Kata "kreatif" memang cair adanya. Â Tidak ada ukuran pasti apa yang membuat sesuatu kreatif, tak terkecuali perihal menulis. Profesi penulis konten belakangan santer ramai diperbincangkan seiring dengan maraknya pemakaian media sosial sebagai medium promosi bisnis hingga kampanye pemerintahan.
Penulis konten merupakan satu bagian dari pekerjaan kreator konten, yang lagi-lagi populer dengan semakin cepatnya penetrasi internet di seluruh dunia. Baik berbanderol "konten" atau tidak, yang namanya penulis tetap tidak jauh dari proses memilih ide, mengumpulkan materi pendukung atau melakukan riset.
Walau terlihat jumawa di balik kata "kreatif", saya menilai tidak ada yang benar-benar asli dalam dunia tulis-menulis manusia. Satu penulis terinspirasi dari penulis yang lain. Atau, seorang penulis menggabungkan beberapa ide yang dia temukan dari banyak penulis lainnya.
Ada sedikit perbedaan yang membuat penulis konten berbeda dari  penulis akademik, esai, novel, cerita pendek hingga biografi. Perbedaan tersebut saya sebut sebagai "drama" alias bumbu yang membuat penulis konten merasakan sensasi gado-gado, antara bersemangat, kesal sekaligus puas.
Setidaknya ada tiga "drama" yang paling sering menghinggapi otak penulis konten yang saya resapi dari pengalaman sendiri saat menjalani profesi ini:
- Menyaring Inspirasi
Meski inspirasi tidak sepenuhnya asli, tetap saja penulis konten harus cerdas menindaklanjuti ide mana yang layak ditulis. Zaman melek informasi seperti sekarang mendatangkan arus ide yang tak terbendung, mulai dari yang penting hingga remeh. Belum tentu informasi penting memang menarik untuk dijelajahi. Di sisi lainnya, belum tentu ide remeh tidak bernilai daya baca.
Langkah pertama terkait hal ini adalah memilih beberapa ide yang sesuai dengan citra atau ruh media atau perusahaan tempat teman bekerja. Setelah menemukannya, rampingkan lagi ide tersebut hingga mengerucut pada satu tema yang menarik untuk dikulik pada berbagai sisi.
- Membuat ide "beda"
Penulis melanjutkan pergulatan batin dan otak pada bagian poles-memoles ide. Jika hanya menggabungkan beberapa gagasan dari orang lain, tulisan akan terbaca biasa saja. Lebih mirip merangkum ketimbang menghadirkan hal yang berbeda.
Membuat "beda" suatu inspirasi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Yang pertama adalah mengambil sudut pandang yang tak lazim dari suatu isu. Sebagai contoh, banjir tahun baru 2020 Jakarta. Mayoritas penulis menyampaikan ide mereka tentang cara pencegahan banjir, jumlah korban hingga sejarah banjir. Teman bisa membahas mengenai fenomena banjir Jakarta dan Tik Tok. Atau teman penulis konten bisa membuat parodi di media sosial tentang pengaruh bencana pada kenaikan jumlah followers, apakah hal tersebut baik atau justru ironi tersendiri.
Bisa juga membuat ide "berbeda" dengan cara mengubah gaya kepenulisan. Masih dengan topik banjir Jakarta awal tahun ini, teman penulis bisa mengemas ide seperti surat ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Atau dapat pula menuliskannya dalam gabungan fiksi dan non-fiksi.
- Menikmati pertarungan sesungguhnya
Mungkin terbaca berlebihan tetapi buat saya terkadang menulis, terutama untuk tulisan kreatif atau cerita fiksi, menghadirkan sensasi bertolak belakang. Di satu sisi, saya bisa senang memperoleh kesempatan menulis apa yang saya sukai atau menurut saya menarik, seperti pada poin 1 dan 2.
Tetapi di sisi lain, saya bisa menjadi seorang perfeksionis. Bisa merasa kecewa jika tulisan tidak seperti yang saya mau. Pertarungan sesungguhnya bagi penulis konten adalah proses menulis itu sendiri.
Menuangkan pesan ke dalam kata, paragraf hingga artikel yang harus terjahit rapi dan saling mendukung satu sama lain. Selama proses ini, begitu banyak kata atau kalimat yang membanjiri otak sehingga ada yang mesti mencari tempat tenang agar bisa berdamai dengan otak.
Setelah menulis rampung, penulis konten belum bisa bernafas lega. Terkadang dia mesti membaca lagi, menyunting banyak bagian hingga ada yang mengganti bagian tertentu.
Dulu saya sampai merasa terbebani atas beberapa tulisan yang saya anggap bagus tetapi setelah menjadi artikel terasa kurang "hidup". Jika sudah demikian, biasanya saya langsung unggah karena merasa mulai terjebak virus kesempurnaan yang tidak akan pernah bisa saya capai.
Penulis konten membuka ruang ekspresi bagi yang doyan menulis. Namun, tetaplah mengingat secinta-cintanya teman pada pekerjaan atau hobi ini tetaplah ia bukan hal yang fana dan satu-satunya hal terpenting dalam hidup.
Baca, resapi, tulis, edit, unggah dan hempaskan. Lalu berpindahlah ke topik lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H