Dua jalan yang keadaannya berbeda itu adalah jalan Arteri Supadio dan jalan Adi Sucipto. Jika anda keluar dari Bandara International Supadio, maka Anda akan dihadapkan pada dua pilihan jalan ini. Dengan usia jalan yang lebih tua, ternyata keadaan jalan Adi Sucipto juga semakin buruk. Sedangkan jalan baru Arteri Supadio semakin di poles.
Setiap tamu negara, pejabat, presiden, atau siapa pun yang datang ke Kalimantan Barat, pasti akan melewati jalan Arteri Supadio. Karena disepanjang jalan ini hingga jalan Ahmad Yani terdapat banyak sekali kantor, atau pun tempat vital yang lain, seperti Polda, kantor bupati, pengadilan, Mega Mall, Masjid Agung, kantor gubernur, Bank Indonesia dan masih banyak lagi.
Hal ini pula yang menurut saya menjadikan jalan Arteri Supadio benar benar diperhatikan. Karena posisinya yang akan menentukan potret Kalimantan Barat dimata pejabat negara. Saat ini, jalan Arteri Supadio sedang dalam proyek pelebaran. Sepanjang 2,1 kilometer diperlebar. Sayangnya, pengerjaan yang begitu lama mengganggu pengguna jalan dan terkesan tidak efisien.
Saya juga tidak bisa menjawab, yang jelas pelebaran yang di selesaikan terlebih dahulu adalah yang berada di depan kantor bupati. Biasalah, yang namanya pejabat selalu ingin mendapat fasilitas terlebih dahulu, rakyatnya belakangan. Mungkin itu yang dapat saya gambarkan, pasalnya memang demikian pengerjaannya.
Pelebarannya juga terbilang nanggung. Mengapa? Karena sebenarnya jika ingin diperlebar kenapa tidak sekalian saja hingga bandara? Jaraknya juga hanya sekitar 2 kilometer lagi. Entah apa yang ada di pikiran para pejabat di sini, yang jelas ini memberi citra buruk pada masyarakat.
Sebenarnya sebuah pembangunan insfrastruktur yang baik adalah yang tepat guna. Tepat tempat pembangunannya dan mempunyai banyak guna bagi masyarakat. Jika yang bagus semakin di perbagus maka yang rusak akan semakin rusak. sungguh ironi, entah sampai kapan negeri ini akan seperti ini.
Jalan Adi Sucipto yang keadaannya sudah rusak di tambal sendiri oleh warga. Menambal menggunakan semen menjadi alternative terakhir saat pemerintah mereka buta akan keadaan sekitar. Tak jarang pula ada pohon pisang di tengah jalan.