Jam 08.30 pagi, gereja sudah dibuka tetapi masih sepi. Di depan pintu terletak alat disenfektan disamping alat air suci. Bentuknya mirip dan cara penggunaannya mirip juga, yaitu dengan meletakkan tangan di bawah alat disenfektan otomatis, maka akan menyembur cairan disenfektan. Sedangkan bila  menaruh tangan di bawah alat air suci akan menyemprot tangan kita dengan air suci. Hemm…di masa pandemi semua menjadi kreatif.
Di samping alat peyemprot disenfektan dan alat penyemprot air suci, tampak meja dengan daftar hadir yang baru empat terisi.Â
Di samping daftar hadir terletak sekotak pulpen dengan tulisan "sudah disenfektan" yang berarti masih steril dan di sampingnya tampak kotak kosong yang tertulis, tempat pulpen yang sudah digunakan.
Sebelum masuk ke ruang misa, saya mengisi daftar hadir dengan mengisi nama lengkap dan nomer telefon.Â
Setelah duduk tampak ibu kuster menyapa dan mendekati saya, "Apakah saya sudah mengisi daftar hadir?"
Saya katakan, "Ya sudah."Â
Saya ganti bertanya, "Apa mau melihat sertifikat vaksin saya?"
Ibu kuster bilang, "Tidak perlu karena tidak banyak yang datang dan cukup tempat untuk jaga jarak 2 meter."
Ya tentu saja, karena setelah misa mulai, hanya kami berlima mengikuti misa pagi itu dan semuanya ibu- ibu.Â
Imamnya orang berkulit hitam, entah dari negeri mana. Untung imam itu berbahasa Jerman tinggi yang berarti bukan bahasa Jerman dengan dealek Swiss atau Schwiizerduetsch. Kalau Schwiizerduetsch saya tidak mengerti sama sekali.
Sepulang dari misa, sebelum pulang ke rumah mampir ke supermarket, Denner nama supermarket tersebut.Â