Mohon tunggu...
Putra Saputra
Putra Saputra Mohon Tunggu... -

I am

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Little India - Kampong Glam - Orchard Road (Backpacker Sendiri ke Singapura - Bagian 3)

16 November 2014   10:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:42 3910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu, 1 Februari 2014

Akhirnya pagi datang juga. Tidur saya semalam tidaklah nyenyak. Awalnya sih nyenyak, sebelum saya menyadari ada yang mendengkur hebat di kamar ini. Astaga, dengkuran orang itu keras sekali. Saya berkali-kali terbangun karenanya. Resiko menginap di dormitory, kita tak tahu sebelumnya teman sekamar bakal seperti apa kebiasaannya, dan mesti siap menerima segala keburukannya. Ya sudahlah. Yang penting sekarang sudah pagi, dan semoga hari ini dia check out, karena saya masih ada satu malam di sini.

Perjalanan pertama hari ini adalah ke Little India, yang sebenarnya saya jadwalkan di hari pertama namun batal. Dengan menggunakan MRT, Little India tidak terlalu jauh dari Chinatown. Saya turun di stasiun MRT Ferrer Park. Jalanan di sekitar stasiun agak lengang. Lantas saya berjalan mencari Serangoon Road yang merupakan jalan utama di Little India. Di sebuah sudut perempatan Serangoon Road, terdapat Masjid Angullia. Bagi saya, di sebuah negara dimana Islam bukan menjadi mayoritas seperti Singapura, objek masjid selalu menjadi menarik. Desain Masjid Angullia cukup sederhana, tidak banyak ornamen, cenderung masif sebagaimana bangunan-bangunan khas padang pasir.

[caption id="attachment_354444" align="aligncenter" width="300" caption="Masjid Angullia"][/caption]

Di seberang Masjid Angullia, geliat bisnis di Little India mulai terasa. Salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Little India adalah Mustafa Centre yang buka 24 jam. Saya masuk ke dalamnya. Segala macam barang dijual disini, dari pakaian, jam tangan, sepatu, kebutuhan sehari-hari, sampai alat elektronik juga ada. Ada yang menggelitik saya ketika melihat-lihat tempat jualan CD/DVD. Ada banyak DVD film horror Indonesia yang dijual disini. Yang pasti semuanya original. Dan yang membuat saya terkejut, ada DVD serial Cinta Fitri berbagai season yang dijual dalam puluhan seri DVD. Bahkan saya belum pernah melihatnya di Jakarta.

[caption id="attachment_354445" align="aligncenter" width="300" caption="Mustafa Centre"]

14160804831759337772
14160804831759337772
[/caption]

[caption id="attachment_354446" align="aligncenter" width="300" caption="DVD Serial Cinta Fitri di Mustafa Centre"]

14160807321530959480
14160807321530959480
[/caption]

Keluar dari Mustafa Centre, saya mencari tempat makan yang menjual menu khas kawasan ini. Walau demikian, saya masih memperhitungkan kira-kira bakal doyan atau tidak. Maklum, lidah saya kurang adaptif terhadap makanan-makanan luar Indonesia. Pilihan saya jatuh pada ABM Restaurants yang terletak di samping Mustafa Centre. Melihat menunya, saya sudah agak keder, bakal tertelan atau tidak. Apalagi saya tidak menyukai menu-menu daging kambing yang sepertinya dominan disini, plus bumbu kuahnya yang sangat menyengat. Akhirnya saya mencari amannya saja, memesan nasi briyani dengan lauk ikan dan telur. Saya kira menu ini bisa mengakomodasi rasa penasaran terhadap masakan India, namun tetap memelihara lidah saya. Hehehe. Nasi briyani kurang lebih hampir sama dengan nasi kuning di Indonesia, hanya saja menggunakan beras yang bentuknya lebih lonjong. Dan porsi yang disuguhkan sungguh besar. Saya meminta penjualnya untuk mengurangi nasi hingga setengahnya. Nasi briyani ini dilengkapi dengan kuah dan potongan sayur semacam acar. Bagi saya, rasa kuahnya terlalu tajam. Jadinya, saya hanya menuangkan sedikit saja di atas nasinya. Total harganya sekitar 10 SGD termasuk minuman teh tarik dingin.

[caption id="attachment_354447" align="aligncenter" width="300" caption="Nasi Briyani"]

1416080861642482768
1416080861642482768
[/caption]

Saat sedang makan, ada seorang laki-laki yang menghampiri saya. Dia adalah warga lokal Singapura keturunan India. Dia bergabung di meja saya dengan hanya memesan segelas minuman. Rupanya dia sudah mengenal pemilik restoran, dan berada di dalam restoran karena sedang menunggu orang. Usianya kurang lebih 50 tahun. Mengetahui saya datang dari Jakarta, dia juga bercerita mempunyai pengalaman dengan Jakarta. Dia pernah bertanding sepak bola di Senayan. Ya, dia adalah mantan pemain sepak bola Singapura tahun 80an, dan sekarang menjadi pemilik restoran di Little India juga. Kami saling bercerita. Menarik juga bisa bercakap-cakap panjang lebar dengan orang lokal, apalagi dia bisa berbahasa Melayu, jadi lidah saya tak perlu belibet karena mesti bicara bahasa Inggris.

[caption id="attachment_354449" align="aligncenter" width="300" caption="ABM Restaurants"]

1416081025143569328
1416081025143569328
[/caption]

Saya melanjutkan perjalanan di sepanjang Serangoon Road yang didominasi pertokoan. Ada sejumlah kuil Hindu juga disini. Saya mencari Masjid Abdul Gafoor yang letaknya di Dunlop Street. Alhamdulillah ketemu. Berbeda dengan Masjid Angullia, Masjid Abdul Gafoor ini lebih berornamen. Arsitekturnya khas Asia Selatan dengan warna yang mencolok.

[caption id="attachment_354450" align="aligncenter" width="300" caption="Masjid Abdul Gafoor"]

1416081117117586793
1416081117117586793
[/caption]

Inilah bagian dari Singapura bercita rasa India. Dari orang-orangnya, makanannya, bangunannya, suasananya, semua cukup mewakili India. Puas berkeliling di Little India, sudah saatnya untuk meninggalkan kawasan ini. Secara keseluruhan, saya telah berjalan kaki lumayan jauh. Tadi perjalanan saya berawal dari stasiun MRT Ferrer Park, sekarang berada di stasiun MRT Little India untuk melanjutkan perjalanan. Yup, menjadi backpacker mesti memiliki fisik kuat untuk sanggup berjalan kaki jauh. Tujuan saya selanjutnya adalah Kampong Glam di daerah Bugis.

[caption id="attachment_354451" align="aligncenter" width="300" caption="Little India (1)"]

14160813051483284740
14160813051483284740
[/caption]

[caption id="attachment_354452" align="aligncenter" width="300" caption="Little India (2)"]

14160813751045575746
14160813751045575746
[/caption]

[caption id="attachment_354453" align="aligncenter" width="300" caption="Little India (3)"]

14160814781198781538
14160814781198781538
[/caption]

Begitu keluar dari stasiun MRT Bugis, pemandangan berupa gedung-gedung modern langsung menyambut. Meski demikian, ruang-ruang terbuka di kawasan ini juga mudah dijumpai. Inilah yang membuat jalan kaki menjadi menyenangkan karena jalanan terasa luas. Selain Kampong Glam-nya, daerah Bugis juga dikenal sebagai pusat perbelanjaan. Ada Bugis Junction, Bugis Village, dsb. Saya tak berminat berkeliling ke tempat-tempat belanja, jadi langsung menuju ke Kampong Glam.

[caption id="attachment_354454" align="aligncenter" width="300" caption="Bugis Junction"]

14160821205866322
14160821205866322
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun