Mohon tunggu...
Thimie KnightDahmer
Thimie KnightDahmer Mohon Tunggu... Tutor - Tentor Bahasa Inggris dan novelist genre Thriller

Saya adalah tentor Bahasa Inggris yang sudah mengajar sejak tahun 2006. Saya lulusan S1 Hukum UII tapi saya memilih untuk membagi pengetahuan saya tentang Bahasa Inggris kepada teman-teman yang belum paham. Sejak tahun 2015 saya tertarik untuk menulis novel dan saya sudah menghasilkan 6 novel yang saya awali dengan genre romance dan sekarang saya memilih menulis genre thriller.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hotel

31 Mei 2023   08:17 Diperbarui: 31 Mei 2023   09:48 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Grandma, why you look so sad?" tanya Marina, cucuku yang cantik pada sore yang mendung ketika aku duduk diteras depan rumah untuk menikmati tetanggaku yang lalu lalang.

Aku tersenyum padanya. "Would you like if I tell you one of my biggest secret that I've told no one?" tawarku pada wanita cantik yang beberapa bulan lalu merayakan ulang tahunnya ke dua puluh.

Dia tersenyum. "You have a secret Grandma?" tanyanya dengan nada tidak percaya sambil berjalan mendekat.

"Sit next to me," pintaku sambil menepuk kursi panjang berwarna putih itu.

Dia pun duduk disebelahku.

"I am all ears Grandma."

Aku menarik napasku. Aku membawanya kembali ketika aku berusia sembilan belas tahun.

"I was nineteen back than," tidak terasa air mata netes.

"Are you crying Grandma?" terlihat kebingungan terpancar di wajahnya yang sendu.

"Me and my mom decided to go to had a little holiday to a city call Yuba City in California. After we look around ... and my mom seem like catch a little cold I decided to go to a hotel that I have book few days before we went. We went by my mom Dodger car. After we arrived at the hotel, I directly go to the front office," aku mengambil secangkir teh yang ada di depanku dan menghabiskan teh yang masih tersisa.

"Good evening Ma'am, anything that I can do?" tanya petugas meja depan ramah.

"I've book a room few days ago," jawabku tidak kalah ramah.

"Okay, I will look for it," jawab petugas erjenis kelamin laki-laki itu ramah. "Okay, under what name?" tanyanya lagi sambil mengetik keyboard komputer yang ada di depannya.

"Nuwanda Patricia Gately," jawabku singkat, padat, dan jelas. Sambil sesekali aku menengok ke arah ibuku yang duduk di sofa hotel. Dia terlihat menggigil.

"Sorry Ma'am but there is no list goes by that name,"jawabannya cukup membuat mataku membulat.

"I booked it about two days ago. Please search carefully," pintaku pada laki-laki kaukasia yang aku tebak berusia sekitar

dua puluah lima tahun. Aku sudah tidak sabar untuk masuk ke dalam kamar dan menidurkan ibuku.

Lelaki itu terlihat menggeleng. "No, Ma'am. I'm sorry."

Kebingungan terpancar di wajahku. "Okay. Do you have any vacant room?"

Sambil mengetik keyboard komputernya, dia memberiku jawaban yang membuatku lega. "Yes Ma'am. At the second floor." Dia berjalan menuju tempat kunci kamar berada. "Here you go."

Aku menerima kunci darinya. Berjalan menuju sofa tempat Ibuku duduk sambil menggigil. Aku membawa tas ransel dua buah kemudian berjalan menuju lift yang akan membawaku ke kamar. Tidak lama kita pun sampai di kamar, aku buka pintu kamar, aku taruh tas, dan aku minta ibuku untuk langsung tidur di tempat tidur double bed.

Ternyata keadaan ibuku tidak membaik setelah aku berikan obat turun panas. Aku menelpon bagian resepsionis untuk menanyakan apakah ada dokter di hotel ini. Aku bernapas lega begitu petugas resepsionis menjawab bahwa ada satu orang yang menginap di hotel itu berprofesi sebagai dokter anak.

Aku mendengar suara ketukan di pintu kamar. Aku bergegas membukanya. Setelah sedikit basa basi dan kemudian dia memeriksa ibuku, lalu dia memberiku resep yang harus aku tebus malam itu juga. Padahal jam menunjukkan jam 10.30 malam.

"The drug store is about 20 minutes from here," ucapnya sambil keluar dari kamarku.

"Mom, I will go for few minutes to get you a medicine," ujarku pelan di telinganya.

Ibuku hanya mengangguk lemah.

Setelah mengambil dompet dan juga tas kecil, aku pun berjalan menuju lift. Setelah sampai depan meja resepsionis, aku menaruh kunci kamar lalu menyapa pria yang sama. "Sir, my mom is very ill, and I want to go to a drug store. If there is anything worse, could you reach me on my number?" pintaku sambil menyerahkan secarik kertas yang tertulis nomer hapeku disana.

Pria manis itu menerima kertas itu dan mengangguk. Aku lupa mengambil kunci kamarku kembali. Setelah sekitar satu jam aku meninggalkan Ibuku untuk menebus obatnya, aku berjalan menuju meja resepsionis untuk mengambil kunci kamarku.

"Hey I want to have my key," pintaku pada petugas resepsionis. Aku sudah tidak sabar untuk kembali ke kamarku.

"Excuse me?" Terlihat kebingungan di wajah pria manis itu.

"I'm staying in room 215. I want to have the key that I accidentally left it here," terangku padanya. Kunci kamar yang tanpa sengaja ketinggalan di meja resepsionis menjadi kesalahanku terbesar yang aku sesali hingga masa tuaku tiba.

"But Ma'am that room is empty," jawaban yang keluar dari mulut lelaki itu sanggup membuatku hampir murka.

Tidak lama lewatlah dokter yang tadi merawat Ibuku. "Doctor Dobson ... " sapaku dengan nada penuh kebingungan.  "Tell me ... you just treated my mom about two hours ago right? And give me the receipt so I can get my mom drug ..." Aku meminta persetujuan dari dokter African-American itu.

Tapi jawaban yang aku terima hampir membuatku pingsan.

"Sorry Ma'am you got a wrong person. My name is not Dobson and I'm not a Doctor," kemudian berlalu dari hadapanku.

Kebingungan tiba-tiba meyerangku.

"If you don't believe me I can show you," tawar petugas resepsionis itu sambil membawa kunci kamar dan kita berdua berjalan menuju lift.

Tidak lama sampailah kita di kamar yang tadinya ada Ibuku terbaring di tempat tidur. Kamar terlihat lain. Aku bingung ada apa ini? Sia-sia juga jika aku mau lapor ke kantor Polisi, karena aku tidak memegang barang bukti.

"So ..." tanya cucuku.

"Since then, my mom missing without a trace. No body knows the real story," jawabku sambil tersenyum getir.

"Sorry to hear that Grandma," ucapnya sambil berdiri dan berlalu dari hadapanku.

Sebuah cerita yang aku simpan berpuluh tahun lamanya. Mungkin Marina berpikir aku hanya mengarangnya. "I miss you Mom," ucapku pelan sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun