Mohon tunggu...
Enrique Justine Sun
Enrique Justine Sun Mohon Tunggu... Freelancer - Book and Article Author • Psychology and Philosophy Enthusiast • Organizational Activists

Jendela Pendidikan Merubah Masa Depan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bayar Uang Kuliah, Kampus Milik Siapa?

19 September 2022   18:20 Diperbarui: 19 September 2022   18:47 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil Screenshoot dari PDF Document yang memperlihatkan Ketentuan Poin. (Gambar Diolah Pribadi)

Hi Guys, Tahukah kamu bahwa selama ini Anda yang masih menempuh pendidikan tinggi di Kampus adalah Pemilik dari Kampus?

Mengapa saya katakan demikian, karena coba Anda perhatikan dan teliti sendiri. Selama ini Anda membayar biaya pendidikan Anda di kampus yang Anda tempati biaya tersebut adalah biaya semester yang nominalnya tidak menentu tergantung Universitas atau Sekolah Tinggi ataupun Institut.
Uangnya ini larinya kemana? Pasti ke gaji dosen, fasilitas kampus, dan sebagainya.

Jadi bisa dipastikan bahwa Anda lah sebenarnya yang menjadi pemilik dari kampus tempat anda studi.  

Selama Anda masih menempuh pendidikan di kampus tersebut maka Anda lah yang memiliki kampus.

Uang Semester tiap bulan kita bayar, tetapi tambah hari tambah aneh-aneh saja dosen atau maunya kampus.

Kalau kita komplain kita di marahin di kata-katain.

Wahai Para Dosen yang budiman, Tahukah Anda bahwa Anda itu dibayar oleh Mahasiswa-mahasiswa Anda? Tahukah kalian bahwa yang Anda suruh lakukan ini lakukan itu adalah orang yang mengaji Anda? Tahukah Anda bahwa orang tua dari mahasiswa memasukkan anaknya ke kampus Anda untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu bukan yang aneh-aneh??

Aneh-aneh disini maksudnya banyak yah tergantung fakultas masing-masing bahkan kampus masing-masing.

Bayar kuliah mahal-mahal tetapi Kampus bobrok itu gimana yah?

Saya sedikit curhat, saya adalah salah satu mahasiswa dari sekolah tinggi manajemen dan ilmu komputer (STMIK) di provinsi yang berbentuk huruf K dan berada di kota paling bawah garis lurus dari huruf K. Kota yang terkenal dengan makanan khasnya yaitu Coto dan Pallubasa.

STMIK ini adalah STMIK yang sudah lama berdiri dikota tersebut. Rata-rata penduduk di kota ini sudah mengenal STMIK tersebut. Terlebih lagi untuk warga keturunan Tionghoa pasti sangat familiar.

STMIK ini akreditasinya B dan baru saja menyelesaikan akreditasi menuju ke Institusi.

Tetapi bagi saya hal ini sebaiknya dipertimbangkan lagi oleh BAN PT.

Mengapa demikian? Karena STMIK ini terlalu memaksakan untuk menjadi Institusi. Kami para mahasiswa diminta untuk mengisi kuisioner mengenai mata kuliah. Tetapi ketika kita isi kuisioner tersebut dengan jawaban dari hati yang jujur malahan kami kesal. Why? Karena ketika setelah kami selesai mengirim seluruh jawaban kuisioner. Kuisioner itu di reset dan kami diwajibkan untuk mengisi semua nya dengan yang baik-baik tidak boleh buruk (Alias diajarkan untuk BerBohong).

Inilah salah satu bentuk dari Sekolah Tinggi yang tidak akan maju menuju Institusi.

STMIK ini dulu menjadi saingan dengan salah satu STMIK yang kini menjadi Universitas.

Tetapi STMIK yang saya bahas sekarang ini adalah STMIK yang tidak pantas menuju Institusi bahkan sebaiknya pihak Akreditasi Ban PT dan juga Kementerian Pendidikan melakukan pengawasan ketat terhadap STMIK tersebut apakah STMIK tersebut dapat layak beroperasi atau tidak.

Tetapi kalau saya sendiri pribadi mengatakan sudah tidak layak beroperasi lagi. Kenapa? Karena terlalu banyak yang harus Kementerian Pendidikan melakukan Sidak dadakan terhadap STMIK ini. Mulai dari persyaratan kelulusan yang mewajibkan mahasiswa untuk mendapatkan minimal 300 poin sampai dengan yah itu tadi seperti mengisi kuisioner.

Hasil Screenshoot dari PDF Document yang memperlihatkan Ketentuan Poin. (Gambar Diolah Pribadi)
Hasil Screenshoot dari PDF Document yang memperlihatkan Ketentuan Poin. (Gambar Diolah Pribadi)

Kemudian ada beberapa Dosen yang juga saya liat tidak memenuhi standar menjadi seorang dosen ataupun disebut pengajar.

Di STMIK ini ada beberapa dosen ketika mengajar itu kebanyakan menyuruh mahasiswa membuka YouTube bahkan langsung memberikan tugas tanpa adanya materi yang diberikan ataupun penjelasan secara virtual ataupun tatap muka yang diberikan. Ini sama saja saya katakan bahwa 

"Jangan Masukkan Anak Anda di STMIK ini karena hanya buang-buang uang."

Hasil Tangkapan Layar dari Website Pembelanjaan Mata Kuliah. (Gambar Diolah Pribadi)
Hasil Tangkapan Layar dari Website Pembelanjaan Mata Kuliah. (Gambar Diolah Pribadi)

Kalau hanya disuruh belajar melalui YouTube mendingan tidak usah masuk STMIK ataupun kampus. Belajar lewat YouTube sudah OK.

Kalau hanya mau cari gelar silahkan langsung beli gelar saja atau ikut kelas sertifikasi non akademik.

Percuma belajar di Kampus tidak bakalan ada ilmu yang didapatkan malahan meribetkan diri sendiri, buang-buang duit.

Kampus bagus itu adalah kampus yang berkualitas dan sudah diakui kredibilitasnya dan juga para dosennya secara internasional bukan kampus yang memaksakan kampusnya terkenal dikalangan Nasional maupun Internasional, karena ini akan membuat kampus menjadi buruk bahkan menjadi tidak layak lagi untuk dihuni para pelajar ataupun mahasiswa.

Menteri Pendidikan yang selanjutnya harus lebih memerhatikan hal tersebut demi kemajuan ilmu pendidikan tinggi.

Terlalu banyak juga mata kuliah yang semestinya tidak harus ada di berbagai fakultas. Harusnya hal ini juga lebih diperhatikan karena tidak adanya hubungan dengan fakultas yang diambil oleh para mahasiswa.

Menjadi kampus yang memiliki kredibilitas dan berkualitas harus memerhatikan mata kuliah yang mana yang wajib diajarkan.

Wahai para dosen juga, ajarkan anak-anak didikmu ini dengan sungguh-sungguh, ajarkan anak-anak didikmu ini sesuai dengan kemampuanmu bukan diluar dari kemampuanmu.

Wahai para dosen, ajarkan anak-anak didikmu ini agar tepat waktu jangan seperti dirimu yang tidak tepat waktu. Hal ini sangat penting apalagi anak-anak didikmu ini semuanya akan mengakhiri jenjang pendidikan tingginya di lingkungan kerja.

Wahai pihak kampus, ingatlah diri Anda itu hidup dari Uang Semester, UKT, dan biaya lain-lain dari mahasiswa. Pakailah uang itu sebagaimana mestinya. Pakailah uang itu untuk membuat fasilitas kampus menjadi lebih bagus dan berkembang. Pakailah uang itu untuk mengajar para anak didikmu menjadi lebih berilmu.

Artikel ini hanya sekedar mengingatkan kembali kedalam diri kita masing-masing dan juga sebagai alat curhat saya untuk pendidikan tinggi (bukan sebaliknya).

Saya tidak berharap banyak untuk artikel ini bisa dibaca oleh banyak orang (terutama Pihak Staf Kantor Kementerian Pendidikan ataupun Ban PT). Saya hanya berharap artikel ini menjadi perhatian kita semua, terutama para orang tua yang membayar pendidikan anaknya.


"Jangan hanya sekedar membayar, tetapi perhatikan dan juga teliti. Apakah anakmu itu sudah sesuai ilmunya dengan uang yang engkau keluarkan atau tidak."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun