Cindy berbalik dan melihat bahwa ia sudah membuka kembali buku menunya. Cindy memuji - muji puding stroberi itu, membuat sang pelanggan yakin untuk memesannya. Sebelum Cindy berbalik, ia menurunkan kaca mata hitamnya.
"Pak Angga, jika kau ingin memanggilku."
Cindy mengangguk dan membawa pesanan ke belakang. Kebetulan pesanan utama sudah selesai. Ia membawanya ke depan.
Pintu kafe terbuka ketika Cindy selesai menghidangkan menu kepada Pak Angga. Bau rokok menyengat tercium dari Johnny yang berjalan masuk. Biasanya Cindy akan menampilkan muka kecut, terlebih ia sangat tidak suka dengan bau rokok, namun untuk menampilkan kesan baik, ia tetap tersenyum. Bahkan ketika Pak Angga mengusir udara dengan mengibaskan tangan.
"Saya mohon maaf, pak. Mungkin saya akan mengambil pewangi ruangan untuk mengharumkan udara."
Angga menggeleng, "Tidak perlu, tidak perlu. Cukup tinggalkan saja saya sendiri."
Cindy tersenyum dan mengucapkan salam, lalu meninggalkan meja. Ia berjalan ke ruangan belakang dengan amarah yang ditahan.
"Tidak bisakah kau menahan diri hingga pelanggan ini selesai makan, lalu baru masuk ke dalam kafe? Baumu tidak menyenangkan, tahu!"
Johnny menanggapi dengan muka meremehkan. "Chill, Cindy. Tenanglah. Toh, ia akan datang lagi minggu depan."
"Tah toh, tah toh. Tindakanmu tidak menyenangkan, Johnny."
Di sampingnya sang koki menanggapi, "Tidak perlu terlalu serius dalam bekerja, Cindy. Gajimu pun akan segitu - segitu saja." Diakhiri dengan sebuah tos dengan Johnny.