Mohon tunggu...
Enrique Justine Sun
Enrique Justine Sun Mohon Tunggu... Freelancer - Book and Article Author • Psychology and Philosophy Enthusiast • Organizational Activists

Jendela Pendidikan Merubah Masa Depan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sampah Lampion pada Saat Waisak

10 Juni 2023   16:59 Diperbarui: 10 Juni 2023   17:03 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Lampion merupakan sebuah benda yang diisi dengan cahaya, biasanya lilin atau lampu kecil, yang diletakkan di dalam kerangka atau bingkai yang transparan. Lampion sering digunakan pada perayaan-perayaan agama, termasuk perayaan Waisak.

Sejarah lampion pada perayaan Waisak berasal dari tradisi agama Buddha. Pada zaman dahulu, ketika Sang Buddha masih hidup, para biksu sering membawa lampu untuk menerangi jalan mereka saat melakukan perjalanan malam hari. Lampu-lampu ini juga digunakan untuk menerangi tempat-tempat suci seperti kuil dan pagoda.

Pada saat perayaan Waisak, umat Buddha melakukan perjalanan ziarah ke tempat-tempat suci untuk memperingati kelahiran, pencerahan, dan kematian Sang Buddha. Selama perjalanan ini, umat Buddha membawa lampion sebagai simbol cahaya dan kebahagiaan.

Di Indonesia, perayaan Waisak dimulai pada tahun 1953 di Borobudur, Jawa Tengah. Perayaan ini dihadiri oleh para pemuka agama Buddha dari berbagai negara dan menjadi perayaan Waisak internasional yang pertama di Indonesia.

Sejak saat itu, perayaan Waisak di Indonesia diisi dengan berbagai kegiatan seperti upacara ziarah, doa bersama, meditasi, dan pawai lampion. Pawai lampion pada perayaan Waisak di Indonesia menjadi salah satu atraksi yang sangat populer di kalangan masyarakat.

Lampion-lampion yang dibawa dalam pawai ini sering dihias dengan berbagai gambar atau tulisan yang berisi doa atau harapan. Lampion-lampion ini kemudian diangkat ke atas dan dilepaskan ke udara sebagai simbol kebahagiaan dan kedamaian.

PRADIPA

Lampion atau di dalam bahasa Sanskerta disebut "pradipa" merupakan salah satu simbol yang penting dalam agama Buddha. Lampion dalam agama Buddha memiliki makna yang mendalam dan sering digunakan dalam berbagai perayaan keagamaan, termasuk perayaan Waisak yang memperingati kelahiran, pencerahan, dan kematian Sang Buddha.

Secara simbolis, lampion dalam agama Buddha melambangkan cahaya pencerahan dan kebijaksanaan. Cahaya pencerahan ini melambangkan kebenaran, kebijaksanaan, dan kebahagiaan yang diperoleh melalui pemahaman dan praktik ajaran Buddha. Lampion juga melambangkan penerangan jalan kita dalam mencapai kebahagiaan dan kedamaian.

Dalam ajaran Buddha, lampion juga diasosiasikan dengan tiga ajaran utama yaitu sila (etika), samadhi (konsentrasi), dan prajna (kebijaksanaan). Ketiga ajaran ini merupakan fondasi ajaran Buddha yang utama dan harus dikuasai oleh para pengikutnya untuk mencapai pencerahan.

Dalam perayaan Waisak, lampion sering digunakan sebagai salah satu simbol yang penting. Umat Buddha membawa lampion saat melakukan pawai ziarah untuk memperingati kelahiran, pencerahan, dan kematian Sang Buddha. Lampion juga sering dihiasi dengan berbagai gambar atau tulisan yang berisi doa atau harapan.

DAMPAK LINGKUNGAN

Apakah Anda para pihak panitia acara waisak mengetahui, bahwa ada dampak yang sangat besar yang akan terjadi ketika Lampion diterbangkan? Walaupun ada kegiatan surat menyurat tetapi apakah pantas Anda sebagai umat buddha mengotori lingkungan dengan sampah-sampah dari lampion yang Anda terbangkan?

Sangat miris saya lihat peristiwa yang sangat sakral digunakan oleh panitia yang memiliki ego tinggi untuk memasukkan mata kegiatan menerbangkan lampion. Penerbangan lampion ini sudah sering dan bahkan setiap tahun (kecuali pada saat covid-19) dilakukan. 

Penggunaan lampion dalam perayaan Waisak adalah dampak lingkungan yang sangat-sangat besar dan bahaya. Bahaya untuk lingkungan udara, darat dan bahkan laut. Kalaupun mau menerbangkan lampion, Tolong buat dengan lebih kreatif seperti membuat lampion yang tidak mudah terbakar, dapat didaur ulang, dan sebagainya.

Maka dari itu saya mohon kepada para umat Buddha yang sering menyelenggarakan kegiatan waisak baik skala kecil maupun besar. Tolong untuk tidak menggunakan lampion lagi. Masih banyak yang bisa Anda masukkan sebagai mata acara apalagi hanya dengan embel-embel harapan. Kalaupun ingin menerbangkan lampion coba pikir 1000 kali sebelum memasukkan menjadi mata acara. JANGAN KARENA UANG BANYAK, EGO TINGGI LINGKUNGAN MENJADI DAMPAKNYA. (Kalau di Makassar dibilangnya "Ero' Dikana). JANGAN KARENA MAU ACARANYA CANTIK DILIRIK MANCANEGARA TETAPI LINGKUNGAN DIHIRAUKAN. PERCUMA PUNYA GELAR PUNYA PENDIDIKAN TETAPI LOGIKA OTAK TIDAK DIPAKAI. 

MAKNA SPIRITUAL

Penggunaan lampion dalam perayaan Waisak adalah terkait dengan makna spiritualnya. Beberapa orang berpendapat bahwa penggunaan lampion telah kehilangan makna spiritualnya dan menjadi lebih seperti atraksi atau pesta malam.

Sebagai simbol cahaya pencerahan dan kebijaksanaan, lampion seharusnya dihormati dan digunakan dengan penuh kesadaran akan makna spiritualnya. Namun, dalam beberapa kasus, penggunaan lampion dalam perayaan Waisak lebih seperti hiburan daripada upacara keagamaan.

Hal ini dapat mengurangi makna spiritual dari perayaan Waisak dan membuatnya menjadi lebih seperti perayaan budaya atau hiburan. Oleh karena itu, penting bagi umat Buddha untuk menghormati nilai-nilai dan makna spiritual dari penggunaan lampion dalam perayaan Waisak.

Kesimpulan

Penggunaan lampion dalam perayaan Waisak merupakan tradisi yang penting dalam agama Buddha. Namun, seperti halnya dengan tradisi atau praktik keagamaan lainnya, penggunaan lampion dalam perayaan Waisak juga memiliki kritik dan masalah yang perlu diatasi.

Dampak lingkungan dan hilangnya makna spiritual dari penggunaan lampion dalam perayaan Waisak merupakan dua kritik yang sering dilontarkan. Oleh karena itu, penting bagi umat Buddha dan pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai spiritual dari penggunaan lampion dalam perayaan Waisak dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

SARAN

  • Edukasi dan Pengawasan 

Pemerintah setempat dan Masyarakat Setempat perlu melakukan edukasi dan pengawasan terhadap penggunaan lampion dalam perayaan Waisak. Edukasi dapat dilakukan dengan menyebarkan informasi mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh penggunaan lampion dan pentingnya menjaga nilai-nilai spiritual dari penggunaan lampion dalam perayaan Waisak. Pengawasan juga perlu dilakukan untuk memastikan penggunaan lampion tidak merusak lingkungan dan menjaga keselamatan masyarakat.

  • Penggunaan Bahan yang Ramah Lingkungan

Panitia penyelenggara perlu mempertimbangkan penggunaan bahan yang ramah lingkungan dalam pembuatan lampion. Bahan-bahan seperti kertas daur ulang atau bahan alami seperti daun kelapa atau daun pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh penggunaan lampion.

  • Memperkuat Makna Spiritual

Panitia penyelenggara perlu memperkuat makna spiritual dari penggunaan lampion dalam perayaan Waisak. Ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan upacara keagamaan yang fokus pada praktik meditasi dan introspeksi spiritual yang menjadi inti ajaran Buddha. Pada saat yang sama, penggunaan lampion juga harus dihormati dan dijaga nilai-nilai spiritualnya.

  • Alternatif Penggunaan Lampion

Pemerintah dan panitia penyelenggara perlu mempertimbangkan alternatif penggunaan lampion dalam perayaan Waisak. Misalnya, penggunaan lampu LED atau proyektor yang menghasilkan cahaya yang sama dengan lampion namun tidak menimbulkan dampak lingkungan atau bahaya kebakaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun