Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Senyum Seharga Dua Ribu Rupiah

4 Desember 2015   15:17 Diperbarui: 4 Desember 2015   16:36 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudahkah anda tersenyum hari ini ? 

Siapakah yang anda berikan senyuman ? Keluarga, rekan kerja, sahabat, atau tetangga anda ? 

Sudahkah anda juga memberikan senyum kepada orang yang bahkan belum anda kenal ? Misalnya kepada orang lain yang anda temui di perjalanan menuju tempat kerja, entah itu supir, kondektur, orang yang duduk di sebelah anda saat naik kendaraan umum, pedagang, pengamen, satpam, atau mungkin tukang parkir ? 

Mungkin ketika anda membaca artikel ini, anda juga masih belum tersenyum pada saya ? Tidak masalah, karena anda berhak untuk memilih kepada siapa anda ingin memberikan senyuman itu.

Kadang - kadang, kita menganggap bahwa senyuman itu adalah hal yang sepele. Tapi tahukah anda, bahwa ternyata senyuman yang kita berikan membawa pengaruh yang cukup besar dalam hidup orang lain. Dan sebaliknya, senyuman yang diberikan orang lain pun akan membawa pengaruh dalam hidup kita.

Mari kita simak contoh berikut, siapa tahu anda pun pernah mengalami hal yang serupa. Saat sidang di kampus, seorang mahasiswa masuk ke dalam ruangan sidang dengan perasaan gugup dan takut. Keringat dingin mengalir di punggungnya. Ia merasa bahwa suasana di ruangan itu sangat tegang. Wajah - wajah dosen penguji yang nyaris tanpa senyum, semakin membuat mahasiswa ini kurang konsentrasi. Sehingga ia kurang jelas dlm menyampaikan hasil penelitian yang telah disusunnya dengan susah payah dalam skripsi. 

Berikutnya adalah kisah seorang guru yang mengajar di kelas dengan penuh kesabaran. Ia selalu tersenyum walaupun anak - anak yang diajarnya, terkadang membuatnya kesal dan marah. Anak - anak menganggap bahwa gurunya adalah guru yang menyenangkan. Karena ia sabar dan murah senyum. 

Kisah yang ketiga adalah kisah dari sebuah keluarga pemulung. Saat itu, saya mengendarai sepeda motor menuju tempat kerja. Ketika di perjalanan terjadi kemacetan, saya melihat ada seorang pemulung menarik gerobaknya. Ia bersama dengan istri dan anaknya. Saya melihat senyuman di wajah keluarga pemulung itu. Sebuah senyuman dibalik kondisi mereka yang boleh dibilang memprihatinkan dan sangat sederhana. Dan tanpa mereka sadari, senyuman mereka pagi itu membuat banyak orang termasuk saya yang melihatnya merasa sangat terharu. Saya tergugah dengan kebahagiaan mereka, dan saya tersadar dari pikiran saya selama ini yang menganggap bahwa uang, jabatan, dan kesuksesan adalah satu - satunya yang dapat mendatangkan senyum kebahagiaan. 

Masih banyak contoh lain yang dapat mengilustrasikan kepada kita tentang sebuah pengaruh dari senyuman. Karena itulah banyak orang akhirnya membuat beberapa kata - kata bijak tentang senyuman. Diantaranya : 

  • Senyum itu ibadah
  • Senyum membawa berkah
  • Tersenyumlah maka dunia pun menjadi indah
  • Berikan senyummu pada semua orang, tetapi hatimu jangan (hehehehe) seperti lirik lagu yaa
  • Tetaplah tersenyum (keep smile), dll

Jika senyum itu dianggap berharga dan penuh makna, janganlah pelit dan ragu untuk tersenyum. Apalagi senyum yang dilandasi dengan keikhlasan. 

Mungkin anda bertanya - tanya, lho memangnya ada senyum yang tidak ikhlas ? Jawabannya ... ADA. Mari sedikit merefleksi, apakah selama ini senyuman yang kita berikan untuk orang lain sudah dilandasi keikhlasan ? mungkin ilustrasi berikut dapat menjadi salah satu contohnya, hari itu seperti biasa saya dan suami pergi berbelanja kebutuhan bulanan di sebuah swalayan yang cukup besar. Di depan swalayan itu, terdapat lahan parkir berukuran kira - kira 3 m x 10 m. Kami sengaja memilih waktu berbelanja pada hari biasa, bukan saat week end. Supaya tidak terlalu ramai dan tidak susah untuk mencari tempat parkir. Ketika selesai berbelanja, kami pun mengambil motor yang berada di tempat parkir tersebut. Dan selain kami, ada juga beberapa orang yang hendak keluar dari tempat parkir tersebut. Saya pun membayar uang parkir Rp 1.000,00. Si petugas parkir tak bicara apa - apa. Senyum pun tidak, apalagi mengucapkan terima kasih. Sebenarnya, saya sedikit kecewa dengan sikapnya yang terkesan kurang ramah. Apalagi setelah itu, saya melihat ada perlakuan berbeda pada orang lain yang ia layani. Dengan tersenyum dan mengatakan terima kasih serta hati - hati di jalan, ia memasukkan uang Rp 2.000,00 ke dalam saku bajunya. 

Saya sedikit terhenyak dengan peristiwa itu. Lalu masih di depan swalayan, saya mencari - cari tulisan tentang tarif parkir yang seharusnya. Barangkali sudah ada ketentuan tarif parkir baru yang dipasang di tempat parkir. Namun, tidak saya temukan. Karena memang seingat saya, tarif parkir pada umumnya masih sebesar Rp 1.000,00. Kecuali seperti di Mall atau tempat lain yang sudah menyediakan vallet parking otomatis. 

Contoh kejadian lain dipaparkan oleh teman saya sendiri. Katanya di daerah tempat tinggalnya, ada 2 buah tempat fotokopi yang saling berdekatan. Tempat fotokopi pertama dilayani oleh sepasang suami istri, sedangkan yang lainnya dilayani oleh seorang perempuan yang masih muda. Coba anda tebak, tempat fotokopi siapa yang lebih ramai ? Bila anda termasuk yang menjawab tempat fotokopi kedua yang lebih ramai karena dilayani oleh seorang perempuan muda, jawaban anda ... SALAH.

Karena yang lebih ramai tempat fotokopinya adalah yang pertama. Ternyata dari hasil bertanya - tanya iseng pada beberapa orang yang sama - sama fotokopi di tempat pertama, mereka lebih suka fotokopi di sana karena si pemilik fotokopi adalah orang yang ramah dan suka tersenyum. Bahkan suami istri itu dengan sabar mendengarkan permintaan dari semua pelanggannya tanpa kecuali. Sedangkan dari pengalaman mereka, si perempuan muda itu justru terkesan jutek. Bahkan ia tidak melayani pelanggannya dengan baik bila jumlah pesanan fotokopi hanya satu atau dua lembar. 

Dari contoh pengalaman di tempat parkir dan fotokopi itu, saya mencoba menarik sebuah inti gagasan yaitu bahwa seolah - olah untuk mendapat sebuah senyuman, diperlukan nominal rupiah tertentu. Sungguh ironis, mengingat bahwa mereka itu sebagai pelaku ekonomi seharusnya memberikan pelayanan yang maksimal kepada orang lain agar produk jasa dan barang yang ditawarkan dilirik oleh konsumen. Bagaimana seandainya, orang sudah tahu dengan perlakuan si tukang parkir kemudian mereka memilih parkir di tempat lain, tentu penghasilannya akan berkurang. Seperti yang dialami oleh pemilik tempat fotokopi kedua, yang ditinggalkan pelanggan karena sikapnya yang kurang ramah dan terkesan jutek, tentunya bukan keuntungan yang dia peroleh, tapi malah buntung. 

Bagaimana ? Apakah anda pun pernah mengalami hal serupa ? Bagaimana pula dengan sikap anda, apakah anda akan memilih sikap seperti tukang parkir, pemilik tempat fotokopi yang pertama, atau pemilik tempat fotokopi kedua ? 

Tersenyum itu tidak susah kok ! Banyak hal di sekitar kita yang dapat membuat kita tersenyum. Kejadian lucu, kenangan masa lalu, imajinasi kita, gambar - gambar atau video lucu, penampilan seseorang, atau kadang kita tersenyum - senyum sendiri tanpa sadar saat melihat foto kita semasa kecil bahkan, saat kita membaca status orang lain di media sosial. Hanya anda perlu ingat, senyumlah pada saat yang tepat. Jangan sampai anda tersenyum dalam suasana duka atau anda senyum saat mendengarkan curhat seorang teman, dan jangan sampai anda senyum - senyum sendiri di tempat umum. 

Jika anda adalah manusia, bukannya robot yang terbuat dari mesin, apa susahnya anda belajar tersenyum. Biasakan untuk menjalani hidup sehari - hari anda dengan penuh senyuman. Sebab bukanlah kebahagiaan yang membuat kita tersenyum, tetapi senyumlah yang mendatangkan kebahagiaan dalam hidup kita. Seberat apapun penderitaan dan rasa sakit yang kita alami saat ini, tariklah nafas panjang sejenak dan tersenyumlah. Niscaya, hidup anda akan terasa lebih ringan untuk dijalani. 

Dan, tebarkanlah senyuman anda itu selanjutnya pada orang lain, agar mereka pun mendapat kebahagiaan dari sebuah hadiah kecil yang anda berikan. Sebuah senyuman indah yang penuh keikhlasan. Terima kasih, sekarang saya yakin anda pasti tersenyum setelah membaca artikel ini. Mudah - mudahan saya pun tidak perlu membayar Rp 2.000,00 untuk mendapat senyuman dari anda. 

Sumber foto : dokumen pribadi penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun