Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS dari Bank Indonesia sudah mulai efektif menjadi alat pembayaran lintas negara di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Inovasi ini secara pasti mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara melalui tercapainya kondisi inklusif bagi setiap pelaku ekonomi, termasuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM.
Sektor ini menyumbang hingga 60,5% terhadap Pendapatan Domestik Bruto atau PDB dan menyerap hingga 96,9% terhadap total penyerapan tenaga kerja nasional sebagaimana ungkap siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 1 Oktober 2022.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat 64,19 juta unit UMKM di seluruh Nusantara dalam berbagai jenis usaha. Selama ini, kita mengaitkan UMKM sebagai sektor dengan modal terbatas dan adopsi teknologi yang tidak secepat bisnis berskala besar.
Menariknya, QRIS relatif cepat diadopsi oleh kalangan UMKM. Pertama kali diluncurkan oleh Bank Indonesia pada 17 Agustus 2019, sistem pembayaran ini sudah hadir di berbagai lokasi usaha, bahkan untuk usaha kecil, seperti warteg. Setidaknya, saya melihat pedagang mie rebus dan es teh manis di kawasan Palmerah sudah menawarkan sistem pembayaran QRIS selain uang tunai.
Tetapi, kita paham betul bahwa kesenjangan informasi antara Jakarta dan daerah pelosok masih cukup besar. Ini pula yang membuat ketimpangan ekonomi provinsi besar, seperti DKI Jakarta, dengan provinsi lainnya masih lebar. Padahal, datangnya turis mancanegara, seperti dari Malaysia dan Thailand, tidak hanya untuk berkunjung ke Jakarta atau Bandung. Obyek wisata menarik nasional sebenarnya banyak ditemukan di luar ibukota, terpencil nan eksotik di pinggiran Laut Selatan, misalnya. Atau, turis asing ingin mencicipi makanan dan minuman khas daerah tertentu yang umumnya tidak berada di pusat kota.
Pertanyaannya sekarang adalah apa tugas Bank Indonesia sudah cukup berhenti pada integrasi teknologi QRIS Indonesia dengan negara lain di ASEAN, bahkan Jepang? Apakah tugas Bank Indonesia akan terbatas saja sebagai fasilitator kerjasama bank dan institusi keuangan lokal dengan yang sejenis di negara-negara lainnya di ASEAN?
Sosialisasi massal dan Bahasa Inggris
Sistem pembayaran QRIS banyak memangkas biaya tambahan jika harus bertransaksi memakai kartu debit, kartu kredit hingga menukar ke pedagang valuta asing. Turis dari negara ASEAN, hingga Jepang dan Korea Selatan, nantinya bisa langsung membayar memakai QRIS. Begitu pula, turis Indonesia tidak perlu repot mengeluarkan uang dalam mata uang lokal jika bepergian ke negara-negara di ASEAN.
Pada Mei 2023, Kompas.id menulis bahwa per Maret 2023, pemakaian QRIS menembus Rp15,35 triliun dengan volume transaksi sekitar 153 juta transaksi. Hingga akhir 2023, QRIS diperkirakan akan digunakan oleh 45 juta pemakai dengan jumlah transaksi akan mencapai 1 miliar.
Perkiraan positif tersebut kemungkinan tercapai mengingat tren meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan asing sepanjang kuartal pertama 2023. Data dari Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat total 2,24 juta kunjungan dari turis asing. Turis asal Malaysia menyumbang 16,2% dari total kunjungan tersebut atau 363,9 ribu kunjungan. Jumlah turis asal Singapura mencapai 282.500 kunjungan atau 12,6% dari total kunjungan turis asing tersebut.
Bank Indonesia dan Bank Negara Malaysia sudah meresmikan interkoneksi pembayaran melalui QR Code dengan cara memindai QRIS atau DuitNow QR Code di kedua negara. Sementara itu, untuk peresmian pemakaian QR Code antara Indonesia dan Singapura akan menyusul.
Selain fokus ke pihak keuangan dan perbankan, Bank Indonesia dan instansi terkait sebaiknya menitikberatkan fokus sosialisasi ke pelaku UMKM, terutama di tujuan wisata di luar kota besar. Program sosialisasi ini tidak boleh hanya mengandalkan penyebaran informasi melalui media massa dan media sosial.
Bank Indonesia sebaiknya menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM dalam mendata jumlah UMKM dan pemakaian QRIS mereka. Di kawasan wisata, fokus sosialisasi sebaiknya menjangkau warung kecil pinggir jalan, penjual suvenir, penyedia jasa angkutan tradisional, seperti andong, hingga penginapan sederhana.
Pemerintah harus terjun langsung sebab tidak semua pelaku UMKM skala kecil tersebut melek teknologi. Ada kemungkinan usaha mereka dijalankan oleh generasi tua yang kurang terbiasa dengan teknologi. Untuk generasi seperti ini, sosialisasi akan berjalan lebih panjang. Beberapa topik yang mesti dijelaskan mencakup cara mendaftar QRIS, keuntungannya, batas transaksi, solusi jika terkendala teknis, dan mengapa perlu menggunakannya. Apabila diperlukan, dampingilah pelaku UMKM dalam mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk membuat akun.
Panduan cara pengecekan setiap transaksi dan pembuatan laporan keuangan tidak kalah penting untuk disosialisasikan kepada mereka. Pemerintah patut menekankan pentingnya beralih ke QRIS sebab akan banyak pelancong dari ASEAN yang akan menggunakannya. Tanpa penekanan seperti ini, belum tentu seluruh pelaku UMKM akan tergerak segera bertransformasi ke sistem pembayaran digital.
Selain dari sisi percepatan adopsi QRIS di atas, hal yang tidak bisa disepelekan adalah pelatihan Bahasa Inggris. Setidaknya ada satu perwakilan dari pelaku UMKM yang bisa berbahasa Inggris minimal untuk menjawab pertanyaan turis secara umum. Contoh yang biasa mereka tanyakan meliputi harga produk, bisa menawar atau tidak, cara pakai produk, hingga keunggulannya.
Perlu diakui ini akan membutuhkan proses yang relatif lama sebab banyak pelaku UMKM di daerah yang belum terbiasa belajar Bahasa Inggris selain mengenal kata yes, no, thank you, dan sorry. Karenanya, pemerintah perlu menggandeng pemandu wisata lokal dan guru les lokal agar lebih bisa menyampaikan materi sederhana dengan lebih intensif.
Mereka yang akan bertanggung jawab membuat daftar kosakata yang mudah dihafalkan dan telaten mengajarkan cara pengucapan yang benar. Contoh kosakata yang populer bidang perniagaan, seperti expensive, cheap, good quality, bargain, pay, discount, offer, product, delicious, taste, price dan lainnya.
Jika kata-kata tersebut dibuat ke dalam kalimat maka contoh yang bisa diajarkan seperti berikut:
“This product has good quality, sir.”
“This is cheap. You can still bargain.”
“Our food is delicious. You can taste it first.”
“We are offering discounts.”
“Please pay here. You can use QRIS.”
“The price is not expensive.”
“Thank you for shopping.”
“I’m sorry your bargain is too low.”
Dan masih banyak contoh kalimat dan ekspresi yang bisa diajarkan ke pelaku UMKM. Dengan sedikit demi sedikit mempelajari Bahasa Inggris, mereka akan mulai terbiasa sehingga menciptakan kesan positif di mata turis asing. Selain diajarkan secara langsung, buatlah semacam booklet agar bisa dibuka setiap saat oleh pelaku UMKM.
Kita tidak boleh tanggung-tanggung dalam memanfaatkan Regional Payment Connectivity (RPC) ini. Pemerintah harus memastikan keuntungan QRIS benar-benar sampai ke pelaku bisnis berskala kecil. Di lain pihak, pebisnis, termasuk UMKM harus mau belajar beradaptasi agar momentum interkoneksi sistem pembayaran ini menjadi penyemangat mereka naik kelas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI