Mohon tunggu...
Indira
Indira Mohon Tunggu... Freelancer - -

-

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kritik Sastra : ANTARA CINTA DAN REALITA DALAM NOVEL BUKAN SEKEDAR IMPIAN

21 Maret 2021   22:00 Diperbarui: 31 Maret 2021   19:45 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ANTARA CINTA DAN REALITA DALAM NOVEL BUKAN SEKEDAR IMPIAN

"Selama hubungan kita ini, kau seringkali mengajakku pergi ke mana-mana. Apakah keluargamu tidak menanyakan kepergianmu?" (Maria A. Sardjono, 1986 :116) Ria tidak pernah menyangka bahwa takdir akan mempertemukannya dengan Mas Kris setelah kepergian suaminya dua tahun lalu. Novel Bukan Sekedar Impian merupakan karya dari Maria A. Sardjono yang diterbitkan pada Agustus 1986 oleh Penerbit Bahtera Jaya. Maria A. Sardjono atau yang bernama asli Retno Ambarwati lahir di Semarang pada 22 April 1945. Penulis asal Indonesia yang kini sudah berusia 75 tahun itu telah menghasilkan banyak karya fenomenal seperti Novel Selendang Merah, Ketika Flamboyan Berbunga, Kemuning, Bintang Dini Hari, dan karya-karya lainnya.

Diawali pertemuan dengan Mas Kris yang kurang mengenakkan bagi Ria di sebuah toko serba ada, sampai akhirnya mereka bertemu kembali di cafetaria kantor tempat Ria bekerja. Ria sendiri tidak bisa menyangkal bahwa ia tertarik dengan Mas Kris, begitu pula dengan Mas Kris yang juga menyimpan perasaan pada wanita yang ia buat kesal di pertemuan pertama mereka. Sejak pertemuan kedua di kantor, Ria tidak bisa berhenti memikirkan Mas Kris. Takdir kembali mempertemukan mereka ketika Ria dipindahtugaskan ke kantor cabang. Di sana, Mas Kris yang menjadi atasannya. Dalam kurun waktu sebentar, Ria dan Mas Kris sudah sering menghabiskan waktu bersama. Selain meja kerja mereka yang terletak cukup dekat di kantor untuk memudahkan saling bertukar pandang, Mas Kris juga sering mengajak Ria bepergian sepulang kerja atau pada akhir minggu.

Sayang, realita datang menyadarkan keduanya. Mas Kris bukanlah seseorang yang masih lajang. Lelaki itu sudah berkeluarga lebih dari sepuluh tahun. Kenyataan ini membuat Ria yang tadinya begitu dimabuk cinta lebih berhati-hati dengan segala perilaku Mas Kris. Walaupun begitu, Mas Kris tidak pernah berhenti menggoda Ria dan membuat wanita itu kembali jatuh hati padanya meskipun Ria berusaha untuk menjaga jarak dan melupakan Mas Kris secara perlahan. Beberapa kali juga sepulang kerja, Mas Kris meminta Ria untuk pergi bersamanya ke sebuah hotel untuk bercinta. Ria yang awalnya tidak menolak, lama-kelamaan mulai menolak ajakan Mas Kris, terutama setelah mengetahui bahwa ia sudah berkeluarga. Kekhawatiran dan rasa bersalah Ria semakin besar ketika istri Mas Kris beserta anak-anaknya datang berkunjung ke kantor dari Surabaya. Istri Mas Kris tentu tidak tahu apa saja yang telah suaminya lakukan selama ini karena mereka memang tinggal di kota yang berbeda. Ria yang terus dipenuhi kecemasan akhirnya berkeluh kesah pada Mas Yos, teman kakak lelakinya yang dulunya sempat bergabung di Seminari kemudian memutuskan untuk keluar. Mas Yos yang bijak dan berwibawa selalu mendengarkannya dengan sabar dan memberinya saran. 

Perlahan tapi pasti, Ria mulai berhasil menjauh dari Mas Kris, ia bahkan akhirnya memutuskan untuk pindah ke kantor baru demi menghindar dari Mas Kris atas usul Mas Yos. Namun, Mas Kris tidak membiarkan wanita yang ia cintai pergi begitu saja dari hidupnya. Mas Kris kembali mengajak Ria ke hotel dan akhirnya mereka berdua berbincang di sana. Ria sungguh kaget mengetahui bahwa Mas Kris rela menceraikan istrinya agar bisa bersama dengan Ria. Setiap kali ia mulai luluh dengan Mas Kris, Ria kembali teringat saran yang diberikan dari Mas Yos. Usaha Mas Kris masih berlanjut ketika ia datang ke rumah Ria. Walaupun Ria masih menyimpan perasaan dengan Mas Kris, ia sadar bahwa hubungannya dengan Mas Kris harus segera berakhir. Ria berbohong dan mengatakan bahwa ia telah bertunangan dengan Mas Yos. Mengetahui hal itu, Mas Kris tentunya tidak bisa berbuat apa-apa. Kebohongan yang Ria sampaikan itu akhirnya tiba juga di telinga Mas Yos. Lelaki itu tidak keberatan dengan hal tersebut karena Mas Yos sendiri sebenarnya juga mencintainya. Lama-kelamaan Ria juga mulai jatuh hati dengan Mas Yos. Pada akhirnya, Ria memutuskan untuk menikahi Mas Yos dan meninggalkan mimpi masa lalunya bersama Mas Kris. 

Tema yang diangkat dalam novel ini adalah percintaan antara Asteria (Ria) dan Kristanto (Mas Kris) yang berawal manis namun di tengah perjalanan dihadapkan pada kenyataan bahwa Mas Kris sebenarnya sudah berkeluarga. Dalam hal ini novel juga membahas tema perselingkuhan. "Sepanjang masa perkawinan kami yang sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun ini, baru sekarang inilah aku keluar dari rel yang seharusnya." (Maria A. Sardjono, 1986 : 112). Novel ini juga dihiasi oleh tokoh-tokoh dengan karakter yang berbeda satu dengan lainnya sehingga membuat jalan cerita semakin menarik. Tokoh utama dalam novel adalah Asteria Pribadi, atau biasa dipanggil Ria, ia merupakan seorang janda dengan dua anak laki-laki, Bobby dan Deddy, yang suaminya sudah meninggal dua tahun sebelumnya. Sebagai seorang ibu tunggal, Ria memiliki watak yang pantang menyerah dan bertanggung jawab dengan pekerjaannya karena ia harus menjadi tulang punggung keluarga. "Aku memang tak pernah bekerja setengah-setengah dalam segala hal. Kalau aku sudah terjun dalam suatu pekerjaan, aku mempunyai prinsip untuk mencintai pekerjaan itu dengan sungguh-sungguh." (Maria A. Sardjono, 1986 : 54) Di sisi lain, Ria juga seseorang yang mudah untuk tergoda dan seringkali tidak teguh pada pendiriannya. 

Mas Kris yang merupakan seorang pria yang telah berkeluarga dan memiliki tiga orang anak juga merupakan seorang yang bertanggung jawab. "Sungguh, saat itu aku belum siap untuk menjadi seorang ayah namun rasa tanggung jawab menyebabkan aku harus menghilangkan segala rasa canggung di batin." (Maria A. Sardjono, 1986 : 118) Sayang, begitu perasaan cinta menguasai dirinya, sebagian besar rasa tanggung jawabnya hilang. Mas Kris juga merupakan seorang yang suka menggoda dan cukup berani dalam mengambil keputusan. "Belajarlah untuk mengendalikan godaan!" kataku kemudian (diucapkan oleh Ria kepada Mas Kris) (Maria A. Sardjono, 1986 : 108). Hal ini dibuktikan oleh dirinya yang rela menceraikan istrinya agar bisa menikah dengan Ria. "Kalau tak mungkin menjadikan dirimu sebagai istri kedua, aku akan menceraikan Lisa. Dengan demikian hanya kau seorang..." (Maria A. Sardjono, 1986 : 223)

Mas Yos yang merupakan mantan seminari memiliki watak yang ramah, bijak, dan suka membantu. Ketika Ria membutuhkan saran, Mas Yos selalu mendengarkan keluh kesahnya dan mencoba membantu Ria mencari solusi atas permasalahan yang sedang ia hadapi. "Lho, jangan tergesa dulu. Sebaiknya kau pikirkan lebih jauh. Nanti sore aku akan datang ke rumahmu dan hal itu kita bicarakan lagi. Saranku, jangan terburu nafsu dulu supaya jangan menyesal di belakang hari. " (Maria A. Sardjono, 1986 : 211) Penokohan dalam novel ini menggunakan teknik dramatik, di mana pembaca dapat mengetahui watak tokoh melalui perilaku tokoh dalam cerita. Karakter tokoh yang terkadang saling berlawanan ini juga menarik karena dengan perbedaan watak itulah konflik mulai muncul dalam cerita. Ria yang tegas bisa menjadi bimbang dan lemah soal percintaan ketika bertemu Mas Kris yang pandai membuatnya tergoda dengan berbagai ucapan manisnya. Mas Yos yang santai dan berwibawa dapat menenangkan hati Ria yang gundah karena masalah percintaan.

Alur cerita dalam novel ini menggunakan alur maju, dimulai dari awal pertemuan Ria dan Mas Kris di toko serba ada, sampai akhirnya Ria memutuskan untuk menikahi Mas Yos semuanya disampaikan secara urut tanpa adanya flashback. Sudut pandang yang digunakan oleh penulis adalah sudut pandang orang pertama, di mana penulis menggunakan kata "aku" dan cerita berjalan dari sudut pandang Ria. Gaya bahasa pada novel juga menggunakan bahasa yang lugas sehingga mudah dimengerti oleh pembaca. Sekalipun membahas topik yang agak dewasa, kata-kata dalam novel ini cukup sederhana dan masih sering dijumpai sehari-hari. Latar tempat, latar waktu, dan latar suasana dalam novel ini juga bermacam-macam. Ada suasana bahagia ketika Ria dan Mas Kris menghabiskan waktu bersama, pernah juga mereka bertengkar hebat, atau Ria yang kebingungan dan resah soal hubungannya dengan Mas Kris. Latar tempat dalam novel ini sebagian besar ada di kantor tempat Ria dan Mas Kris bekerja, tetapi juga ada tempat-tempat lain seperti hotel, rumah Mas Kris, rumah Ria, restoran, dan lainnya. Sementara latar waktu tidak dijelaskan secara detail oleh penulis.

Novel Bukan Sekedar Impian ini juga mengandung amanat. Perselingkuhan yang dilakukan Mas Kris jelas bukan hal yang baik untuk dilakukan. Perselingkuhan yang memiliki kata dasar selingkuh, dalam KBBI memiliki arti suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri atau suka menyeleweng. Kesetiaan pada pasangan sangatlah penting dalam menjalani hubungan. Hal apapun yang ingin dilakukan juga seharusnya dipikirkan secara matang-matang agar tidak disesali di kemudian hari. Mas Kris dan istrinya melahirkan anak pertamanya di bulan ke enam perkawinan mereka yang artinya mereka sudah melakukan hubungan seksual sebelum resmi menikah. "Yang terbesar sudah sepuluh tahun. Ia lahir pada bulan keenam dalam perkawinan kami." (Maria A. Sardjono, 1986 : 118) Mas Kris menikahi istrinya sebagai bentuk tanggung jawab dan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun, karena pernikahannya tidak didasari cinta, ketika akhirnya ia bertemu Ria dan menyimpan perasaan padanya, ia memilih untuk melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun