"Saya harus sukses dan berprestasi. Sebab TUHAN sudah membuktikan dukungannya melalui banyak keajaiban" - DR. (HC) Ir. Ciputra @ The Entrepreneur; The Passion of My Life
 SAAT seseorang dalam suasana batin riang dan gembira, maka secara alamiah dan ilmiah, badan pun turut merayakan dan menghadiahinya dengan melepaskan hormon endorfin dan adrenalin. Hormon yang bertugas untuk meningkatkan daya tahan tubuh (endurance), kesadaran dan motivasi diri; agar fisik dan psikis senantiasa dalam kondisi terjaga, tetap fokus serta konsentrasi.
Dengan demikian, sekiranya dalam proses belajar dijumpai adanya beragam kendala (kesulitan), jika didekati dan dihadapi dengan suasana riang gembira, maka badan dan batin tidak mudah lelah dan mudah menyerah. Sebaliknya, justru semakin terpicu dan terpacu (tertantang) untuk belajar lebih giat, lebih dan lebih lagi. Â
Ringkasnya, proses belajar akan memberikan dampak positif apabila atmosfir belajarnya menggembirakan; secara internal (fisik dan psikis), murid telah siap untuk menerima dan menyerap materi belajar secara optimal. Ibarat spons menyerap air. Diri ini senantiasa menjadi haus akan ilmu dan pengetahuan, serta rindu untuk meluaskan wawasan; yang nantinya berkontribusi positif bagi tumbuhkembangnya kecerdasan diri.
Di samping itu, secara eksternal; suasana belajar yang dipenuhi dengan keriangan dan kegembiraan secara alamiah akan mendekatkan dan merekatkan dua esensi tunggal predikat manusia sebagai Homo ludens (makhluk yang bermain), sekaligus sebagai Homo sapiens (makhluk yang berpikir).
Manusia baru menjadi manusia secara utuh ketika ia berkesempatan untuk bermain dan (sambil) belajar. Melalui kedua aktivitas tersebut, dimensi olah pikir, olah rasa, dan olah laku pada diri setiap insan niscaya nantinya akan bertumbuh dengan optimal.
Sekiranya dalam proses belajar dijumpai adanya beragam kendala (kesulitan), jika didekati dan dihadapi dengan suasana riang gembira, maka badan dan batin tidak akan menjadi mudah lelah dan mudah menyerah.
Perhatikanlah proses belajar yang berlangsung di Taman Kanak -- Kanak (TK); begitu penuh dengan dinamika, diwarnai dengan nyanyian, tarian dan tawa. Suasana belajarnya begitu luwes dan hidup. Tak dijumpai adanya kata keliru dan anak nakal di sana; yang ada adalah anak murid yang sedang dalam tahap proses belajar, bertumbuh, dan berkembang.
Setiap bentuk 'kekeliruan' dan 'kenakalan' yang dijumpai senantiasa ditempatkan dan dimaknai sebagai kesempatan bagi anak murid untuk menumbuhkembangkan setiap potensi dan keunikan personal yang dimilikinya. Proses belajar merupakan kesempatan bagi setiap pribadi untuk bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing.
Ironinya, seiring dengan perjalanan waktu, menuju ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, gambaran suasana belajar bukannya semakin semarak. Justru sebaliknya, semakin lama pancaran kegembiraan dalam proses belajar justru nampaknya semakin memudar dan meredup.
Gejalanya dapat dikenali dan terlihat, melalui: Cara penyampaian materi ajar yang hanya secara tekstual, cenderung menghafal sehingga proses belajar terasa kering tanpa makna karena ter(di)lepaskan dari konteks kehidupan riil; metode  pembelajaran yang cenderung masih berpusat pada guru seolah menjadikan guru sebagai sumber tunggal dalam proses belajar; model komunikasi yang cenderung searah (monolog) lewat ceramah nan membosankan. Ditambah lagi pemberian tugas dan pekerjaan rumah (PR) yang konon overdosis dengan dalih sebagai bahan bagi murid untuk belajar secara mandiri di rumah.
Ringkasnya, belajar tak lagi membahagiakan, nampaknya justru menjadi sebuah beban; tak lagi dihiasi dengan tawa, namun malah dengan air mata persis sebagaimana yang diulas oleh Daniel T. Willingham (2009) dalam bukunya yang berjudul Why Don't Students Like School?.
 PJJ yang berkualitas
Terkait erat dengan kualitas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), setidaknya terdapat dua pertanyaan mendasar yang perlu dan urgen untuk direfleksikan, dimaknai, dan ditindaklanjuti guna terciptanya proses belajar yang berkualitas; menggembirakan dan mencerdaskan, yakni:
Pertama, apakah para murid telah mendapatkan pelajaran yang bermutu dari guru yang bermutu? Perlu diingat bahwa nantinya bagaimana guru mengajar akan jauh lebih penting daripada apa yang diajarkan.Â
Mengingat kualitas relasi dan interaksi personal murid-guru dalam bertegur sapa, dan dalam  membangun kepercayaan akan memberikan dampak jangka panjang, bahkan kekal; karena akan diingat dan dikenang sepanjang hayat.
Kedua, apakah melalui proses belajar yang dialami, nilai- nilai keutamaan dan karakter unggul pada diri setiap murid turut serta mengalami pertumbuhan dan perkembangan?Â
Keterampilan yang dimiliki guru dalam mengajar (teaching) hanyalah akan menjadi bermakna apabila diikuti dengan semakin berkembangnya kapasitas murid dalam belajar (learning). Mengingat bahwa nantinya, kesuksesan perjalanan masa depan hidup dari para murid akan ditentukan oleh karakter; termasuk di dalamnya adalah kualitas dirinya, dan bukan oleh gurunya.
Perihal nilai keutamaan dan karakter unggul, perlu mendapatkan ekstra perhatian selama proses belajar berlangsung sebagai bentuk kesadaran dan kesungguhan kita dalam upaya menterjemahkan dan merealisasikan isi Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Bahwa sesungguhnya, proses pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan intelektual (kognitif) perlu dilengkapi dan disempurnakan dengan tertanam dan bertumbuhkembangnya sikap, mental, dan moral yang baik, seperti: kedisiplinan, tanggungjawab, kemandirian, kejujuran, dan kerjasama dalam diri peserta didik; sebagai bagian dari kompetensi abad 21 yang dibutuhkan bagi masa depan mereka.
Untuk itu dibutuhkan kesabaran; dipadankan dengan kata 'longsuffering'; kesediaan dan keikhlasan untuk memikul beban dan penderitaan dalam kurun waktu yang panjang dan lama selama mendampingi anak -- anak murid dalam proses tahapan belajar yang sedang mereka lalui.
Kiranya ungkapan  isi hati Marva Collins dalam Chicken Soup for The Teacher's Soul,  senantiasa mengingatkan kita; sebagai orangtua dan guru selaku sosok pengajar dan pendidik yang akan dikenang sepanjang hayat oleh anak murid, "Aku seorang Guru. Guru adalah seorang yang memimpin. Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku. Aku tidak berjalan di atas air. Aku tidak membelah lautan. Aku hanya mencintai anak-anak."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI