Mohon tunggu...
Khoiril Basyar
Khoiril Basyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Terus belajar untuk memberi manfaat kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tapak Tilas Menuju PKN STAN

28 September 2017   10:28 Diperbarui: 28 September 2017   11:04 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Wisuda DANADYAKSA 2016 PKN STAN di Sentul International Convention Centre (Dok. Pribadi)

Bisa melanjutkan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi adalah impian setiap orang. Memperbanyak ilmu pengetahuan dan memperbaiki taraf hidup adalah hak setiap manusia. Namun hidup tak semulus jalan tol, ada banyak kerikil bahkan batu besar yang menghadang.

Sejak lulus dari bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), aku tak pernah memiliki niat untuk melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Aku sadar, aku harus bisa membantu kehidupan perekonomian kedua orang tuaku. Ibuku juga selalu berkata kepadaku bahwa selepas tamat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) aku harus bekerja.

Keinginanku untuk bisa melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi muncul menjelang Ujian Nasional tingkat SMK sederajat. Waktu itu ada Beasiswa Bidikmisi yang memang diperuntukkan untuk masyarakat yang kurang mampu. Sayangnya, keinginanku ini terbentur lantaran jurusan yang aku ambil di SMK bukanlah sesuatu yang aku sukai. Namun aku masih tetap mendaftar dengan memilih jurusan yang berbeda dengan bidang keahlianku di SMK dan akhirnya akupun tidak diterima.

Sehari pasca acara pelepasan sekolah, aku langsung berangkat ke Purwakarta untuk bekerja. Sebelumnya aku memang sudah mengikuti tes perekrutan kerja yang diselenggarakan oleh pihak perusahaan yang bekerja sama dengan pihak sekolah.

Setahun bekerja, keinginan untuk melanjutkan pendidikan kembali hadir. Namun sayang aku belum cukup siap untuk mendaftar. Aku putuskan untuk mencari referensi tentang dunia perkuliahan dengan maksud agar tahun depan aku bisa melanjutkan pendidikan.

Setelah membaca beberapa referensi dari internet aku tertarik dengan Sekolah Kedinasan. Saat aku mencari tahu lebih lanjut ternyata hanya persyaratan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang dapat aku penuhi. Akhirnya aku mulai belajar untuk mempersiapkan materi yang akan diujikan.

Hingga bulan mei 2015 tidak ada informasi tentang penerimaan mahasiswa baru di STAN yang ada hanya pengumuman tentang STAN yang kini berganti nama menjadi Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN). Dua bulan berselang akhirnya situs resmi STAN mengumumkan bahwa akan ada penerimaan mahasiswa baru. Hal ini sedikit membuatku gugup karena secara materi aku belum begitu siap.

Sebelum melakukan pendaftaran online aku terlebih dahulu pulang ke Pekalongan untuk meminta doa restu dari kedua orang tua dan setelah aku mendapatkan restu dari beliau maka aku langsung melakukan pendaftaran online. Ada Sembilan spesialisasi yang harus diisi berdasarkan prioritas yang di inginkan. Aku sendiri tidak banyak tahu tentang keuangan dan dari beberapa spesialisasi yang aku tahu hanya Pajak dan Bea cukai.

Saat pendaftaran online aku memilih untuk melakukan verifikasi di Jakarta, karena menurutku di Jakarta lebih mudah aksesnya dari pada Bandung dan ada beberapa teman yang ada di daerah metropolitan itu. Verifikasi aku tempuh dengan kereta api seorang diri dari Purwakarta ke Jakarta. Di Jakarta aku juga tidak tahu harus kemana, akhirnya aku menginap di Kota Tua. Semalaman menahan lelah dan kantuk. Paginya aku berangkat ke Bintaro, dengan berbekal Tanya akhirnya aku sampai di kampus PKN STAN. Setelah berkenalan dengan beberapa calon pendaftar yang lain, akhirnya aku memiliki teman bicara.Verifikasi berkas berjalan lancar tanpa kendala dan  syukur Alhamdulillah berkasku tidak ada yang di tolak.

Waktu Ujian Saringan Masuk (USM) semakin dekat. Meski pekerjaan di perusahaan juga banyak namun aku terus belajar agar secara materi siap. Secara mental aku tidak begitu terbebani karena memang tidak ada tuntutan dari siapapun. Jika aku lolos maka itu adalah jalanku namun jika tidak maka aku yakin akan ada jalan yang lebih baik lagi.

Ujian Saringan Masuk di selenggarakan hari Minggu, 30 Agustus 2015. Sabtu sore aku beranjak dari Purwakarta dan sekali lagi tidak tahu nanti akan bermalam diamana di Jakarta. Beruntung ada teman yang mau menemaniku malam itu. Dia adalah sahabatku, seorang wanita yang tangguh. Kami tidak punya tujuan dan akhirnya malam itu banyak tempat yang kita kunjungi. Kebetulan ia membawa sepeda motor jadi bisa lebih leluasa keliling Jakarta. Kota Tua, Stadion Gelora Bung Karno, Monas, Bundaran HI, dan jalanan Jakarta menjadi saksi kami malam itu.

Minggu pagi selepas sholat subuh aku tertidur di serambi masjid. Beberapa menit mata terpejam rasanya sudah cukup untuk menghilangkan rasa kantuk dan lelah setelah semalaman tidak tidur.

Selepas mandi aku langsung masuk ke komplek Stadion Gelora Bung Karno. Ini adalah kali pertama aku berada di Stadion kebanggaan Indonesia. Berbekal doa, akhirnya aku memasuki Stadion yang juga merupakan tempat dilaksanakannya Tes Ujian Saringan Masuk PKN STAN.

Kanan, kiri, atas, bawah, semua sudah dipenuhi dengan orang yang akan mengikuti ujian saringan masuk STAN. Tanpa dikomando mereka serentak melakukan hal yang sama yaitu membaca buku. Mungkin memperbanyak materi, hal ini membuatku aku semakin grogi. Setelah beberapa kali ke kamar mandi akhirnya aku memantapkan diri. Aku mulai tak peduli dengan orang-orang disekitarku yang masih sibuk belajar. Aku hanya berdoa agar hati ini bisa lebih tenang dalam menghadapi ujian.

Ujian dimulai. Diawal ujian aku masih sangat menikmati setiap soal yang aku kerjakan namun sayang waktu yang semakin berkurang membuatku harus lebih cepat dalam mengarjakan soal yang tersisa. Aku mulai gugup. Hanya doa yang bisa menenangkan hati.

Setelah 150 menit, akhirnya ujian selesai. Rasanya masih sangat tegang. Bukan karena aku tidak yakin dengan jawabanku, hanya saja mungkin memang atmosfir ujiannya demikian. Aku hanya bisa meneruskan perjuanganku lewat untaian doa.

Aku tidak menyangka jika kemudian namaku ikut tercantum pada pengumuman hasil ujian tertulis. Rasanya senang sekaligus haru. Ternyata Tuhan masih memberiku kesempatan untuk melanjutkan perjuangan ke tahap berikutnya.

Aku mulai menyusun jadwal latihan fisik. Pagi dan sore adalah waktu yang aku pilih untuk mempersiapkan diri menghadapi tes kesehatan dan kebugaran. Perlahan tapi pasti, irama jantungku mulai stabil untuk lari jarak jauh. Simulasi tes kebugaran pun aku lakukan setiap harinya dengan jadwal seperti biasa agar nanti aku lebih siap.

Jadwal tesku hari senin di Rawamangun dan di hari itu pula aku harus berangkat kerja shift malam. Aku berangkat ke Jakarta minggu sore ditemani salah seorang sahabatku. Ia mengantarku hingga Pusdiklat Bea Cukai Rawamangun lalu ia langsung pulang ke Karawang.

Di Jakarta aku kembali bingung harus tidur dimana dan akhirnya aku putuskan untuk tidak tidur lagi. Sungguh kegilaan yang tidak pantas untuk ditiru. Aku duduk semalaman sambil menikmati beberapa cangkir kopi dan bercengkerama dengan pedagang dikawasan kota tua.

Paginya aku beranjak dari stasiun Jakarta kota menuju stasiun Jatinegara menggunakan kereta pertama. Aku lanjutkan perjalananku dengan menggunakan Busway dan turun di halte Rawamangun. Lalu aku berjalan kaki menuju Pusdiklat Bea Cukai.

Ramai sekali. Parkiran juga sangat panjang. Di depan gerbang banyak orang berdesakan, ternyata mereka adalah para orangtua yang mengantar anaknya. Sekitar pukul 07:30 aku memasuki halaman Pusdiklat dan saat aku mendapat nomor antrian ternyata hampir 400. "Aku kira jam segini masih sepi, ternyata malah terakhir," batinku.

Sekitar pukul 11:00 namaku di panggil untuk mengikuti tes kesehatan. Syukurlah, hasil tes dokter memberikanku izin untuk mengikuti tes kebugaran. Aku tertidur sejenak di serambi masjid dan tak lama berselang semua peserta yang mengikuti tes kesehatan dipanggil untuk memasuki aula menunggu giliran tes kebugaran.

Setelah seharian menunggu akhirnya namaku dipanggil juga. Ternyata aku masuk kedalam kelompok terakhir yang melakukan tes kebugaran hari itu. Setelah mengenakan kaos bernomor punggung, akhirnya tes kebugaran dimulai. Aku mendapati para orang tua berteriak memberikan semangat pada anak mereka.

Pelan tapi pasti. Aku bersyukur bisa mendapatkan 6,5 putaran pada lari 12 menit dan tidak menemui kendala pada tes Shuttle Run.Setelah selesai tes aku langsung beranjak pulang mengingat malam harinya aku harus tetap bekerja.

Setelah berdesak-desakan di Kereta Rel Listrik (KRL) dan terjebak macet di daerah Bekasi akhirnya aku tiba di Purwakarta pukul 21:00. Sungguh hari yang sangat melelahkan. Selang satu jam kemudian aku berangkat bekerja. Rasanya mata sudah tidak bisa terbuka dan kaki sudah tak ingin berjalan.

Seminggu kemudian hasil tes kesehatan dan kebugaran keluar. Syukur Alhamdulillah namaku tercantum pada pengumuman itu. Saat aku lihat ternyata lokasi pendidikanku adalah Pontianak. Setelah berkonsultasi dengan orang tua akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kuliahku di PKN STAN dan meninggalkan pekerjaanku.

Waktu yang sangat sempit membuatku takut untuk mengajukan pengunduran diri. Sehari setelah pengumuman aku langsung menemui Manager Departement dan membicarakan tentang kuliahku. Syukurlah beliau mengerti maksudku. Tanpa dipersulit akhirnya aku diberikan izin untuk melanjutkan pendidikan.

Ternyata setelah pengumuman, masih ada berkas yang harus dilengkapi. Syukurlah dalam waktu sehari aku bisa menyelesaikan semuanya. Setelah semua berkas yang disyaratkan untuk daftar ulang lengkap, aku langsung memesan tiket pesawat. Ternyata harganya cukup mahal. Mungkin karena aku pesan untuk penerbangan besok jadi harganya lumayan tinggi ditambah lagi waktu itu Pontianak sedang dilanda bencana kabut asap.

Rute penerbanganku adalah Semarang -- Pontianak dan transit di Jakarta. Ternyata penerbangan pertama dari Semarang harus delayselama tiga jam yang mengakibatkan aku tak bisa terbang ke Pontianak karena pesawat transitku di Jakarta sudah berangkat. Alhasil aku menghubungi pihak maskapai dan beruntung pihak maskapai mau mengganti tiketku dan menyediakan hotel untukku.

Harap-harap cemas. Ya, mungkin kami semua para penumpang dengan tujuan Pontianak meresa demikian. Pasalnya sejak pagi hari penerbangan tujuan Pontianak semuanya delay bahkan beberapa terpaksa dibatalkan. Waktu daftar ulang hanya dua hari dan hari itu adalah hari kedua.

Sekitar pukul 13:30 akhirnya pesawatku mendapat izin untuk terbang. Ini adalah kali pertamaku menggunakan pesawat terbang. Syukurlah penerbangaku lancar meski saat keluar dari kabin pesawat nafasku terasa berat karena memang kabut disini sangat tebal.

Pertama kali aku melihat Balai Diklat Keuangan Pontianak, jujur saja aku sangat terkejut. Bangunan tua, kecil dan terbuat dari kayu. Apakah benar aku akan kuliah disini? Ternyata aku tidak salah tempat. Memang keadaannya sangat memperihatinkan.

Meski berbalut kesederhanaan namun kami tetap bersemangat. Canda, tawa, dan duka, kami jalani bersama. Saling mengingatkan dan menjaga menjadi kewajiban kami semua karena kami adalah keluarga.

Setelah satu tahun menempuh pendidikan di Bumi Khatulistiwa akhirnya aku diwisuda dan mendapat predikat Terpuji. Sungguh buah hasil yang sangat manis dari sebuah perjalanan panjang dan penuh rintangan.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun