Jalan adalah kebutuhan pokok bagi sebuah daerah. Jalan yang bagus akan mendukung perekonomian penduduk sekitar. Hal ini bukan omong kosong atau kata mutiara belaka. Bahkan ungkapan ini sering kali di gunakan oleh para calon pemimpin untuk menarik minat dari para warga.
Selain jalan, ada juga jembatan yang sama sama memiliki peran sentral. Ada jalan tak ada jembatan, bagai lensa tanpa kamera. Sungai merupakan sesuatu yang sangat sering membelah jalan. Mulai dari yang kecil hingga yang sangat lebar.
Ini menjadikan pembangunan di Indonesia harus benar benar sempurna agar jalan dan jembatan menjadi satu kesatuan yang utuh dan dapat menghubungkan daerah satu dengan daerah lain.
Beruntunglah bagi masyarakat di daerah Jawa, 90% jalanan di Jawa sudah seluruhnya layak di lewati. Aspal, beton, paving, semua itu menjadi warna di jalanan Jawa.
Aktivitas ekonomi yang begitu tinggi juga menjadi alasan tersendiri untuk membuat jalan yang layak. Dari pantai hingga di puncak gunung, semuanya sudah dapat dikatakan baik.
Lalu Bagaimana Pembangunan Diluar Jawa?
Di sini hanya jalan negara saja yang memiliki kondisi yang mulus. Sisanya, mulus dengan beberapa lubang. Tak jarang pula ada lubang besar, namun lubang kecil yang kasat mata lebih banyak. Ada pula jalan yang tanpa lubang, berdebu di musim kemarau dan berlumpur saat musim penghujan. Itu semua bukan sekadar cerita kosong.
Saat ini saya tinggal di kabupaten Kubu Raya. Kabupaten baru hasil pemekaran Pontianak ini memiliki wilayah yang sangat luas. Namun tak perlu jauh jauh, saya akan sedikit memberikan gambaran kondisi jalan disini.
Jika anda melintas jalur utama, maka Anda akan mendapati jalanan yang mulus tanpa lubang. Namun disisi lain, ada banyak jalan dengan kondisi 1800 berbeda. Mengapa ini bisa terjadi, saya juga tidak bisa menjawab.
Semakin jauh dari pusat kota maka akan semakin buruk keadaannya. Ada pula jalan yang di anak tirikan. Keadaannya di abaikan karena di anggap sudah tidak penting lagi bagi pemerintah. Padahal di jalan itulah tercipta kehidupan perekonomian masyarakat sekitar.
Dua jalan yang keadaannya berbeda itu adalah jalan Arteri Supadio dan jalan Adi Sucipto. Jika anda keluar dari Bandara International Supadio, maka Anda akan dihadapkan pada dua pilihan jalan ini. Dengan usia jalan yang lebih tua, ternyata keadaan jalan Adi Sucipto juga semakin buruk. Sedangkan jalan baru Arteri Supadio semakin di poles.
Setiap tamu negara, pejabat, presiden, atau siapa pun yang datang ke Kalimantan Barat, pasti akan melewati jalan Arteri Supadio. Karena disepanjang jalan ini hingga jalan Ahmad Yani terdapat banyak sekali kantor, atau pun tempat vital yang lain, seperti Polda, kantor bupati, pengadilan, Mega Mall, Masjid Agung, kantor gubernur, Bank Indonesia dan masih banyak lagi.
Hal ini pula yang menurut saya menjadikan jalan Arteri Supadio benar benar diperhatikan. Karena posisinya yang akan menentukan potret Kalimantan Barat dimata pejabat negara. Saat ini, jalan Arteri Supadio sedang dalam proyek pelebaran. Sepanjang 2,1 kilometer diperlebar. Sayangnya, pengerjaan yang begitu lama mengganggu pengguna jalan dan terkesan tidak efisien.
Saya juga tidak bisa menjawab, yang jelas pelebaran yang di selesaikan terlebih dahulu adalah yang berada di depan kantor bupati. Biasalah, yang namanya pejabat selalu ingin mendapat fasilitas terlebih dahulu, rakyatnya belakangan. Mungkin itu yang dapat saya gambarkan, pasalnya memang demikian pengerjaannya.
Pelebarannya juga terbilang nanggung. Mengapa? Karena sebenarnya jika ingin diperlebar kenapa tidak sekalian saja hingga bandara? Jaraknya juga hanya sekitar 2 kilometer lagi. Entah apa yang ada di pikiran para pejabat di sini, yang jelas ini memberi citra buruk pada masyarakat.
Sebenarnya sebuah pembangunan insfrastruktur yang baik adalah yang tepat guna. Tepat tempat pembangunannya dan mempunyai banyak guna bagi masyarakat. Jika yang bagus semakin di perbagus maka yang rusak akan semakin rusak. sungguh ironi, entah sampai kapan negeri ini akan seperti ini.
Jalan Adi Sucipto yang keadaannya sudah rusak di tambal sendiri oleh warga. Menambal menggunakan semen menjadi alternative terakhir saat pemerintah mereka buta akan keadaan sekitar. Tak jarang pula ada pohon pisang di tengah jalan.
Entah kapan pembangunan di negeri ini bisa merata. Kadang semakin jauh dari ibu kota juga semakin jauh pula dari kata sejahtera. Mungkin yang di pusat mengatakan pembangunan sudah pesat, tapi ternyata tidak tepat guna. Dan saya yakin masih ada banyak jalan Adi Sucipto lain di negeri tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H