Berawal dari protes karena hadiah
Suatu saat anak keduaku protes ketika menerima hadiah Natal, "Mama, si Luca mendapat hadiah natal handy terbaru dari mamanya dan play station terbaru dari papanya."Â
Luca menerima hadiah terpisah karena mama dan papanya hidup terpisah, jadi masing- masing memberi hadiah tersendiri.
Ya kami tidak pernah menghadiahi barang-barang mahal. Terus terang saya, mamanya tidak kreatif dalam mencari hadiah. Selama ini, kalau ulang tahun, natal atau paskah, saya selalu menghadiahi uang.Â
Dengan menghadiahi uang, anak-anak bisa menyimpan dan mengumpulkannya untuk membeli barang yang diinginkan. Kecuali ketika mereka masih kecil dan masih senang dengan hadiah mainan atau sepeda anak-anak.
Keinginan memiliki barang-barang mahal dan bukan barang-barang penting sulit dihindari. Melarang untuk tidak memiliki barang-barang mahal tidaklah mudah.Â
Untuk itu saya mengajak anak-anak untuk bekerja dan menabung agar mendapatkan uang sebanyak yang mereka butuhkan untuk membeli barang-barang tersebut, misalnya handy dan play station terbaru.
Bekerja untuk menambah uang saku
Usia 13 tahun, anak-anak di Jerman boleh bekerja untuk menambah uang saku. Mereka boleh mengerjakan pekerjaan ringan setiap hari namun tidak boleh lebih dari dua jam.Â
Pekerjaan itu misalnya, oper koran, mengantar obat dari apotek ke rumah pembeli, jalan-jalan dengan anjing atau gassi gehen dan pekerjaan ringan lainnya.
Demikian juga anakku, usia 13 sudah mengantar koran seminggu sekali. Koran diantar ke rumah kami tiap hari Rabu dan diantar ke rumah-rumah warga paling lambat hari Jumat.
Daerah yang diantar koran hanya daerah di sekitar tempat tinggal kami sehingga bisa diantar dengan bersepeda. Koran diantar dalam segala cuaca, dari 30 derajad di musim panas, dan minus 5 derajad di musim dingin, panas terik, hujan dan salju.
Supaya cepet selesai, kami selalu menolong mengantar koran ini, misalnya saya dua jalan, suami dua jalan, dan anakku dua jalan.Â
Pada dasarnya hanya untuk menunjukan pada anak anak, bahwa untuk mendapatkan sesuatu harus bekerja.
Uang yang didapat dari mengantar koran tentu saja masuk ke konto atau nomer rekening anakku.Â
Hal-hal positif dari mengajarkan anak bekerja:
Pertama, anak- anak belajar membagi waktu antara kapan bekerja dan menyelesaikan kegiatan lain. Misalnya koran diantar ke rumah-rumah setelah mengerjakan PR dan sebelum pergi latihan hand ball.
Kedua, belajar menabung untuk meraih sesuatu. Misalnya handy yang ingin dibeli seharga 400 Euro, berarti harus menabung selama 4 bulan, karena mengantar koran mendapat gaji 100 Euro satu bulan.Â
Dalam kenyataannya, tidak harus menunggu selama itu. Saya selalu memberikan sebagian uang dari harga handy, karena yang penting anak-anak belajar menabung dan berusaha untuk mendapatkan sesuatu.
Ketiga, belajar menghargai uang. Dulu sebelum bekerja, apabila membeli baju dan saya memegang baju yang sedang diskon, anakku bilang, "Mama ich ziehe so Kleidung doch nicht an" (mama saya tidak mengenakan baju semacam itu).
Tetapi saat ini setelah bekerja, mereka bangga bila memakai baju yang harganya diturunkan. Misalnya dia pamer dengan T-sihrt barunya yang seharga 10 Euro.
Mereka memiliki play station seperti anak-anak lainnya, tetapi barang mahal itu dari hasil kerja mereka sendiri. Laptop untuk belajar saya belikan, tetapi play station tidak.
Mereka memiliki handy terbaru, saya hanya memberikan harga sebanyak yang saya pikir itu harga handy biasa, yang penting mereka memiliki handy. Handy terbarunya dibeli dari uang pemberian saya dan hasil dari bekerja.Â
Bekerja untuk jalan-jalan ke luar negeri
Pada saat mereka semakin dewasa, mereka mencari pekerjaan yang lebih ringan dan memberikan gaji yang lebih besar.Â
Pada umur 16 tahun anak-anak boleh bekerja basis yang berarti bekerja tanpa dipotong pajak.Â
Pekerjaannya tidak boleh mengganggu kegiatan sekolah dan tidak boleh lebih dari 8 jam sehari. Pekerjaan tersebut tidak boleh lebih dari jam 20.00 malam.
Saat itu anak-anak bekerja sebagai kasir di supermarket setiap hari sabtu atau jumat sore, tergantung dari kebutuhan perusahaan dan disesuaikan dengan kegiatan mereka.
Setelah tidak ada waktu lagi bekerja di supermarket, mereka mengajar les adik-adik kelasnya, seperti les matematika, fisika, bahasa Perancis, dan lain-lain sesuai permintaan dan kebutuhan.
Dengan bekerja sebagai kasir dan mengajar les, anak-anak bisa berlibur ke Amerika. Mereka berdua jalan-jalan ke Amerika, tiket pesawat mereka beli sendiri, saya bayar hotel dan sewa mobil.
Saat ini anak pertama sudah selesai sekolah dan sudah bekerja. Melihat cara dia mengatur uang, sebagai orang tua, hati menjadi tenang, orang Jerman bilang "nicht von Fenster werfen", kalau diterjemahkan secara bebas berarti "uang tidak dilempar ke luar jendela begitu saja".
Mencari beasiswa untuk studi dan bekerja di samping kuliah.
Anak keduaku, sejak lulus SMA sudah gigih mencari sendiri beasiswa untuk membiayai studinya di Swiss. Bahkan sampai saat ini masih mendapatkan beasiswa dari Universistas St. Gallen.
Di Jerman biaya kuliah per semester murah sekali, hampir gratis. saat itu  anak pertamaku hanya membayar 350 Euro per semester, termasuk uang tiket kereta dan bus seluruh negara bagian.
 Di Swiss biaya kuliah persemester untuk warga negara bukan Swiss 3 kali lipat, 1000 Schweize Franken untuk warga negara Swiss, 3000 Schweize Franken untuk bukan warga negara Swiss. Kalau di rupiahkan kurang lebih  45 juta rupiah bagi warga negara bukan Swiss.
Selama kuliah,  ia sambil bekerja sebagai pelatih hand ball di klub hand ball di universitasnya . Selain itu, ia juga bekerja sebagai sopir antar jemput dosen terbang.Â
Pekerjaannya menjemput dosen dosen tamu dari bandara Zuerich ke universitas St. Gallen. Anak keduaku senang dengan pekerjaan sampingannya ini, karena bisa ngomong dan kenal dengan dosen-dosen tamu dari berbagai penjuru dunia, antara lain dari universitas Harvard dan lain-lain.
Anakku juga bilang untuk menjemput dosen terbang ini disponsori mobil-mobil terkenal, sehingga boleh merasakan mengemudikan mobil-mobil bagus.
"Oh... Allah le...cah bagus," saya selalu bergumam, "Syukurku tiada terkira atas anugrah-Nya yang berlimpah-limpah pada kami, anak-anak kami dan keluarga kami."
Saat ini anak kedua kami sedang menyelesaikan skripsinya atau Bachelorarbeit-nya dan sedang praktikum di salah satu bank di Zuerich. Sampai saat ini, ia tetap hemat supaya bisa membiayai hidupnya dan membayar apartemennya di kota mahal Zuerich.
Inilah beberapa pengalaman saya mengajak anak-anak menghitung dan mengatur uangnya supaya tidak cemas meskipun tanggal tua.
Salam hangat.
Iin, Dietzenbach 24 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H