Pemandangan indah, hamparan sawah yang menghijau, desa- desa dengan pepohonan menghijau, hamparan pegunungan menoreh di kejauhan telah menebus segala kekangenanku akan tanah tumpah darahku.
Kereta terus melaju dan berhenti hanya sekali di Station Wates. Orang muda di depanku beranjak dan mempersilakan dua ibu- ibu, aku tebak berusia 50 tahunan. Lagi- lagi aku kagum oleh keramahan bangsaku. Bangga bahwa di jaman modern saat ini orang muda bangsaku tetap memiliki hormat dan sopan santun pada orang tua dengan memberikan tempat duduknya pada ibu- ibu tersebut.
40 Kilometer, 40 menit dan 20 ribu rupiah.
Akhirnya  kereta sampai di Station Tugu Yogyakata. Bandara Internasional Yogyakarta Kulon Progo yang berjarak 40 kilometer itu ditempuh hanya dengan waktu 40 menit. Jadi 40 Kilomete, 40 menit dan dengan harga yang sangat murah, 20 Ribu RupiahÂ
Sampai di Station Tugu Yogyakarta disambut dengan hujan deras. Hujan deras khas tanah airku yang sudah lama tidak aku alami.
Ya selama ini aku selalu pulang di musim kemarau, bulan Juni, Juli atau Agustus. Hujan di Jerman tidak pernah selebat hujan di tanah airku. Meskipun demikian aku nikmati setiap tetesa hujan yang menerpa wajahku.
Hujan deras Yogyakarta yang selalu aku rindukan.
Ada beberapa kekurangan yang saya lihat dan alami di Yogyakarta Internasional Airport dan Kereta Bandara:
1. Mesin alat penjualan tiket kereta hanya bisa menerima pembayaran dengan kartu ATM Â Indonesia , sedangkan Yogyakata merupakan salah satu tujuan wisata Manca Negara, alangkah baiknya bila bisa digunakan dengan kartu ATM Indonesia dan Manca Negara atau bahkan dengan kartu kredit.
2. Dalam kereta tidak ada tempat sampah.
Tempat untuk mengisi bateri Handy ada tetapi sayang tidak ada tempat sampah. Alangkah baiknya bila di setiap deretan bangku  yang saling berhadapan itu di bawah jendela di atas tempat pengisian bateri Handy ada kotak sampah.