Tetapi di sisi lain, saya bisa menjadi seorang perfeksionis. Bisa merasa kecewa jika tulisan tidak seperti yang saya mau. Pertarungan sesungguhnya bagi penulis konten adalah proses menulis itu sendiri.
Menuangkan pesan ke dalam kata, paragraf hingga artikel yang harus terjahit rapi dan saling mendukung satu sama lain. Selama proses ini, begitu banyak kata atau kalimat yang membanjiri otak sehingga ada yang mesti mencari tempat tenang agar bisa berdamai dengan otak.
Setelah menulis rampung, penulis konten belum bisa bernafas lega. Terkadang dia mesti membaca lagi, menyunting banyak bagian hingga ada yang mengganti bagian tertentu.
Dulu saya sampai merasa terbebani atas beberapa tulisan yang saya anggap bagus tetapi setelah menjadi artikel terasa kurang "hidup". Jika sudah demikian, biasanya saya langsung unggah karena merasa mulai terjebak virus kesempurnaan yang tidak akan pernah bisa saya capai.
Penulis konten membuka ruang ekspresi bagi yang doyan menulis. Namun, tetaplah mengingat secinta-cintanya teman pada pekerjaan atau hobi ini tetaplah ia bukan hal yang fana dan satu-satunya hal terpenting dalam hidup.
Baca, resapi, tulis, edit, unggah dan hempaskan. Lalu berpindahlah ke topik lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H