Mohon tunggu...
Silva Hafsari
Silva Hafsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suka menulis di tengah hujan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apabila Hak Veto Diskriminatif, Mengapa Masih Menjadi Solutif?

4 April 2023   22:59 Diperbarui: 4 April 2023   23:31 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para mahasiswa mengikuti Konferensi Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Sumber: Pribadi

Pelbagai diskusi mengenai penghapusan hak veto sangatlah menarik, bukan menjadi hal baru---bahasan tersebut selalu menjadi isu yang ramai menuai komentar. 

Pihak pendukung beranggapan hilangnya hak veto terhadap para negara super-power adalah jalan menuai kebebasan negara di dunia untuk berkontribusi dalam agenda perdamaian tanpa terikat dengan hak prerogatif dari kelima negara terkuat, yaitu Amerika Serikat (AS), Rusia, Inggris, Prancis, dan China. AS dan Rusia. 

Lantas, benarkah hak veto masih menjadi solusi jika menuai hierarki dalam sistem internasional?

Hak veto dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) bukan tidak berperan penting dalam menciptakan perdamaian namu terkadang menjadi penghalang untuk memutuskan perpecahan, seperti konflik Palestina-Israel.

PBB sudah berusaha keras mengeluarkan berbagai draft resolusi damai, seperti  UN Security 242 tentang "Land for Peace", pasal tersebut menegaskan satu cara untuk memutus rantai peperangan adalah dengan tidak menganggu wilayah negara. 

Pun Israel dan Palestina berkonflik hingga saat ini didasari karena dispute wilayah, kedua belah pihak sama-sama merebutkan wilayah geografis yang terletak di antara Laut Mediterania dan Sungai Jordan, Gaza.

Mayoritas 24 negara mendukung penyerangan Israel tergolong kejahatan kemanusiaan internasional, sedangkan 14 negara lain menyatakan abstain termasuk AS, sebuah tindakan  tidak  andil dalam perdebatan. Namun sampai saat ini, konflik kedua negara tetap berlanjut.

Organisasi Internasional

Organisasi Internasional (OI) di dunia tidak hanya United Nations (UN) saja, di tengah pertumbuhan OI yang semakin beragam---UN menjadi salah satu induk IO terbesar. Serta wadah kerjasama guna menyelesaikan permasalahan di tengah sistem anarki.

UN memiliki program kerja utama, yaitu : Peace Keeping, Peace Building, dan Peace Making. 

Di awal berdirinya UN, tahap pertama peace-keeping adalah satu tugas yang gencar dilakukan.  Tujuan ini merupakan respon dari perang agar dapat berhenti dan tidak terulang. 

Hal ini terlihat dari tidak adanya perang setelah PD II merupakan bentuk keberhasilan UN melaksanakan Peace-keeping.

Berbeda dengan hari ini, tugas UN adalah menciptakan Peacebuilding agar negara-negara tetap established dan tidak berkonflik.

Kendati negara tidak berkonflik secara konvensional, tidak dipungkiri percikan perselisihan antara negara akan selalu ada, mulai dari perang dingin hingga perang dagang. 

Namun selama tidak direspon dengan senjata, hal tersebut dinamakan Negative Peace.

Hingga puncak dari tugas UN adalah Peacemaking dengan target bahwa Positif Peace dapat terealisasikan. 

Organisasi Internasional Sebelum UN

Sebelum kehadiran UN, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dan Kongres of Europe dibentuk terlebih dahulu sebagai cikal bakal perkembangan dari organisasi internasional.

Disebutkan bahwa IO merupakan respon dari peperangan, sama halnya dengan Kongres of Europe (7-10 Mei 1948) diadakan karena perang French Revolution dan Napoleonic wars. 

Kongres ini dihadiri oleh 17 negara dan 2 negara pencetus yaitu Eastern Europe dan USA. Hal ini bertujuan guna menciptakan perdamaian antara negara berkonflik.

Begitupun dengan LBB hadir atas respon perang dunia 1, namun sayang LBB kurang merepresentatifkan prototype OI yang stabil dan ideal karena saat itu banyak negara Great Power yang seharusnya menjadi pondasi utama LBB justru memecahkan diri. 

Negara tersebut antara lain, negara Jepang disebabkan oleh blok sekutu dari PD ini melakukan invansi ke Manchuria, lalu Jerman pada 19 September 1933 (Blok timur).

Kegagalan LBB mengakomodir para Great Power yang merupakan pelaku Perang Dunia, membawa keberlanjutan perang yang lebih mengerikan. (PD II)

Mengapa Hak Veto harus tetap ada?

Perang selalu dicetuskan oleh negara kuat yang memiliki kapabilitas untuk melawan, sedangkan negara lemah cenderung menyelesaikan konflik secara damai. 

Maka atas dasar itulah para negara great power selalu menjadi pelaku utama perang.

Selaras dalam pandangan realisme, damai terjadi karena balance of power dan security dilema, sehingga dibanding harus melawan sekutu yang sepadan lebih baik mengambil jalur damai.

Sebenarnya negara Great Power juga yang selalu memulai perang sehingga perlu bagi mereka menjadi pondasi utama untuk tidak memulai peperangan.

Para pelaku utama ini harus dibuat nyaman sehingga ekslusifitas yang diberikan berupa Hak Veto merupakan bagian agar perdamaian terus established dan extend.

Meskipun terkesan tidak adil namun beginilah upaya yang digunakan untuk mencapai security skala international.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun