Mohon tunggu...
Silva Hafsari
Silva Hafsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa HI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suka menulis di tengah hujan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Almarhumah Riska dan Keluhan UKT Mahasiswa

13 Januari 2023   19:45 Diperbarui: 13 Januari 2023   20:01 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini cuitan seorang mahasiswa UNY dengan akun @rgantas menuai beragam komentar. Pemilik akun bernama Ganta Semendawai ini bercerita tentang temannya, Riska yang tengah berjuang menempuh mimpinya melanjutkan pendidikan sebagai Mahasiswa.  

Tentu kewajiban dari seorang mahasiswa bukan hanya mengikuti kegiatan belajar sesuai SKS yang diambil namun juga berkewajiban menunaikan pembayaran UKT per-semesternya. 

Kondisi Ekonomi yang Pelik

Keadaan sulit yang dialami Riska menjadi persoalan karena dengan kondisi ekonomi yang pelik membuat dia kesulitan membayar UKT. Menurut Ganta, Riska adalah sosok pekerja keras, tidak pantang menyerah, dan selalu ceria.

Atas hal itulah,  dia menjadi sosok yang dicintai oleh teman-temannya namun di setiap menjelang waktu pembayaran UKT, keceriaan itu sulit ditemukan dalam raut wajah Riska dikarenakan dia tidak sanggup membayar sejumlah nominal yang diwajibkan kepadanya sebagai syarat untuk dapat melanjutkan pendidikan.

Usaha yang Tidak Membuahkan Hasil

Permohonan penurunan UKT bukan sesekali Riska coba, sebagai teman yang menemani proses itu, Ganta tahu betul usaha tersebut  tidak membuahkan hasil sesuai harapan. 

Bagi Riska nominal 3,1 Juta sangat besar, dan mewujudkan permohonannya untuk turun di golongan UKT pertama dengan nominal 500 ribuan terlampau sulit mendapat persetujuan.

Pasalnya dengan status ekonomi yang sejujurnya, Riska tetap tidak diberikan penurunan dan hanya pada pengurangan nominal UKT. 

Riska Terkubur dengan Mimpi-mimpinya

Kasus Riska bukanlah temuan baru namun yang membedakan kisah ini berbeda dengan lainnya adalah Riska telah tiada ditengah perjuangannya yang tidak menuai hasil.  

Riska telah berjuang sampai titik darah penghabisan untuk terus mampu menunaikan kewajibannya membayar UKT-Almarhumah dimakamkan pada 9 Maret 2022 lalu.

Pribadi yang tidak ingin membebani siapapun ini, sedari kecil telah menjadi pekerja keras yang selalu mencari penghasilan ke sana kemari. 

Kampus dan Keluhan UKT Mahasiswa 

Melihat kasus ini, saya yakin masih banyak Riska lainnya di kampus-kampus luar sana. Posisi almarhumah serupa dengan saya yang selalu banting tulang untuk membayar sejumlah angka agar dapat terus melanjutkan pendidikan.

Permohonan turunnya UKT pun bukan sekali dua kali dilakukan, setiap kesempatan selalu mencoba meski akhirnya gagal juga. 

Saya sempat menanyai beberapa teman yang saat itu sama-sama mendaftarkan diri namun nihil, respon pihak kampus hanya pada persetujuan untuk mengangsur pembayaran bukan penurunan. 

adahal menurut kami, hal itu tidaklah berdampak karena kami tetap berkewajiban membayar dengan golongan UKT yang sama dan itulah yang sebenarnya kami beratkan. 

Banyak temuan di sekeliling teman-teman saya bahwa mayoritas mendapatkan golongan UKT tingkat 5-7.  

Tingkat ekonomi seseorang memang tidak bisa disamaratakan,  sebagian teman saya ada yang merasa keberatan dan juga tidak dengan nominal tersebut namun saya adalah bagian pihak yang merasa keberatan. 

Benarkah UKT Tinggi Menggambarkan Status Ekonomi Mahasiswa

Agaknya proses pengumpulan berkas yang menyatakan 'ketidakmampuan' membayar dianggap bukan masalah bagi pihak kampus. Padahal banyak mahasiswa lain harus bekerja keras guna menunaikan kewajiban itu. 

Serupa yang dialami oleh saya, bekerja sebagai pekerja buruh waktu di salah satu lembaga private adalah cara saya mendapat uang tambahan agar tidak terlalu membebani orang tua untuk membayar UKT di luar kemampuan. 

Bukan hanya saya, banyak teman-teman lain pun  yang merelakan waktunya untuk mencari pundi rupiah dengan berprofesi sebagai kurir paket, ojek online, berdagang, dan lain sebagainya. 

Kenyataan yang harus ditelan pahit adalah instansi pendidikan tinggi, yang memberikan gelar akademis di berbagai bidang ini sering menolak proses penurunan UKT para mahasiswanya.

Gagalnya Mengajukan Permohonan Penurunan UKT 

Saya yakin tidak semua orang yang 'tidak mampu' harus selalu diterima dalam program dana talang kuliah ataupun beasiswa yang beragam rupa. 

Serupa dengan kasus almarhumah Riska, kesulitan dalam mengakses informasi semacam itu menjadi muasal dia menerima golongan UKT yang tidak sesuai dengan kondisi keuangan,

Saya bingung dan heran, mengapa proses penurunan selalu dipersulit bahkan hanya terdengar sebagai formalitas jika akhirnya tetap tidak disetujui. 

Bukti akurat apa yang seharusnya menjadi tolak ukur. 

Apakah harus menyatakan bahwa kami kehilangan orang tua terlebih dahulu? 

Bagaimana dengan kami yang selalu berusaha menurunkan golongan UKT karena merasa sangat tidak sesuai dengan kondisi ekonomi. Kendati masih memiliki orang tua lengkap, apakah semua pekerjaan mereka bergaji tinggi?

UKT Tinggi, Kampus, dan Keterbatasan

Di kampus saya, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Golongan UKT 4 sampai seterusnya dianggap sebagai orang yang dapat dikategorikan 'mampu'. 

Bukan berarti individu dengan ekonomi menengah ataupun atas melainkan nominal UKT ini selalu tidak menjadi syarat kriteria pendaftar untuk beberapa program beasiswa yang tersedia di kampus. 

Hal ini tentu sangat disayangkan karena dengan kondisi yang sebagian keberatan dengan nominal pembayaran UKT, kami pun terhalang oleh peluang-peluang yang justru dapat meringankan kami dari tingginya nominal UKT.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun