Setiap pulang ke hulu (Galela) saya selalu merekam cerita cinta dari orang-orang terdekat sebagian cerita berakhir dengan penuh khidmat, namun beberapa diantaranya harus merelakan cinta mereka terbawa arus sungai tiabo memilukan bro..
Kesukaan saya pada cerita cinta milik orang lain bisa dibilang adalah hobi terselubung yang terus saya geluti. maklum saja, sebagai pria yang minim pengalaman di Dunia percintaan, menyimak cerita cinta orang lain adalah cara saya untuk mempelajari pengalaman serta strategi merebut hati bunga desa dengan modal wajah pas-pasan.Â
Hobi terselubung itu tak ayal membikin saya menyelisik kisah cinta yang melegenda di Galela, ketika saya selisik di mesin pencari Google legenda cinta di Galela yang bertengger pada urutan teratas adalah asal mula munculnya telaga biru. Konon munculnya telaga biru berasal dari air mata Majojaru akibat meninggalnya sang pujaan hati Magodihuru diperantauan sungguh dramatis. tempat-tempat indah digalela melekat erat dengan sejumlah legenda yang sampai saat ini menjadi destinasi wisata bagi masyarakat, adanya cerita-cerita legenda tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Galela tentu memiliki kekuatan besar dalam mempromosikan destinasi wisatanya, Lantas dengan pendekatannya ? saya rasa pendekatan storynomics tourism adalah salah satu yang bisa dicoba, yaitu dengan memanfaatkan  folklore (Cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun) tersebut dijadikan sebuah narasi yang menarik, tentunya wisatawan akan sangat tertarik merasakan sensasi mandi dengan air mata Majojaru tersebut.
Mengenal daerah lewat karya.
pernah mendengar kalimat Jogja terbuat dari rindu,pulang dan angkringanÂ
Atau dan Bandung bagiku bukan cuman masalah geografis, lebih jauh dari itu, melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi".Â
penggalan dari sajak yang ditulis penyair terkemuka joko Pinurbo dan penggalan qoute pidi Baiq seniman multitalenta asal Bandung diatas mengiang-ngiang dikepala saya. Harus di akui, karya disatu sisi punya peran penting memancing banyak orang untuk mengenal dan bahkan ingin berkunjung ke daerah tertentu.Â
Bagaimana dengan Galela ? Meski banyak penyair muda, tapi bagi saya belum bisa menyaingi penyair sekaliber Muhammad Idrus djoge, yang puisinya dimasukan kedalam angkatan 66 prosa dan puisi oleh H.B.Jassin.Â
Akan sangat bijak bestari jika penggalan puisinya terpampang dan desain sedemikian rupa ditempat wisata digalela. "Jangan coba-coba lagi tebang pala cengkeh, datu moyang kan'murka dan kami kan' bangkit" adalah penggalan puisi yang saya rekomendasikan, atau kalau ingin yang bernuansa menyesakkan hati "Telponku padamu dalam bahasa Galela, kau sambut dengan logat jakartemu yang patah-patah. Menggelitik bukan ?
Saatnya Galela punya destinasi wisata bernuansa intelektual.
Lazimnya orang membicarakan pariwisata galela adalah potensi alam; pantai, gunung, dan dunia bawah laut yang eksotis. Yang aneh adalah menghubungkan penulis buku dengan destinasi wisata, aneh bukan ? Bukan. Pernah mendengar Bloomsday ?
Perayaan yang berlangsung di Dublin dan di seluruh dunia untuk menandai 16 Juni 1904, merupakan hari yang digambarkan dalam novel terkenal James Joyce, Ulysses. Hari perayaan ini diambil dari nama Leopold Bloom, karakter utama di novel terkenal Ulysses. Sejak itu di Irlandia mereka merayakan warisan Joyce yang luar biasa serta kontribusi penulis Irlandia lainnya.Â
Belajar dari perayaan bloomsday, Saya kira bukan hal berlebihan bila Galela---yang perlahan menggenjot wisata---memasukan unsur intelektual ke dalam aktivitas berwisata atau semacam mengadakan paket belajar sejarah  ditempat kelahiran penulisnya.Â
Siapa yang tak kenal M.Adnan amal penulis buku kepulauan rempah-rempah yang jadi rujukan  karya-karya ilmiah di Indonesia. potensi Galela untuk menjadi pelopor wisata literasi dimaluku Utara amat besar. karya besar, pengarang besar, lahir digalela.Â
Bagi saya, Menarasikan cerita rakyat; memanfaatkan karya sastra; dan membuat destinasi wisata bernuansa intelektual adalah tiga hal yang luput dari pembicaraan kita alih-alih dibicarakan,dipikirkan saja tidak.
menempatkan cerita rakyat, penulis dan penyair galela sebagai ujung tombak bagi dunia pariwisata memang terdengar asing, padahal jika ingin dicoba, ini tidak terlalu memakan anggaran yang besar. Malahan membuat tempat wisata yang yang berbeda dari wisata lainnya di Maluku Utara.
Silahkan dipilih mana yang mau dikembangkan antara menarasikan cerita rakyat menjadi penarik minat wisatawan, memanfaatkan karya sastra atau menjadikan destinasi wisata bernuansa intelektual digalela. Jika tidak dipilih Karena dirasa kurang menarik maka rasa-rasanya pariwisata galela begini-begini saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H