Wohooo... Bisa naik kendaraan, ga afdol dong ga punya SIM. Semenjak bisa naik motor hingga sekarang, aku termasuk warga negara yang belum taat aturan. Asal main pakai motor saja tanpa punya SIM. Hehe, memalukan. Tetapi, ketidaktaatan itu ingin aku perbaiki. Masa udah tahun baru kelakuan masih kaya anak bocah yang cuman bangga bisa naik motor tapi ga bangga punya SIM? Ya kan ya kan? Apalagi udah kerja, masa ga mampu bikin SIM? :D Alhasil, keinginan ini lagi-lagi baru terealisasi di penghujung tahun, tepatnya 22 November 2014. Bangganya.. Dan orang-orang rumah sudah mulai menyindir, punya SIM Baru tapi ga punya motor baru ga seru dong? Hehe,, langsung beli mobil aja deh nanti ma, biar semangat bikin SIM A. *loh?
5. No Jomblo anymore... Setidaknya, mulailah buka hati
Resolusi ini yang tergolong cukup berat dan rumit buatku. Karena jaman sekarang no stop bullying for jombloers. #Hadeuh. Dulunya, apa aku udah benar-benar sadar membuat resolusi ini ya? hehe. Houkey. Tak ingat kapan persisnya, tetapi Februari 2013, status jomblo itu sudah benar-benar tertancap dalam diriku. Sedih? Yang pasti iya. Galau? Bohong kalau bilang engga. Ga bisa move on? Hmm.. Entahlah, pertanyaan yang cukup sulit. Namun, di sepanjang tahun 2013, bohong kalau aku bilang ga ada laki-laki yang coba mendekatiku. Tapi, rasanya seperti tak berselera makan. Mau dipaksakan sebagaimana pun juga, sekeren apa pun cowo baru itu, aku benar-benar sedang tidak ingin berpacaran. Aku pun heran mengapa begitu. Pernah suatu ketika seorang teman cowo yang sedang mendekatiku, kupatahkan dengan berbagai alasan ketidaksiapanku. Namun ia berkata "kapan siapnya? Aku akan menunggu" dan pernah satu lainnya berkata "coba buka sedikit saja, aku mau masuk, janji ga akan ngecewain" Ah memang lelaki. Hanya bisa berjanji, tapi pasti lupa menepati. Sampai dalam diriku berkata pada mereka, tidak untuk tahun 2013 ini ya, mungkin tahun depan. Jadilah aku membuat resolusi membuka hati buat orang baru di tahun 2014.
Awal tahun 2014, aku bahkan telah mengabaikan laki-laki yang mengatakan siap menunggu kalau memang aku akan membuka hati di tahun 2014. Apa yang kurang darinya? Sebenarnya dia perfect buat dijadikan pasangan. Baik, fisikly oke, pekerja keras, cerdas, pintar, menghargai wanita, pola pikir ke depan oke banget, gigih, aku sempat terbuai dengan tawaran manisnya namun menyayangkan dia berbeda agama denganku. Aku memang salah. Mengapa seolah-olah tahun lalu memberikan harapan bahwa aku akan siap di tahun depan. Jadilah dia datang kembali menagih janji tepat di tanggal 1 Januari 2014. Lambat laun ia berusaha meyakinkanku, bahwa tak ada yang mustahil bagiNya sekalipun kita beda agama. Tetapi aku hanya tidak mau mengkhawatirkan kedua orangtuaku. Dan mungkin 'cinta tapi beda' seperti film yang sukses dirilis oleh Hanung Bramantyo terlalu berisiko untukku.
Mantan terdahulu (setelah 5 tahun putus) pun mencoba mendekatiku lagi. Kali ini untuk serius. Sebenarnya, dia sudah mendekatiku lagi tak lama saat kami putus. Bahkan pernah ia memintaku untuk meninggalkan pacarku (yg sudah menjadi mantan juga) dan menjalin hubungan yang serius dengannya dengan sedikit membeberkan kemapanan yang ia telah miliki. Lantas, aku memutuskan pacarku dan menerimanya? Tentu saja tidak. Boleh diuji. Aku ini tipe cewe setia meskipun digoda dengan lelaki yang lebih mapan. Lantas, mengetahui aku telah putus, ia mencoba menarikku kembali. Tapi, beberapa alasan membuatku tidak menyeriusi tawarannya. Percayalah, alasan ini bukan karena aku belum move on atau terlalu sombong untuk menolaknya. Tetapi, perkataannya yang katanya serius tak bisa teruji olehku dengan tindakannya.
Seorang sahabat, mengatakan menyukaiku dari dulu dan sebaiknya aku dengan dia saja saat aku berkeluh kesah mengenai pergumulan pasangan hidupku. Tetapi mana mungkin. Dia sudah punya pacar. Lagipula sejak dahulu kala, perasaan untuk menjadi sepasang kekasih tak pernah ada, aku hanya nyaman menjadi seorang sahabat.
Lalu, saat pergi ke sebuah acara pesta pernikahan, seorang pria memintaku berkenalan. Rasanya, galau terus tak berujung untuk menentukan apakah dia yang akan menjadi pasanganku saat tanda-tanda pendekatan itu kurasakan? Pasalnya, dia tak lebih tua dariku, updatean status jejaring sosialnya menunjukkan dirinya seperti seorang yang masih labil dan sok jagoan, dan ia sudah berani menawariku bermain ke kosannya yang notabennya masih pertemuan yang baru? Ah, bukan pria baik-baik, gumamku.
Mantan terakhir mendekatiku lagi? Deg deg ser. Antara percaya dan ga percaya. Awalnya aku hanya berpikir ini adalah jalinan pertemanan. Entahlah, aku hanya tidak ingin terlalu berharap. Namun, ia kerap kali mengingatkan lagi mengenai masa lalu, yang jujur sempat membuat hatiku yang sudah mantab move on kembali sedikit rapuh. Tapi lagi-lagi aku terlalu berhati-hati bermain di sini. Bagiku, ini seperti sebuah permainan layang-layang, tarik ulur tarik ulur. Terkadang bisa putus ketika terlalu tinggi dilepas kemudian terlalu kuat ditarik. Alasan terbesar yang membuatku menyingkirkan anggapan bahwa dia sedang mendekatiku lagi ialah kalimat yang diucapkannya padaku "Mama bilang kenapa ga sama Vani aja, baik dia". "Ga tau kenapa, mama suka banget sm lo". May be it's enough for me knowing that he's not really want me. Mamanya yang menginginkanku, bukan dia. Ya, bahagialah bersama yang lain ketika kau tak mampu memperjuangkanku dengan alasan cinta. Sometimes, kau akan benar-benar akan mengerti bahwa cinta harus diperjuangkan jika tidak ingin selamanya menyesal. Aku sudah pernah memperjuangkannya, setidaknya aku tak akan menyesal kemudian.
Beberapa bulan yang lalu, selepas pesta pernikahan seorang teman kantor, ada seorang pria yang mencoba mendekatiku melalui teman kantor. Usianya lima tahun lebih tua dariku. Tetapi, aku pun belum serta merta memberikan sinyal hijau padanya. Entahlah, aku belum merasakan chemistry yang kuat. Mungkin juga karena baru sekali pertemuan. Terlebih, dengan satu sikapnya yang pernah mengguruiku agar lebih rajin memasak untuk keluarga setelah pulang kantor. Rasanya hal itu menyulutkan penilaianku padanya. Belum apa-apa sudah nge-bossy. Meskipun memang nasihatnya baik dan benar. Pada dasarnya, dia memang orang yang baik dan sangat sopan. Kedewasaannya meyakinkanku bahwa ia mapan dari segi mental dan mungkin bisa mengayomiku. Tetapi baru satu kali pertemuan, we don't know next. Mengetahui bahwa ia sudah tidak punya orangtua membuatku takut menyakiti (karena hati belum 100% yakin). Dan kembar? Oh God, kalau ini diseriusin, kemungkinan besar aku punya anak kembar itu 75% karena dia punya kembaran, siap ga ya?
Jadilah sepanjang tahun ini, bullying akrab di telingaku. Sakitnya tuh di sini, hehe. Seorang sahabat pria berkata: "sebaiknya jalani saja dulu, tidak usah pikirkan apa-apa. Kalau tidak cocok, putuskan. Setidaknya buktikan pada dia (si mantan terakhir) bahwa kamu bisa punya pacar dan kamu tidak dikira belum bisa move on". Aku hanya tersenyum. Jadi, pelarian ya? Apakah laki-laki sering melakukan hal ini? Sebenarnya hal itu bisa saja aku lakukan. Tetapi, menjadikan mereka pelarian untuk mengisi kekosongan, menghindari bullying, bukankah hanya akan menuakan usiaku dan menambah besar dosa? Ah, entahlah, hanya saja aku belum berani menyakiti (lagi). Semoga resolusi yang diperpanjang ini, benar-benar bisa membuahkan hasil di tahun 2015. Berharap bisa menemukan calon Papa terbaik buat anak-anak. hehe. God bless :)
Resolusiku untuk tahun 2015: