Sumba --- sebuah pulau kecil di gugusan kepulauan NTT, berhasil menghentak perhatian publik di Indonesia. Dari temuan hasil penelitian ACDP 040, yang dipaparkan dalam kegiatan Seminar Nasional Hasil Penilaian Untuk Kebijakan Literasi di Kelas Rendah di Sumba pada bulan Desember 2016 yang lalu, dinyatakan bahwa sekitar 70 % siswa di kelas 2 belum bisa membaca. Â
Rambu adalah seorang siswa kelas 2 SDN Waihibur, Kabupaten Sumba Tengah. Dari hasil uji kemampuan membaca yang dilakukan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran 2017 - 2018, diketahui bahwa Rambu belum lancar membaca. Ketika ditelusuri, penyebabnya adalah ia belum mengenal huruf A -- Z dengan baik. Ketika ditunjukkan kartu huruf, ia hanya bisa membaca beberapa huruf, seperti A, I, E. Itu pun harus ditunjukkan berulang -- ulang dan diingatkan kembali cara membaca huruf tersebut. Rambu tidak sendiri. Ia hanya sebagai contoh. Hampir sebagian temannya juga mengalami hal serupa. Belum lancar membaca karena belum mengenal huruf.
Program Nawacita yang diluncurkan oleh Presiden Jokowi, salah satunya adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Saat ini GLS tengah menjadi suatu euforia tersendiri khususnya di kalangan para akademisi. Pendidik berlomba -- lomba memenuhi laman media sosial cetak dan elektronik dengan aneka ragam tulisan. Bahkan bukan hanya pendidik, masyarakat luas pun turut serta meramaikan gaung literasi di seluruh lini kehidupan Indonesia.Â
Munculnya daerah -- daerah literasi, komunitas -- komunitas pegiat literasi, dan tumbuhnya gerakan -- gerakan cinta buku, cinta membaca, Indonesia membaca, adalah semata -- mata bukti bahwa saat ini, kita sedang dilanda mabuk literasi. Namun, sungguh ironis, nasib Rambu dan kawan -- kawannya yang seolah terasing di tengah -- tengah situasi yang ramai dengan literasi.
Dari hasil konsultasi yang luas dengan pejabat perencanaan dan pendidikan, serta hasil penetapan prioritas -- prioritas baru yang disepakati sebagai fokus studi oleh para pemangku kepentingan pada lokakarya pendahuluan yang diadakan di Sumba Barat, tanggal 23 Maret 2016 yang lalu, disampaikan beberapa isu pendidikan di Sumba, yaitu :
Proporsi guru yang tidak berlatar belakang pendidikan keguruan
Ketersediaan dan distribusi guru
Alokasi sumber daya yang berkelanjutan bagi sekolah swasta
Mutu mengajar
Kesiapan anak belajar
Isu -- isu pendidikan di Sumba seperti tersebut di atas, bukan hanya menjadi fokus perhatian tim peneliti dalam melakukan studi penelitian. Tetapi juga menjadi suatu refleksi bagi para pejabat perencanaan dan pendidikan di level Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedikitnya, kondisi memprihatinkan yang dialami di Sumba, juga dialami oleh kabupaten / kota lainnya yang ada di provinsi NTT.
Terkait kemampuan membaca, ada efek yang diakibatkan lebih lanjut. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi, kondisi pendidikan di NTT pada tahun 2015 adalah sbb :
Angka buta aksara 328.261 jiwa (5,77%) dari jumlah penduduk NTT sebanyak 5.689.106 jiwa
Akses PAUD 152.165 jiwa (35,08%) dari total 430.871 anak usia dini
Angka putus sekolah SD = 5.763 orang
Usia tidak bersekolah : 0 -- 6 tahun = 179.269 jiwa (42,59%)
7 -- 12 tahun= 112.719 jiwa (16,02%)
28,76% guru tidak berkualifikasi sarjana (17,34% berpendidikan SMA) dari total 92.996 orang
Rata -- rata nilai UN masih rendah (Kategori C)
Dengan adanya berbagai tantangan dalam dunia pendidikan, khususnya terkait kemampuan literasi di sekolah, maka Dinas Pendidikan Povinsi NTT menjalin sinergi dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi NTT, dan tercetuslah gagasan bersama dalam sebuah konsep "Literacy Boost". Di level provinsi, strategi implementasi literasi terdiri dari :
Diskusi hasil resensi buku
Pembiasaan membaca 15 menit
Membuat perpustakaan kelas
Pengadaaan buku bacaan berkualitas
Kunjungan ke pameran buku
Kunjungan ke perpustakaan daerah
Kunjungan ke penerbit terdekat
Program Challenge / Tantangan membaca
Writting Contest dan penerbitan buku bagi guru dan siswa
Reading award, yaitu pemberian hadiah bagi guru dan siswa terkait kemampuan membaca buku
Untuk implementasi Literacy Boost di level sekolah, secara teknis sekolah menggandeng mitra NGO (Non Government Organization), dalam hal ini adalah Save The Children. Save The Children adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang salah satu fokus perhatiannya adalah pada pendidikan anak -- anak. Khusus bagi sekolah -- sekolah dampingannya yang ada di Kabupaten Sumba Tengah, Save The Children merancang kegiatan -- kegiatan dalam rangka penguatan kelas rendah / kelas awal di SD.
Sasaran
Literacy Boost adalah sebuah program yang dirancang untuk memberikan panduan pada sekolah, orang tua, dan kelompok / komunitas untuk lebih baik dalam mendukung perkembangan literasi anak -- anak. Fokus Literacy Boost              adalah : Penilaian kemampuan membaca, pelatihan guru, dan aksi kelompok / komunitas.
"Tahap pertama dari program Literacy Boost adalah dengan melakukan assesment awal terhadap kemampuan literasi anak -- anak di kelas rendah.Â
Assesment dilakukan melalui tahapan monitoring pelaksanaan KBM di kelas, observasi lingkungan belajar dan sumber -- sumber belajar lainnya. Intinya, Literacy Boost ini adalah bagaimana upaya guru dalam menggunakan berbagai sumber daya yang ada di lingkungannya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa." Tutur Bpk. Markus Kamping, S.Pd, seorang staff dari Save The Children, saat dikonfirmasi oleh penulis di sela -- sela kegiatan monitoring yang dilakukan di SDN Waihibur beberapa pekan       yang lalu.
Sasaran utama Literacy Boost adalah siswa kelas rendah di Sekolah Dasar. Selain itu ditujukan pula bagi staff LSM, pihak swasta, kepala sekolah, komite, pimpinan kelompok/komunitas, dan lain -- lain. Karena keberhasilan program ini akan menjadi tanggung jawab semua pihak, utamanya adalah keterlibatan publik.
Implementasi
Implementasi Literacy Boost yang telah dilakukan di sekolah, menyasar pada lima aspek kemampuan membaca, yaitu :
Pengenalan Huruf, dapat dilakukan melalui :
Mengenal huruf yang ada pada nama diri nya.
Contoh : A -- D -- 1
Mengenal huruf yang ada pada nama temannya
Contoh : T -- I -- N -- A
Dengan langkah 1, siswa sudah mengenal 3 huruf yaitu : A -- D -- I, sedangkan dengan langkah 2, siswa sudah bertambah lagi penguasaan hurufnya dengan 3 huruf baru yaitu : T -- N -- A. Huruf "I" sudah dipelajari pada langkah 1.
Kegiatan mengenal huruf melalui nama teman, dapat dilanjutkan dengan nama teman yang lain. Semakin banyak siswa mengenal nama temannya, maka semakin banyak huruf yang akan dipelajari.
Variasi kegiatan berkenalan dapat dilakukan dengan bernyanyi
Membaca huruf yang terbuka pada kartu huruf saat bermain tepuk tangan / Tos.
Caranya : siswa duduk saling berhadapan dengan teman, lalu mengambil beberapa kartu huruf dan melakukan tepuk tos. Lalu siswa membaca huruf -- huruf pada kartu yang terbuka.
Pengenalan Suku Kata / Fonem
Langkahnya : siswa ditunjukkan benda -- benda atau gambar benda yang ada di sekitarnya, lalu guru meminta siswa mencari kartu bertuliskan beberapa suku kata.
Contoh : Guru menunjukkan bola. Lalu siswa mencari kartu bertuliskan "bo" dan "la".
Membaca Lancar
Siswa diberikan sebuah bacaan dengan jumlah kata yang ditentukan dan harus selesai dibaca dalam batas waktu yang telah ditetapkan menurut kemampuan membaca di jenjang kelas tersebut.
Penguasaan kosa kata
Caranya : siswa membuat kamus mini yang dibuat dari kotak bekas sejumlah 26 kotak lalu ditempeli huruf A -- Z. Setelah itu, guru menjelaskan petunjuk membuat kartu kata.
Membaca Pemahaman
Dengan cara menjawab pertanyaan bacaan, membuat ringkasan, menceritakan kembali isi bacaan yang sudah dibaca, dan membuat karya kreatif sesuai isi bacaan. Contohnya : puisi, cerpen, gambar, pantun, dll.
Antusias
Dunia anak adalah dunia bermain. Apalagi siswa kelas 1, 2, dan 3 (kelas rendah) Mereka akan lebih siap belajar bila metode pembelajarannya lebih bervariasi. Salah satu metode pembelajaran yang diminati siswa kelas rendah adalah metode permainan.
ini  bola
inibola
i -- nibo -- la
i -- n -- i  b -- o -- l -- a
i -- nibo -- la
inibola
ini  bola
Cara membaca seperti di atas, disebut metode  SAS (Struktur Analitik Sintetik). Metode ini memang telah terbukti sukses membuat siswa mahir membaca permulaan, kendati mereka tampak kurang antusias. Oleh karena itu, Literacy Boost tampil dengan metode baru yang lebih inovatif dan kreatif. Sehingga selain meningkatkan kemampuan membaca siswa, metode permainan dalam Literacy Boost juga menciptakan kelas yang ceria dan menyenangkan sesuai dengan karakteristik siswa kelas rendah.
Manfaat
Suatu hari, Rambu mendatangi ruang kelas saya di kelas IV. Ia tampak memegang sepucuk surat.
"Bu. Saya dapat surat." Katanya sambil tersipu malu.
"Oh, ya ?" Tanya saya.
Ia mengangguk dengan riang. Senyumnya mengembang. Secercah harapan terlihat di sorot kedua matanya yang berbinar dengan lugu. Saya mengambil surat yang dipegangnya. Ternyata surat itu berasal dari kakak angkat Rambu yang berasal dari luar negeri. Anak -- anak yang bersekolah di SDN Waihibur dari kelas 1 -- kelas V, termasuk anak -- anak dari sekolah dampingan Save The Children lainnya, mendapat kesempatan untuk berbalas surat dengan orang lain yang ada di luar negeri. Dalam surat itu, biasanya pihak luar negeri disebut donor, sedangkan anak -- anak kami disebut sponsor. Donor biasanya menanyakan kesukaan anak -- anaknya, kegiatan belajar mereka, dan hal -- hal lain yang ingin mereka ketahui dari anak -- anak sponsornya di Indonesia.
"Rambu mau tulis apa ?" Tanya saya.
"Mau tulis kalau sudah bisa baca." Jawabnya.
Saya terkesiap dengan jawaban Rambu. Saya membayangkan kembali, saat pertama Rambu mendapat surat dari donor Save The Children. Ia belum bisa membaca sama sekali. Sekarang, ia sudah bisa membaca walaupun masih mengeja suku kata.
Ya, Rambu adalah salah satu siswa yang telah mampu meningkatkan penguasaan kemampuan membacanya dengan Literacy Boost. Namun, apakah Literacy Boost ini mampu secara signifikan mengurangi persentase siswa kelas rendah di Pulau Sumba yang belum mampu membaca  ?
Penulis :Â
Theresia Sri Rahayu, MM. Pd
Guru SDN Waihibur - Kab. Sumba Tengah
Sumber :
Toolkit Literacy Boost Save The Children
Handout Seminar Hasil Penilaian untuk Kebiajkan Pendidikan, "Literasi di Kelas Rendah di Sumba"
Modul Strategi Peningkatan Effektivitas Pendidikan Dasar di Sekolah/Madrasah di Sumba, NTT (Volume 1 dan 3)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H