Jurnal Refleksi ini membahas Keseluruhan Modul yang ada di LMS dimulai dari Modul 1.1 sampai Modul 3.3.
Sebelum pelaksanaan pendidikan kami diarahkan untuk mengikuti simulasi dalam pengisian di LMS dan dalam setiap modul akan di awali dengan pre test dan di akhiri dengan post test. Dalam setaip per dua minggu CGP harus membuat jurnal refleksi dwi mingguan dengan keseluruhan refleksi yang dibuat selama 6 bulan adalah  14 refleksi. CGP di damping oleh seorang fasilitator dan pengajar praktek. Disini saya berkesempatan dibimbing oleh seorang fasilitator yang sangat luar biasa yaitu Ibu Sriah, S.Pd., M.Pd. dan pengajar praktek yang selalu menjadi inspiratory bagi saya Yaitu Yosef Rizal Susanto, S.Pd.
Kegiatan lokakarya dilaksanakan sebagai wujud pertemuan CGP dengan pengajar praktik dan sesame CGP baik satu kelompok maupun lain kelompok yang masih dalam satu Kabupaten yaitu Kabupaten Pangandaran. Lokakarya dipandu langsung oleh pengajar praktik. CGP diberi kesempatan untuk menggali lebih dalam materi dan mempraktikannya secara langsung sehingga pemahaman CGP lebih mendalam dan bermakna. Lakakarya dilaksanakan sebanyak 7 kali.Â
Dalam menjalankan tugas, CGP juga mendapatkan pendampingan dari pengajar praktik yang disebut dengan pendampinga individu. Selama pendampingan saya mendapatkan pengutan materi yang sebelumnya saya dapatkan secara sinkronus.
untuk Jurnal Refleksi kalini menggunakan metode 4F.
1. Fact ( Peristiwa )
Selama 6 bulan CGP belajar dimulai dari modul :
1.1 tentang  Filosofi Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara,Â
1.2.A. Nilai dan Peran Guru Penggerak,Â
1.3.A. Visi Guru Penggerak,Â
1.4.A. Budaya Positif,Â
 2.1.A. Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi,Â
2.2.A. Pembelajaran Sosial dan Emosional,Â
2.3.A. Coaching Untuk Supervisi Akademik,Â
3.1.A. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin,Â
3.2.A. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya,Â
3.3.A. Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid
Setiap modul diselesaikan dengan alur belajar MERRDEKA yaitu Mulai dari diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Refleksi terbimbing, Â Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata.Â
Namun yang akan dibahas mendalam yang menurut saya menjadi hal yang menarik yaitu tentang modul coaching, mengapa hal ini penting perlu dikuasai karena ini merupakan modul yang akan membantu CGP jika menjadi kepala sekolah.Â
Proses coaching berawal dari analisa dan eksplorasi teknik yang akan digunakan. Selanjutnya memberikan waktu dan situasi dengan leluasa kepada coachee untuk mengunkapkan masalahnya. Sangat penting juga untuk bisa membantu coachee untk menentukan dan mengneal tujuan coaching.
Pertanyaan-pertanyaan efektif diajukan kepada coachee untuk menggali permasalahan yang terjadi dan coach mendengarkan apa yang menjadi keyakinan dan perhatiaan coachee sebagai upaya untuk menciptakan komunikasi asertif dengan coachee. Coach menyimak komunikasi coachee  serta memahamkan coachee pentingnya menyelesaikan masalahnya sendiri
Terus coach melaksanakan curah pendapat dan menuntun coachee membuat tindakan serta alternative jalan yang mungkin dipraktekkan coachee dan memberikan dorongan kepada coachee untuk memilih ide dan keputusan. Â Dorongan coach menciptakan rencana penyelesaian dengan waktu yang measurable, jelas dan spesipik disuaikan dengan kebutuhan.
Coach memberikan dorongan kepada coachee untuk mempertanggungjawabkan terhadap aksi nyata yang akan diambil dan dijalankan dan capaian rencana secara spesipik disesuaikan dengan jadwal yang telah dibuat. Â
Coach meyakinkan coachee setiap masalah pasti terselesaikan dengan menciptakan keakraban dan kenyamanan sehingga coachee dapat berbagi kisah yang sedang dihadapi. Pendengar aktif haruslah dibangun oleh coach dengan merasakan apa yang dirasa coachee dan memposisikan situasi saling menghargai dan menghormati.
emampuan coachee dalam menyelesaikan dan mengambil keputusan  haruslah dikembangkan oleh coach.  Cobalah selalu melakukan feed back dan refleksi dari setiap proses coaching yang telah dilakukan.
Sekolah merupakan tempat strategis sebagai kondisi, situasi dan konteks local tempat mempraktikkan proses coaching. Coaching yang menggunakan model TIRTA dalam proses aplikasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sekolah, guru dan peserta didik.
Hanya saja dalam proses praktek coaching biasa tantangan yang sering dihadapi baik coach maupun coachee adalah kemampuan komunikasi. Kemampuan dimana salah satu pihak suka mendominasi yang lainnya.
Dalam proses coaching tidak sepatutnyalah terjadi salaing dominasi karena kesetaraan dan kemitraan. Komunikasi yang terbangun atas dasar saling menghormati dan rasa percaya. Coach seyogyanya memiliki kemampuan komunikasi yang tepat, cermat dan focus. Mampu memposisikan dirinya sebagai pendengar aktif dan mampu mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan efektif untuk mengarahkan terhadap pemahaman, rencana aksi dan tanggung jawab dalam diri coachee
Dalam praktek coaching di lingkungan sekolah haruslah mampu melibatkan seluruh warga sekolah (murid, guru, tenaga kepegawaian dan kepala sekolah).
Mereka adalah parter yang dapat membantu kita dalam memperaktikkan proses coaching model TIRTA. Â Setiap orang memiliki permasalah, cita-cita dan harapan yang berbeda-beda. Akan tetapi harus kepentingan muridlah yang menjadi focus utama. Harapan, tujuan dan problem yang dihadapi murid nantiya kan menjadi bahan untuk memperbaiki layanan yang akan diberikan dan memperbaiki kualitas murid selanjutnya.
Guru, kepala sekolah dan seluruh civitas akademika pemangku kebijakan bermufakat membuat sebuah kebijakan untuk mengambil aksi nyata untuk memberikan layanan prima kepad murid dari data hasil proses coaching
2. Â Feeling ( Perasaan )
Dengan memahami modul coaching ini saya menjadi merasa yakin jika nantinya saya diberikan tugas tambahan menjadi Pemimpin sekolah ataupun pengawas, dengan memhami modul ini akan membantu guru keluar dari setiap masalah yang dihadapinya secara mandiri.Â
Selam mengikuti pendidikan ini perasaan saya bercampur aduk ada rasa senang dan bahagia saya dapatkan saat mengikuti pembelajaran baik secara sinkronus maupun asinkronus dimana dari pembelajaran ini disampaikan dengan penuh kegembiraan berbagi ice breaking, berbagi ilmu dan pengalamana yang berimbas pada penambahan wawasan yang saya miliki. Rasa sedih saya alami disaat menemukan hambatan atau kesulitan yang mengharuskan saya berpikir keras untuk mencari solusinya. Rasa kagum saya dedikasikan untuk fasilitator dan pengajar praktik yang selalu sabar membimbing dan menularkan ilmu-ilmunya sehingga saya dapat sedikit demi sedikit memahami materi yang disampaikan sehingga muncul kompetensi yang harus saya miliki. dan perasaan yang tidak sangka bahwa saya dapat melewati pendidikan ini sampai akhir.
3. Finding ( Menemukan)
Pembelajran yang sangat berkesan adalah ketika melakukan pembelajaran berdiferensiasi dimana terdapat 3 aspek yang harus diperhatikan. Kemudian pembelajaran tentang bagaimana cara mengambil keputusan pada permasalahan yang meiliki dilemma etika serta melakukan sepervisi akademik dan pembelajaran tentang bagaimana cara melakukan coaching.
Proses coaching harus terus dilakukan untuk menciptakan keterbiasaan dan meningkatkan keterampilan kita dalam memberikan layanan sebagai coach. Setiap orang khususnya anak didik memiliki keunikkan dan potensinya masing-masing yang harus kita gali dan berdayakan sehingga dapat hidup secara maksimal sesuai dengan kodrat alam dan zamannya masing-masing
Modul coaching ini menyadarkan saya khususnya untuk mampu memerankan diri sebagai pemimpin pembelajaran yang bukan lagi saat nya menyodorkan solusi dan berbagi pengalaman untuk menyelesaikan masalah setiap individu, akan tetapi mengarahkan dan menuntuk mereka untuk mampu menyelesaikan masalah dengan potensi yang mereka miliki.
4. Future ( Penerapan)
Proses coaching akan terus berulang sesuai dengan perubahan peserta didik yang kita hadapi. Kasus-kasus demi kasus akan terus akan bermunculan sesuai dengan kondisi alam dan zaman yang terus berputar. Setiap potensi anak pun akan terus bermunculan dan berbeda-beda tidak bisa disamakan. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang mengoptimalkan mereka untuk mampu menyelesaikan masalah mereka dengan potensi masing-masing. Makin sering kita melakukan proses coaching maka makin terasah juga kemampuan kita untuk melakukan proses coaching.
Menurut saya PGP ini sangat bermanfaat sekali karena dari apa yang saya rasakan banyak hal baru dan pengalaman yang luar biasa yang menjadikan paradigm berpikir saya berubah kearah yang lebih baik dan tentunya berpihak pada murid. Dari PGP ini juga banyak kompetensi yang harus saya miliki dan di sini saya terlatih untuk meningkatkan hal itu semua. Semoga dimasa yang akan datang saya dapat menerapkannya dengan baik sehingga terwujudlah peserta didik yang memiliki profil pelajar pancasila
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H