Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Widow of Zarephath (Cerpen Rohani)

21 November 2021   19:12 Diperbarui: 21 November 2021   19:14 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selena keluar dan menutup pintu. Ia akan mengambil minyak di dalam buli -- buli yang berada di gudang bawah tanah, tepat di belakang rumahnya. Juga akan mengambil beberapa kayu untuk pembakaran. Sebelum menuju ke sana, ia melempar pandang ke sekeliling. Tidak ada pemandangan hijau. Pada dewa sudah menutup langit dan awan, sehingga hujan sudah tidak turun selama tiga setengah tahun. Yang ada hanya pemandangan pohon gersang dan tanah pecah.

Kelaparan terjadi di mana -- mana. Air tidak mengalir. Kematian merebak layaknya serangan hama di ladang. Selena mendengar keadaan orang Israel di selatan lebih parah. Namun ia tidak peduli. Pada saat ini yang ada di pikirannya adalah membuat roti terakhir, baginya dan anaknya, lalu pergi menuju dunia orang mati.

Wahai Tuhan, jika engkau ada, biarlah aku dan anakku menikmati roti terakhir dari hasil olahanku ini.

Ia masih sibuk dengan pikirannya ketika ia sadar bahwa ada seseorang yang memanggilnya dari belakang. Tangannya sudah mengangkat papan menuju gudang bahwa tanah, lalu diurungkannya. Suara ini suara orang tua. Ia berbalik dan mendapatkan seorang tua yang berpakaian lusuh dan tidak terawat. Aku harus berhati -- hati. Mungkin ia adalah orang yang sakit jiwa dan tidak waras.

Sebaliknya, perkataannya benar -- benar berwibawa dan menenangkan.

"Cobalah ambil bagiku sedikit air dalam kendi, supaya aku minum."

Tidak tahukah ia bahwa aku dan anakku berencana akan mati sesaat lagi? Dan persediaan air minumku tinggal sedikit. Namun, sepertinya orang ini pun sudah kelaparan dan hendak mati. Mungkin ia lebih putus asa. Lebih baik kuturuti permintaannya.

Selena mengangguk dan mengambil kendi yang berada di gudang bawah tanah, yang tadinya diperuntukkan baginya dan anaknya. Orang tua itu pun minum dengan puas. Seusai minum, Selena mendengar kata -- kata yang sepertinya tidak akan pernah ia percayai akan didengarnya.

"Cobalah ambil juga bagiku sepotong roti."

Aku tidak tahan lagi. "Demi Tuhan, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli -- buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah memakannya, maka kami akan mati."

Orang tua itu hanya tersenyum dan berkata, "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan, tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun