Kedua istilah itu menekankan kesadaran pentingnya mengenai persetujuan dalam hubungan seksual. Menurut Kartika, banyak orang yang akhirnya menganggap konsep consent dalam hubungan seksual, membenarkan free-sex selama kedua belah pihak memberikan consent padahal hal itu bukanlah sebuah pembenaran.
Karena consent hanya dapat diberikan kepada seseorang yang dikatakan dewasa dan memiliki kapasitas sesuai age of consent serta tidak menghalalkan tindakan apapun yang melanggar hukum contohnya free-sex atau menggunakan jasa pekerja seks yang jelas-jelas sebuah tindakan melanggar hukum.
Sexual-consent menanamkan kerelaan antara kedua belak pihak untuk secara sadar melakukan hubungan seksual tanpa ada paksaan jika kemudian ditemukan keterpaksaan atau salah satu pihak tidak menyetujui terjadinya hubungan seks, maka dapat dimaknai sebagai pemerkosaan, pelecehan, bahkan Marital Rape (Pemerkosaan dalam pernikahan)—berarti hubungan seksual itu dilakukan secara terpaksa dan hanya diinginkan oleh satu pihak, baik suami atau istri.Â
Maka terlepas dari siapapun yang melakukannya, seksual-consent memang menjadi sebuah kewajiban.
Dengan kehadiran Sexual-Consent sesama pasangan dapat meningkatkan afeksi, komunikasi, dan usaha kerja sama untuk saling membahagiakan serta meningkatkan aspek emosional dan fisik untuk memenuhi kebutuhan psikologis, sehingga terwujudnya sebuah kegiatan seks yang indah dan ramah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H