Mohon tunggu...
Theresia Tharob
Theresia Tharob Mohon Tunggu... Penulis - Athena, mikrokosmos

L’amor Est L'enfant De La Liberte

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Tuhan Hanya Ada di Pikiran? Bagaimana Membahas tentang Tuhan

17 September 2023   21:59 Diperbarui: 17 September 2023   22:03 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tentang Tuhan tidak cukup bahasa yang memadai sebab mengetahui tentang Tuhan bukan hanya memikirkan dan mengekspresikan-Nya melainkan perlu mengalami [dengan keseluruhan proses hidup].

-- Bab terakhir buku (Menalar Tuhan)

 

Memikirkan dan membahas tentang Tuhan sudah merupakan obsesi filsafat selama bertahun-tahun. Tentang Tuhan, setiap manusia selalu saja memiliki pengalaman dan pandangan masing-masing yang berbeda. Dari pandangan dan pengalaman ini, tidak sedikit pujangga dan sastrawan-sastrawati berusaha  mengekspresikan-Nya dalam puisi dan tulisan-tulisan yang indah. Memang Tuhan selalu dianggap sebagai suatu entitas yang suci dan tertinggi bagi manusia, sehingga cara kita membahasakan-Nya pun juga dibuat hati-hati. Membawa Tuhan dalam bahasa sepertinya tidak boleh semena-mena, kita punya aturan dalam melakukan itu. Sampai saat ini, kemisterian-Nya menjadikan kita selalu mendekatkan diri, tapi banyak sekali petinggi agama yang dengan kemahatahuannya telah melampaui dan menembus kemisterian itu. Menafsirkan kitab dengan bahasa yang luas dan meyakinkan apa-apa tentang-Nya adalah kebenaran. Namun apakah sudah benar bahasa yang kita gunakan? Apakah berbicara tentang-Nya panjang lebar sudah tepat dan baik?

 "Bagaimana mungkin kita dapat menerapkan istilah-istilah yang berasal dari alam indrawi dan terbatas pada realitas yang murni rohani dan tidak terbatas?"

 Pada bab terakhir Menalar Tuhan, prof Magnis menjelaskan tentang Tuhan dan dunia. Ia membahas apa yang dapat kita manusia katakan tentang Yang Ilahi ini, dengan sebuah pertanyaan; bagaimana berbicara tentang Tuhan?. Dalam agama-agama, orang sering sekali membicarakan tentang Tuhan yang maha baik, bijaksana, adil, murah hati dst. Namun demikian, arti dari dari hal-hal baik dan adil ini bisa diketahui dalam lingkup kita saja sedangkan Tuhan bukanlah benda, Ia jelas sekali berbeda.

 Sebagaimana sebuah wacana abstrak tentang Tuhan dirumuskan oleh Weissmahr bahwa "Semua istilah kita sebenarnya tidak cocok untuk diterapkan pada Tuhan. Karena semua istilah itu memperoleh arti mereka dari pengalaman kenyataan terbatas (inderawi), istilah-istilah itu tidak mampu untuk menandai yang mutlak dan yang tak terbatas". Gagasan ini pun sejalan dengan Kant yang menyatakan bahwa "Cita-cita akal budi diproyeksikan melebihi batas-batas pengalaman yang mungkin,  dimana tidak menghasilkan suatu pengetahuan melainkan suatu kesan transendental palsu". Kita manusia, berusaha dengan cara-cara simbolis menyingkapkan yang tidak kelihatan dan tidak pernah kita jumpai itu sehingga hanya berakhir dengan kesan transendental.

 Jadi, apabila semua istilah yang kita gunakan berasal dari pengalaman yang bersifat inderawi, bagaimana mungkin kita bisa membicarakan Tuhan yang pada prinsipnya tak bersifat inderawi sama sekali? Bagaimana kita dapat menerapkan istilah-istilah yang berasal dari alam indrawi dan terbatas pada realitas yang murni rohani dan tidak terbatas? Sebenarnya inilah masalah kita hari ini ketika membicarakan tentangTuhan, yaitu bahasa kita kurang memadai.

 Prof Magnis mengajak kita agar melihat tentang Tuhan dari dua jenis pengandaian. Pertama bahwa Tuhan itu bukanlah salah satu objek diantara objek-objek lain. Jadi, maksudnya tidak ada pengalaman tentang Tuhan berdasarkan pengamatan. Karena semua pengamatan bersifat inderawi baik luar maupun batin. Jadi, tentang Tuhan, manusia hanya bisa memiliki pengalaman transendental. 

 Yang kedua, bahasa manusia selalu mengacu pada objek-objek indrawi, yang mana kita menangkap semuanya hanya dalam kerangka ruang dan waktu. Dengan pengalaman kesadaran, kita berusaha menangkapnya walaupun bukan sebagai objek tetapi cara kita dalam menangkapnya sebagai objek-objek. Hanya seperti kata-kata yang ingin diucapkan. Ekspresi dari bahasa-bahasa kita belum menyanggupi itu.

 Dari dua penjelasan diatas jelas sekali bahwa bahasa kita memang belum memadai untuk membicarakan tentang Tuhan, karena bahasa kita yang tersedia hanya yang terbentuk dalam kerangka dimensi ruang dan waktu. Jadi, cara kita membahasakan Tuhan hanya dalam cara yang prinsipil, kalau ingin membahas-Nya hanya dengan memakai bahasa dialektis. Artinya terdapat 3 cara ini saat ingin membahasakan tentang Tuhan: Kita menyatakan sesuatu, kita menyangkal apa yang dinyatakan itu, dan kita betulkan pernyataan itu.

 Menyatakan. Kita selalu ingin menyatakan apapun yang kita alami tentang-Nya sebagai nilai-nilai di dalam dunia seperti; baik, maha kuasa, maha tahu, dan bijaksana. Kita bisa menyatakan seperti ini karena kita menganggap Tuhan sebagai realitas mutlak, yang mana semua kemampuan  positif tidak mungkin tidak dimiliki oleh-Nya. [2] Menyangkal Pernyataan. Dalam menyatakan segala hal tentang Tuhan, kita akan menyangkali setiap yang memiliki kecenderungan berlawanan dengan keluhuran-Nya. Seperti setiap hal jelek, kurang sempurna, tidak baik tentang-Nya harus disangkal. Temasuk saat kita ingin membicarakan sifat-Nya, segala yang bersifat terbatas harus disangkal, karena akan mengurangi kesempurnaan-Nya, seperti Tuhan makan, minum atau berkembang. Selain menyangkal hal-hal tentang Tuhan diatas, kita juga sering menambahkan pernyataan-pernyataan sangkalan seperti Tuhan itu hidup tetapi bukan seperti organisme di bumi, Tuhan itu adil tetapi bukan seperti cara kita dalam memandang keadlian. Jadi berbicara tentang Tuhan kita harus dengan cara menyangkal, kita tidak bisa berbicara secara murni. Hal ini terjadi karena keterbatasan bahasa yang kita miliki.  [3] Membetulkan atau Melampaui Pernyataan. Pada cara ini kita akan mencapai pemahaman  murni sebab pemahaman bahasa kita yang dapat melampaui keterbatasan yang ada, murni sebab tidak lagi bercampur pada sifat-sifat dalam dimensi pengada yang terbatas. Jadi, terlepas dari sifat-sifat segala kejelekan dan ketidaksempurnaan yang ada di alam ini, kita tetap dapat menyatakan segala kesempurnaan dan kepositifan tentang-Nya. Mengapa demikian? Kembali lagi bahwa kita mempunyai kesadaran dan pengalaman tentang Dia, yang tidak dapat kita tangkap mentah-mentah sebagai objek, namun kita tetap dapat melakukannya seperti cara kita dalam menangkap objek-objek di dunia.

Jadi dari sini kita dapat menangkap kesimpulan bahwa, pemastian sebuah hipotesa melalui falsifikasi berdasarkan deduksi hanya berlaku diantara objek-objek, tidak berlaku jika diterapkan pada Yang Mutlak Personal, karena bukan sebuah objek melainkan dimensi dalam menangkap obej-objek. Tuhan tidak bisa disimpulkan melainkan ditunjuk. Sebagaimana pernah dituturkan oleh Fromm bahwa membahasakan tentang Tuhan ini seperti "Jari Menunjuk Ke Bulan", kita tidak fokus ke jari melainkan keindahan dari bulannya, oleh sebab itu penggunaan bahasa yang kita pakai tak lain adalah satu dari sekian ekpresi simbolik tentang kerinduan kita manusia untuk mencapai suatu kesatuan yang dapat menghubungkam keterpisahan yang dirasakan. Tentang Tuhan tidak cukup bahasa yang memadai sebab mengetahui tentang Tuhan bukan hanya memikirkan dan mengekspresikan-Nya melainkan perlu mengalami [dengan keseluruhan proses hidup].

 

Sumber bacaan:

 

Armstrong, Karen. 1993. A History of God. The 4000-year Quest of Judaism, Christianity and Islam. New York: Ballantine Books. 2001. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.

 Fromm, Erich. 2015. Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan Tuhan Sejarah dan Tuhan Alam. Yogyakarta: Jalasutra

 Magnis-Suseno, Franz.  2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun