Sejak kecil saat masih tinggal di Jakarta, taksi adalah teman baik saya. Mereka bagaikan ‘kaki’ yang membawa saya kemanapun saya inginkan. Kalau mobil jemputan sekolah bermasalah, saya biasa naik taksi. Sabtu Minggu kalau papa sedang ada urusan dan saya mau jalan-jalan di mal atau ketemu teman, taksi adalah pilihan saya.
Maklum, saya enggak bisa nyetir mobil dan enggak punya supir pribadi. Tapi seiring dengan bertambahnya usia, saya mulai melihat perubahan antara taksi jaman dulu dengan taksi jaman sekarang. Perubahan-perubahan tersebut enggak mengenakkan, jadilah saya bersorak kegirangan ketika taksi online seperti Uber dan Grab muncul.
Minggu lalu saya membaca artikel infografik yang dibuat oleh iPrice mengenai perang harga antara Uber, Grab dan juga Taxi. Di infografik tersebut terlihat bahwa Taxi memiliki harga yang paling mahal jika dibandingkan dengan UBER dan juga Grab. Sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan Grab atau Uber yang memiliki harga lebih murah, namun pelayanan yang lebih baik. Berikut ini infografiknya "Perang Harga Uber, Grab & taxi"
Meskipun hanya beberapa taksi konvensional yang memberikan saya pengalaman enggak mengenakkan, tapi hal-hal tersebut tetap singgah di benak saya. Naik taksi konvensional sekarang itu untung-untungan, syukur kalau dapat mobil dan supir yang bagus. Kalau enggak? Semoga cepat-cepat sampai di tempat tujuan dan selanjutnya enggak ketemu si supir itu lagi!
Sebagai manusia dan mantan penumpang taksi konvensional, saya kasihan juga dengan supir-supir taksi konvensional. Bagaimanapun dulunya merekalah yang mengantar-jemput saya di kala perlu, bahkan ada beberapa yang supirnya baik sekali. Berikut adalah 10 tips dan masukan dari saya untuk taksi konvensional agar tidak kalah dengan taksi online:
1. Jangan Menipu Pelanggan, Terutama Turis
Bagi saya secara pribadi, hal ini adalah faktor utama yang membuat saya beralih ke taksi online. Sudah menjadi rahasia umum bahwa supir taksi konvensional, terutama yang biasa mangkal di daerah-daerah turis pasti berusaha untuk mengambil keuntungan. Suatu hari saya naik taksi konvensional dari sekolah pulang ke rumah. Karena sudah biasa, saya tahu kira-kira berapa harganya, tapi si supir taksi membawa saya berputar-putar sehingga argo menjadi mahal. Ketika ditanya, supir taksinya menjawab, “Jauh sedikit enggak apa-apa ya dik… Dari tadi belum dapat penumpang nih.”
Aduh pak, saya sendiri juga anak sekolah yang uang jajannya pas-pasan! Pengalaman lain saat saya sedang jalan-jalan ke Bali. Saat itu tengah malam dan hujan deras, saya ingin pulang dari Jl.Pantai Kuta ke hostel yang jaraknya kalau jalan kaki hanya 15 menit. Semua supir taksi di sana mematok harga minimal 250 ribu rupiah.
Bayangkan! Sesulit apapun hari Anda, jangan pernah menipu pelanggan dan mengambil kesempatan atas turis. Ketika Anda menipu pelanggan, perbuatan Anda turut memberikan cap negatif terhadap teman-teman Anda. Jika Anda adalah supir taksi yang beroperasi di kota-kota pusat turis, ada baiknya di dalam mobil Anda sediakan daftar estimasi harga ke tempat-tempat wisata.
Para turis akan merasa senang karena selain mendapat ide tempat yang ingin dituju, mereka juga bisa mengestimasi biaya yang harus dikeluarkan sehingga kemungkinan mereka naik taksi konvensional lebih besar. Ingat, kepercayaan itu mahal harganya.
2. Selalu Gunakan Argo