sehingga terdapat hak-hak krusial dalam konvenan itu seperti  pasal 17, "hak untuk bekerja bagi para pengungsi" dan Pasal 21, "hak untuk mempunyai rumah", yang mana Indonesia belum bisa merealisasikan isi perjanjian internasional itu.
Berdasarkan hal ini bukan berarti Indonesia melanggar isi konvenan, namun lebih mengarah kepada sebagian pasal-pasal dalam Konvensi Pengungsi 1951 telah terakui sebagai Customery International Law.Â
Indonesia juga berlandas pada asas non-refoulement ---terdapat Jus Cogens bagi Indonesia untuk Tidak memulangkan para pencari suaka yang dipersekusi oleh negara asalnya.
Selain itu prinsip non-refoulement disebut juga sebagai tonggak dari perlindungan internasional terhadap pengungsi. Hak ini secara khusus dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (1) dari Konvensi tahun 1951, yaitu:
"Tidak satupun dari negara-negara yang mengadakan perjanjian akan mengusir atau mengembalikan seorang pengungsi dengan cara apapun ke perbatasan wilayah- wilayah dimana kehidupan atau kebebasan akan terancam oleh karena suku, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politiknya."Â
 Benarkah Indonesia Melanggar?
Tidak ada pembenaran untuk mengatakan Indonesia melanggar isi Konvensi Pengungsi 1951, asas yang dianut menjadi dasar bahwa Indonesia bukan berarti tidak setuju melainkan menganggap perjanjian tersebut sebagai Costumery International Law.Â
Selama Indonesia berpandangan demikian, dan memenuhi kewajiban berdasar asas non-refoulement, Indonesia tidak dapat dikatakan "Melanggar".
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H