enak aja, kata mereka, sekolahnya susah buat dapet PhD!

3. Ngapain aja studi PhD itu?

Sama seperti anak TK: belajar membaca, menulis, berhitung. Yang terakhir ini bahkan tidak perlu untuk bidang studi tertentu.

Studi PhD biasanya ditempuh dalam waktu 4 – 6 tahun. Ada yang lebih singkat, kebanyakan lebih lama :D Di Civil Engineering Dept. NUS, rata-rata 5 tahun. Dengar-dengar di Purdue bisa 3.5 tahun dan di Univ. of Chicago bisa 9 tahun. 1 – 2 tahun awal biasanya diisi dengan mengambil kuliah-kuliah yang sekiranya akan mendukung penelitian dan meningkatkan peluang kelulusan dalam Qualifying Exam. Sisa masa studi digunakan untuk melakukan penelitian yang nantinya akan dituangkan dalam thesis / disertasi.

4. Apa saja tahapan-tahapan penting dalam studi PhD? 

Harus lulus Qualifying Exam. Ujian ini intinya menilai penguasaan si mahasiswa PhD akan dasar-dasar bidang ilmunya. Tidak hanya terbatas pada topik penelitiannya, tetapi juga konsep-konsep dasar lain dalam bidang ilmunya. Umumnya ditempuh dalam 1-2 tahun pertama.

Harus menyusun proposal penelitian yang jelas dan mempertahankan proposal ini di depan panel yang berisi para profesor yang dirasa ahli di bidang penelitian tersebut. Umumnya ditempuh dalam 2 – 3 tahun pertama.

Memperoleh temuan hasil penelitian yang cukup layak untuk dipublikasikan dalam jurnal internasional ataupun seminar internasional. Di Civil Eng. NUS, standarnya berkisar antara 2-3 makalah jurnal dan 2-3 makalah seminar. Mengingat jurnal-jurnal teknik sipil umumnya memakan waktu 8 bulan – 1 tahun untuk proses review dan revisi saja, menerbitkan makalah dalam jurnal bukan hal mudah. Untuk mengakali hal ini, ada mahasiswa yang mengirim makalahnya ke jurnal yang editor utamanya adalah profesornya sendiri. Yes, some of us do sink that low.

5. Apa itu penelitian?

Kalau ada yang tahu, berilah saya pencerahan!

Menurut legenda, penelitian itu upaya tiada henti untuk menemukan sesuatu yang BARU dan BERGUNA. Baru artinya di seluruh dunia belum pernah ada yang melakukan seperti yang kita lakukan. Berguna artinya kita tahu hasil penelitian ini bakal dibuat apa nantinya, bukan sekedar untuk memuaskan keingintahuan saja.

Untuk bidang engineering, tidak perlu sampai menemukan rumus baru atau material baru. Yang umum dilakukan adalah menyusun metode baru untuk menghitung / mengukur sesuatu, memperbaiki metode yang sudah ada, menerapkan metode yang sudah ada untuk memecahkan kasus yang di seluruh dunia dari jaman Nuh sampai sekarang belum berhasil dipecahkan, atau combine two methods in a smart way (kata profesor saya).

6. Darimana datangnya topik penelitian?

Umumnya mahasiswa PhD sudah punya ketertarikan pada topik tertentu (dalam skala luas). Dari ketertarikan inilah kami memilih universitas / profesor  yang kira-kira sesuai. Meskipun ada pertimbangan lain, misal universitas yang menawarkan beasiswa menggiurkan. Lalu topik yang lebih dalam dan spesifik akan muncul dari hasil membaca kira-kira 100 makalah selama 1 – 2 tahun, diskusi dengan profesor, dan juga disesuaikan dengan proyek penelitian profesor saat itu, yang umumnya didanai oleh pemerintah atau industri.

7. Apa kegiatan sehari-hari mahasiswa PhD?

Bervariasi tergantung universitas, bidang studi, dan profesor.

Sebagai ilustrasi, jadwal sehari-hari saya diisi dengan melakukan perhitungan, termenung melihat hasil perhitungan yang aneh dan tidak sesuai teori, membaca makalah dan buku untuk mengecek teori dan mengecek apa ada  orang yang sudah mendului saya memecahkan hal ini, berdiskusi dengan prof tentang hasil dan langkah selanjutnya, gembira kalau sebab keanehan ditemukan, menulis makalah, di tengah menulis sadar bahwa hasil saya kurang, balik menghitung lagi, menulis, revisi sekitar 5x dari prof, datang kuliah, membuat tugas kuliah, mengajar tutorial untuk anak2 S1, mengoreksi tutorial, datang seminar khususnya yang ada makan gratis. Semua kegiatan ini umumnya memakan waktu dari 9 am – 8 pm (dipotong waktu makan dan bingung).

8. Berapa ratio kelulusan program PhD?

Yang jelas tidak 100%. Pernah dengar dari teman katanya 50-50. Hiii. Tapi selama 2 thn saya menjadi mahasiswa PhD, memang melihat beberapa teman yang memutuskan mundur (atau diputuskan oleh Prof). Merasa tidak cocok dengan kehidupan sehari-hari yang isinya berpikir, merenung, membaca, menulis,  berhitung, dan bingung. Merasa ingin bekerja yang hasilnya lebih nyata. Insinyur sipil yang kerja di konsultan, begadang 3 malam menghasilkan perhitungan struktur. Yang kerja di kontraktor, kerja keras tahu-tahu gedungnya jadi. Bagi mahasiswa PhD, begadang berujung …. makalah, yang kadang pun ditolak oleh jurnal.

9. Jadi apa setelah lulus PhD?

Oh macam-macam. Yang masih cinta proses belajar mengajar dan meneliti, jadi researcher di universitas atau lembaga-lembaga riset. Yang mau lebih praktis, jadi staf R&D di perusahaan besar (sebab perusahaan kecil ga ada R&D nya). Yang udah muak (“no more research” kata teman satu lab saya) bisa kerja di industri sesuai bidang ilmu masing-masing. Contohnya, PhD on Civil Eng. bisa kerja di konsultan struktur atau bahkan kontraktor. Yang bahkan merasa muak dengan bidang studinya, bisa jadi pengusaha, agen properti (ada ini beneran), bintang sinetron (ini juga ada), atau bahkan komikus (yang ini bukan dari civil eng sih). 

10. Apa parameter seorang PhD yang baik?

Menurut wejangan yang saya terima dari para Begawan: menguasai konsep dasar bidang ilmunya, sangat menguasai topik penelitiannya, megikuti perkembangan terkini bidangnya, dapat menemukan topik-topik penelitian yang berguna untuk kehidupan dan dapat menyumbangkan solusi bermutu dalam topik tersebut.

Menurut khalayak umum (yang menurut saya tidak tepat): banyak menulis makalah dan ikut seminar dimana-mana. Lulus dalam 3 tahun.

11.Senangkah menjadi mahasiswa PhD?

Tidak senang kalau hasil perhitungan aneh. Lebih tidak senang lagi kalau sudah begitu, prof mengkritik. Paling tidak senang saat bingung tidak tahu langkah selanjutnya. Merasa tidak berguna saat paper ditolak atau dikritik tajam.Kadang merasa aneh saat teman seangkatan di SMA atau S1 sudah jadi manager, mencicil rumah dan mobil, nikah dan punya anak, sedangkan kita masih berstatus mahasiswa.

Senang saat tahu teman yang sudah lulus PhD dapat gaji gede (ok, we’re still human). Senang saat anak S1  yang diajar mengerti hal baru. Senang saat perhitungan yang sulit dapat dipecahkan. Senang sekali saat dapat mengerti hal baru tanpa diajari siapa-siapa. Senang saat paper diterima. Senang saat melihat profesor yang bermutu –sampai tua terus belajar, masih semangat mengajar dan meneliti– dan membayangkan suatu hari kelak saya akan menjadi seperti itu.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun