Mohon tunggu...
Theresia Tharob
Theresia Tharob Mohon Tunggu... Penulis - Athena, mikrokosmos

L’amor Est L'enfant De La Liberte

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Tuhan Hanya Ada di Pikiran? Bagaimana Membahas tentang Tuhan

17 September 2023   21:59 Diperbarui: 17 September 2023   22:03 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Dari dua penjelasan diatas jelas sekali bahwa bahasa kita memang belum memadai untuk membicarakan tentang Tuhan, karena bahasa kita yang tersedia hanya yang terbentuk dalam kerangka dimensi ruang dan waktu. Jadi, cara kita membahasakan Tuhan hanya dalam cara yang prinsipil, kalau ingin membahas-Nya hanya dengan memakai bahasa dialektis. Artinya terdapat 3 cara ini saat ingin membahasakan tentang Tuhan: Kita menyatakan sesuatu, kita menyangkal apa yang dinyatakan itu, dan kita betulkan pernyataan itu.

 Menyatakan. Kita selalu ingin menyatakan apapun yang kita alami tentang-Nya sebagai nilai-nilai di dalam dunia seperti; baik, maha kuasa, maha tahu, dan bijaksana. Kita bisa menyatakan seperti ini karena kita menganggap Tuhan sebagai realitas mutlak, yang mana semua kemampuan  positif tidak mungkin tidak dimiliki oleh-Nya. [2] Menyangkal Pernyataan. Dalam menyatakan segala hal tentang Tuhan, kita akan menyangkali setiap yang memiliki kecenderungan berlawanan dengan keluhuran-Nya. Seperti setiap hal jelek, kurang sempurna, tidak baik tentang-Nya harus disangkal. Temasuk saat kita ingin membicarakan sifat-Nya, segala yang bersifat terbatas harus disangkal, karena akan mengurangi kesempurnaan-Nya, seperti Tuhan makan, minum atau berkembang. Selain menyangkal hal-hal tentang Tuhan diatas, kita juga sering menambahkan pernyataan-pernyataan sangkalan seperti Tuhan itu hidup tetapi bukan seperti organisme di bumi, Tuhan itu adil tetapi bukan seperti cara kita dalam memandang keadlian. Jadi berbicara tentang Tuhan kita harus dengan cara menyangkal, kita tidak bisa berbicara secara murni. Hal ini terjadi karena keterbatasan bahasa yang kita miliki.  [3] Membetulkan atau Melampaui Pernyataan. Pada cara ini kita akan mencapai pemahaman  murni sebab pemahaman bahasa kita yang dapat melampaui keterbatasan yang ada, murni sebab tidak lagi bercampur pada sifat-sifat dalam dimensi pengada yang terbatas. Jadi, terlepas dari sifat-sifat segala kejelekan dan ketidaksempurnaan yang ada di alam ini, kita tetap dapat menyatakan segala kesempurnaan dan kepositifan tentang-Nya. Mengapa demikian? Kembali lagi bahwa kita mempunyai kesadaran dan pengalaman tentang Dia, yang tidak dapat kita tangkap mentah-mentah sebagai objek, namun kita tetap dapat melakukannya seperti cara kita dalam menangkap objek-objek di dunia.

Jadi dari sini kita dapat menangkap kesimpulan bahwa, pemastian sebuah hipotesa melalui falsifikasi berdasarkan deduksi hanya berlaku diantara objek-objek, tidak berlaku jika diterapkan pada Yang Mutlak Personal, karena bukan sebuah objek melainkan dimensi dalam menangkap obej-objek. Tuhan tidak bisa disimpulkan melainkan ditunjuk. Sebagaimana pernah dituturkan oleh Fromm bahwa membahasakan tentang Tuhan ini seperti "Jari Menunjuk Ke Bulan", kita tidak fokus ke jari melainkan keindahan dari bulannya, oleh sebab itu penggunaan bahasa yang kita pakai tak lain adalah satu dari sekian ekpresi simbolik tentang kerinduan kita manusia untuk mencapai suatu kesatuan yang dapat menghubungkam keterpisahan yang dirasakan. Tentang Tuhan tidak cukup bahasa yang memadai sebab mengetahui tentang Tuhan bukan hanya memikirkan dan mengekspresikan-Nya melainkan perlu mengalami [dengan keseluruhan proses hidup].

 

Sumber bacaan:

 

Armstrong, Karen. 1993. A History of God. The 4000-year Quest of Judaism, Christianity and Islam. New York: Ballantine Books. 2001. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.

 Fromm, Erich. 2015. Manusia Menjadi Tuhan: Pergumulan Tuhan Sejarah dan Tuhan Alam. Yogyakarta: Jalasutra

 Magnis-Suseno, Franz.  2006. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun