Mohon tunggu...
Ferry_Darmin
Ferry_Darmin Mohon Tunggu... Lainnya - Fakultas Teologi, Program Studi Filsafat Keilahian, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Tidak Semua Hal Harus Dikatakan tetapi Harus Dimengerti

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Democracy for Sale: Elections, Clientelism and the State in Indonesia oleh Edward Aspinall dan Ward Berenschot

26 November 2024   11:24 Diperbarui: 26 November 2024   11:24 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pendahuluan

Buku Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and the State in Indonesia karya Edward Aspinall dan Ward Berenschot merupakan salah satu kajian penting tentang dinamika demokrasi di Indonesia. Buku ini mengupas praktik clientelism atau hubungan patron-klien yang telah menjadi ciri khas dalam sistem politik Indonesia.

 Penulis menunjukkan bagaimana demokrasi, yang seharusnya menjadi wadah partisipasi rakyat secara egaliter, telah dibajak oleh praktik-praktik transaksional.

Buku ini tidak hanya menjadi kritik terhadap demokrasi elektoral Indonesia tetapi juga menjadi refleksi global terhadap bagaimana sistem politik di negara berkembang sering kali terjebak dalam logika patronase.

B. Demokrasi dan Clientelism: Hubungan yang Simbiosis

1. Pengertian Clientelism

Clientelism adalah sistem di mana pemimpin atau elite politik memberikan sumber daya (seperti uang, pekerjaan, atau fasilitas publik) kepada individu atau kelompok tertentu dengan imbalan dukungan politik, terutama dalam pemilu. Dalam konteks Indonesia, clientelism tidak hanya terjadi dalam skala lokal, tetapi juga melibatkan aktor politik di tingkat nasional.

2. Clientelism dalam Pemilu Indonesia

Aspinall dan Berenschot menyoroti bagaimana pemilu di Indonesia sering kali diwarnai oleh pembelian suara (vote buying), distribusi patronase, dan pengaruh aktor ekonomi yang mendanai kampanye politik. Hal ini menjadikan pemilu sebagai ajang transaksi antara kandidat dan pemilih, alih-alih sebagai proses kompetisi ide atau kebijakan.

Contohnya, kandidat sering menggunakan dana kampanye untuk memberikan bantuan langsung, seperti sembako, uang tunai, atau pembangunan fasilitas publik, demi meraih dukungan. Praktik ini tidak hanya mencerminkan budaya politik transaksional tetapi juga menunjukkan lemahnya institusi demokrasi dalam mendorong akuntabilitas.

C. Pengaruh Ekonomi dan Struktur Kekuasaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun