Terkait bagaimana menjaga spirit agar pijar semangat dalam belajar dan bekerja senantiasa menyala bahkan berkobar, maka merujuk pada teori performance; sebagai pelajar dan pekerja perlu sejenak mengenal dan menilai keotentikan diri dengan jujur; apakah kita termasuk dalam kategori pelajar dan pekerja yang textual performance; usaha yang dilakukan relatif hanyalah sekedar sampai pada batas minimal uraian tugas (jobdesc), yang dalam hal kedisiplinan termasuk kaum penganut datang terlambat pulang disiplin, ataukah sudah sampai pada area contextual performance; di mana dengan atau tanpa instruksi, bersedia menuntut diri untuk mau berjerihjuang melampui sekedar uraian jobdesc yang ada; dengan tulus, dan sepenuh hati mau berkontribusi lebih guna kemajuan diri dan komunitas.
Munif Chatib melalui pujian tulisnya yang dialamatkan kepada Muhsin Budiono; penulis buku The Jongos Ways mengatakan bahwa ketika seorang pekerja, dengan segala daya upaya, kreativitas dan inovasi mencoba menciptakan mutu atas pekerjaannya, maka sebenarnya ia telah bergerak ke arah profesional. Ingat, bahwa karya tidaklah mengenal pangkat dan jabatan.Â
Ia lahir atas kesadaran diri bahwa hidup adalah kesempatan untuk menghasilkan manfaat, bagi diri dan bagi sesamanya. Itulah mengapa makna predikat yang disematkan pada kata "karyawan' adalah kemampuan dari seseorang dalam menghasilkan 'karya'.
Guna menjaga agar keberlangsungan dan keberlanjutan dari produktivitas dibutuhkan disiplin diri (self discipline)Â yang tinggi. Termasuk di dalamnya terkait dengan model pembelajaran jarak jauh secara online bagi para pelajar selama masa pandemi.Â
Kasali (2015) dalam bukunya yang berjudul "Self Driving: Menjadi Driver atau Passanger?, mendefinisikan self discipline sebagai kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk bertindak tanpa terganggu oleh keadaan emosi, Â tidak dipengaruhi oleh mood, bertanggungjawab, punya kesadaran diri dan konsisten dalam meraih tujuan personal, tanpa campur tangan orang lain.
Tentunya, kesemua sikap dan karakter tersebut tidaklah otomatis terbangun dengan sendirinya. Sebaliknya, dibutuhkan latihan dan pembiasaan diri dengan penuh kesungguhan. Meski sulit, yakin tetap bisa.Â
Sekiranya kesemuanya dijalani dan dilakukan dengan ikhlas dan penuh rasa syukur, maka meminjam istilah Gede Prama (2002), niscaya kita termasuk ke dalam manusia-manusia yang tidak pernah miskin. Mengingat kaya atau miskinnya seseorang, nantinya akan terkait erat dengan seberapa baik dan seberapa bisa ia menikmati dan mensyukuri hidupnya, bukan seberapa banyak materi yang dimilikinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI